Oleh AA Sumantri
Sirkuit Tulikup, letaknya di Desa Tulikup, Kabupaten Gianyar, Bali. Kira-kira dari Denpasar memakan waktu tempuh sekitar 30 menit via Jl By Pass IB Mantra. Jarak tempuh yang 40 km itu menjadi tak berarti. Lahan bekas sawah itu menjadi saksi bisu jibaku crosser tanah air dengan pesaingnya dari negara lain. Ribuan penonton rela berjubel di tengah kabut debu dan sengatan panas matahari. Inilah kali pertama, Bali menjadi tuan rumah gelaran Supercross yang sarat dengan aksi atraktif.
Adalah figur nyentrik Duncan Macrae, ekspatriat asal Asutralia penggila motocross. Hasratnya terpasung ketiadaan sirkuit. Awalnya secuil ide bagaimana menyalurkan hobi di sirkuit garapan sendiri. Lahan sawah seluas 1 ha disulap menjadi arena balap motocross. Sang anak Kadek Rubin pun setali tiga uang dengan ayahnya. Jadilah Sirkuit Tulikup sebagai penyalur kecintaan mereka terhadap motocross setiap Sabtu dan Minggu. Perkembangannya, Kadek Rubin dan sejumlah bibit muda crosser Bali kemudian dibina Cok Vicky, crosser legenda Bali era 80-an seangkatan dengan Made Ferry.
Sirkuit Tulikup hanyalah benda mati, dan akan tetap mati jika tidak dihidupkan orang-orang yang mencintainya. Sama halnya dengan Harley Davidson. Siapa sangka sepeda motor yang dibesut William S. Harley dan Arthur Davidson pada 1903 di sebuah garasi kecil kini menjadi sedemikian besar. Sekarang, siapa yang tidak kenal dengan HD. Bahkan setiap motor besar dianggap awam sebagai HD. Ini terjadi karena sejak lahirnya HD sampai saat ini selalu dicintai penggilanya. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk sebuah merk sepeda motor. Perjuangan mereka tidak sia-sia. Dari awalnya hanya sebuah merk, bisa menjadi gaya hidup. Ya, HD telah menjadi way of life.
Even supercross Indonesia Supercross Championship 2007 pada 1-2 September 2007 adalah momen strategis menebar virus brilian menancap parade awal kebangkitan olahraga motocross di Bali. Kalau klimaks, berarti raungan gas dan pekik kagum penonton adalah parade anti-klimaks. Kosong, hampa dan hambar. Tidak ada lagi aksi Troy Caroll, Aep Dadang, Deni Orlando dan Zulfikar.
Pecinta dan praktisi motocross di Bali hendaknya melihat momen akbar yang tertancap di Tulikup adalah era baru kontinuitas supercross dan motocross. Bukan tidak mungkin kita bermimpi gelaran motocross di Bali adalah even prestisius bertaraf internasional. Apalagi sebagai destinasi wisata, Bali adalah ruang tampan menampung penonton sekaligus wisatawan. Hotel dan akomodasi pariwisata yang selama ini overload menemukan muara eksisnya.
Kiprah Duncan Macrae mulanya dilihat sebagai aksi buang-buang duit. Namun di bawah kolong langit ini mewujudkan hobi memang butuh dana. Macrae menggoreskan jejek impresif bahwa kucuran duit dari kocek pribadinya adalah sebuah investasi jangka panjang. Kolaborasi dan optimisme Cok Vicky bukanlah pepesan kosong. Kini terbukti bahwa visi plus keyakinan menjadikan Bali sebagai kiblat even motocross bukan mimpi di siang bolong.
Visi bukanlah kumpulan ide tetapi kristalisasi kesadaran adanya sebuah peluang yang bisa digarap dan mendatangkan keuntungan. Di tikungan kesadaran ini, gairah penonton adalah pasar potensial. Ketika satu per satu crosser tergelincir atau jatuh terpelanting di arena sirkuit Tulikup, penonton menatap penuh harap jagoan idola bangkit lagi.
Pertarungan hingga akhir menjadi citra kebanggaan. Wajar bila penonton cemas dan was-was bercampur degupan jantung yang kencang melihat aksi saling libas. Memang liar dan sangar. Di tepian ini, bukan rasa iba yang muncul, namun rasa takjub. Itulah bedanya antara ngebutan liar di jalanan raya dan aksi binal di medan laga Tulikup. Atraksi tangkas, gairah kompetitif, pentas citra dan prestise tersemai di Sirkuit Tulikup.
Haruskah pemerintah dan IMI Bali membiarkan Sirkuit Tulikup kembali terbaring sepi menunggu dijajal crosser cilik setiap Sabtu dan Minggu? Semoga bukan tangan Duncan Macrae seorang saja yang membesarkan dan mengembangkannya. [b]
duncan dari UK bukan australia