Oleh Luh De Suriyani
Pagi itu, suasana Klinik Amertha di Jalan Raya Sesetan, sebelah Lapangan Pegok lengang. “Biasalah, kalau pagi mereka kan belum bangun. Biasanya jam 10-an baru rame,” kata seorang dokter. Benar saja, sepuluh menit kemudian enam perempuan datang, dan segera menuju kursi tunggu di depan klinik yang melayani pemeriksaan kesehatan organ dalam tubuh itu.
Kedatangan perempuan muda dan setengah baya itu ternyata dikawal seorang laki-laki tinggi besar. Beberapa orang menyapanya. Wayan, pria itu, hampir tiga tahun ini rajin menjadi tukang antar perempuan pekerja hiburan malam untuk memeriksakan kesehatan organ dalam ke klinik itu..
“Saya sudah merasakan susahnya kena penyakit. Mana saya tahu, tiba-tiba ternyata kena penyakit. Siapa yang nularin, atau gimana,” ujarnya. Pria yang dikenal cukup lama berkecimpung di bisnis hiburan malam ini mengakui awalnya tak mudah untuknya datang ke klinik memeriksakan diri. Ia merasa sehat, dan perempuan yang sering diajaknya berhubungan juga sehat-sehat saja.
“Apalagi biasanya kita minum, mabuk, gimana cara ngontrol, kan susah. Mana mikir kesehatan atau apa,” lanjut Wayan. Akhirnya setelah dikenalkan dengan beragam jenis penyakit kelamin, dan HIV/AIDS, dia mencoba memperhatikan organ kelaminnya. Awalnya dia mulai mau ngobrol-ngobrol pada petugas lapangan klinik Amertha, lalu periksa di klinik.
Karena terlalu sibuk, ia mengaku agak sulit juga harus datang ke klinik. Apalagi banyak beredar obat-obatan lain yang kabarnya membantu menghindari penyakit kelamin, tradisional atau pun obat keras. Ia pernah mengkonsumsi pil sejenis antibiotik. “Novabiotik, dan pokoknya yang ada biotik-biotiknya. Pertama pakai dosis 500 mili, sembuh, lalu kumat lagi, tambah dosis jadi 1000 mili, sembuh, dan kumat lagi,” ceritanya.
Belakangan dia mengetahui obat-obatan yang dibilang membuat kebal penyakit, malah membuat penyakit membandel. Wayan mengatakan obat-obatan tradisional atau pun obat keras masih banyak diyakini menjadi tameng penyakit kelamin sehingga banyak diperjual belikan di kalangan mereka.
Saat ini mungkin kita bertanya-tanya, apakah saya punya penyakit kelamin? Ah, sepertinya sehat-sehat saja, kok. Tapi tunggu dulu, menurut hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) dan Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP) Phase II pada 2003, diketahui bahwa di kalangan laki-laki beresiko, lebih dari 50 persen merasa “berperilaku sehat” atau tidak tahu.perilakunya beresiko. Jumlah responden pria 400 orang.
Partha Mulyawan, dokter di Klinik Amertha mengatakan semua orang bisa terinfeksi HIV atau IMS. Bisa karena perilaku seksualnya, tertular dari pacar, suami atau pemakaian narkoba. Bahkan perempuan lebih beresiko karena IMS yang diderita cenderung tanpa gejala dan kelaminnya sebagian berada di dalam. Informasi umum, orang yang terkena IMS akan sepuluh kali lebih rentan tertular HIV.
Untuk mereka yang ingin terhindar dari IMS dan HIV, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah menggunakan kondom. Kondom yang memenuhi standar mutu internasional tidak mudah robek, karena tiap kondom yang diproduksi harus melalui uji elektronis. Bila ada kondom yang tidak memenuhi syarat secara otomatis disingkirkan.
Sejak terjadinya epidemi HIV dan AIDS kendali mutu kondom diterapkan secara ketat sekali, karena itu mutu kondom meningkat pesat. Sebagian besar kerusakan kondom terjadi karena kesalahan pemakai, menggunakan pelicin yang tidak berbahan dasar air, membuka dengan kuku atau benda tajam, membuka gulungan kondom padahal belum akan dipakai dan keliru cara memasang dan melepasnya.
Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI) yang berpengalaman belasan tahun bekerja dalam penanggulangan AIDS merangkum manfaat kondom yang sangat banyak. Diantaranya sebagai alat kontrasepsi keluarga berencana, menghambat terjadinya pertukaran cairan tubuh dalam hubungan seks, menambah kenikmatan (pikiran plong, tidak was-was kena penyakit), dan untuk kebersihan (sperma tertampung, tidak tercecer).
Selain itu kondom dapat melindungi dari berbagai penyakit yang menular lewat hubungan seksual, menambah kepercayaan diri (tidak menularkan dan ditulari penyakit hubungan seks). Pria yang beresiko menularkan HIV dan IMS yang memakai kondom bertangung jawab karena melindungi diri dan pasangan.