Dua sekolah yakni SMP Negeri 1 Mendoyo dengan Sispala Wahana Bhuana Lestari (Wabules) dan SMP Negeri 2 Melaya dengan Sispala Dharma Buwana (Sidhabu) di Kabupaten Jembrana, melakukan aksi lingkungan. Kedua Sispala ini aktif, sebelumnya dimulai dari Sispala Wabules dalam melakukan kegiatan seperti konservasi penyu, birdwatching (pengamatan burung), penanaman di hutan dan mangrove.. Salah satu tempat yang menjadi sarana edukasi dari kedua sekolah tersebut adalah Kurma Asih.
Kegiatan Siswa Pecinta Alam di Kurma Asih Sea Turtle
Kurma Asih merupakan sebuah lokasi penangkaran Penyu serta objek wisata pantai yang terletak di Desa Perancak, Jembrana, Bali. Kurma Asih sendiri merupakan Kelompok pelestari penyu yang ada di Jembrana yang bernama Kurma Asih Sea Turtle Conservation. Banyak aktivitas yang lakukan oleh Sispala Wabules dan Sispala Sidhabu di lokasi ini.
I Kadek Nadiana, S.Pd selaku Ketua Panitia menjelaskan kegiatan ini adalah Aksi Lingkungan Hidup, tujuannya memberikan informasi kepada siswa sekaligus memberikan praktik langsung kepada siswa. Bagaimana cara kita melestarikan lingkungan hidup serta menjaga lingkungan hidup juga bagaimana cara melestarikan khususnya di momen hari Penyu. Sekolah yang terlibat adalah SMP Negeri 1 Mendoyo dengan Sispala Wahana Bhuana Lestari (Wabules) dan SMP Negeri 2 Melaya dengan Sispala Dharma Buwana (Sidhabu) yang dilaksanakan pada 22-23 Mei 2023. Pak Nadin juga menyampaikan keterlibatan masyarakat disini secara tidak langsung itu ada karena tempat lokasi kegiatan ini adalah melalui kelompok Kurma Asih.
Rangkaian acara adalah persembahyangan dan mohon izin kemudian kami clean up lalu upacara pembukaan. Kami clean up di pinggir pantai sambil jalan memungut sampah plastik di pantai dan menuju ke lokasi Penangkaran Penyu di Kurma Asih Sea Turtle Conservation. Setelah itu kita MCK, kemudian ada penyuluhan Penyu khususnya Konservasi Penyu. Setelah itu dilanjutkan dengan patroli Penyu yang terbagi menjadi dua sesi yaitu pukul 21:00 – 22:30 WITA kemudian sesi kedua yaitu dimulai dari pukul 23:00 – 00:30 WITA. Jam 6 pagi kita sudah mulai acara persiapan dan pelantikan Sispala beberapa dari Sispala Wabules dan semua anggota Sispala dari Sispala Sidhabu. Selain kegiatan Aksi Lingkungan Hidup kegiatan ini juga menjadi momen untuk melantik anggota-anggota Sispala serta pelepasan anggota Sispala yang menempuh ke jenjang pendidikan selanjutnya ke SMA/SMK.
I Nengah Yasa Tenaya, S.Pd selaku Pembina dan Koordinator lapangan menjelaskan patroli penyu dilaksanakan pada malam hari karena pada waktu inilah penyu aktif ke daratan untuk bertelur. Secara teknis cara untuk mengidentifikasi Penyu yang mendarat adalah dengan melihat garis pantai dimana karena adanya pantulan cahaya dari bulan.
Di Pagi harinya mereka sigap untuk bangun dan diberikan arahan oleh Pak Yasa untuk persiapan hari ini serta kegiatan yang akan dilakukan yang diawali dengan bersih pantai dan memungut sampah plastik. Setelah bersih pantai mereka melakukan Kesjas yang dipimpin langsung oleh Pak Yasa dengan menikmati suasana dan energi di pagi hari.
Setelah Kesjas mereka melakukan meditasi dengan menghadap ke arah laut dan mengatur nafas serta memejamkan mata mereka. Merasakan angin dan udara sejuk di pagi hari di pantai.
Setelah kegiatan meditasi tersebut tibalah waktu pelantikan untuk anggota baru dari Sispala Wabules dan Sispala Sidhabu. Jelang pelantikan selesai telah tiba Kepala Sekolah dari perwakilan salah satu sekolah melaksanakan pelepasan Tukik yang sudah siap untuk dilepas dari penangkaran kelompok Kurma Asih sebagai simbol.
Kegiatan diakhiri dengan penutupan sekaligus perpisahan anggota Sispala kelas IX yang sudah lulus di SMP melanjut ke jenjang kehidupan mereka berikutnya.
Nilai-nilai Ekstrakurikuler Sispala dalam Membentuk Karakter Siswa
Kegiatan ini dihadiri langsung Kepala Sekolah dari SMP Negeri 1 Mendoyo yaitu I Nyoman Wiracana, S.Pd. Ia memandang kegiatan Sispala ini sangat bagus dari segi pendidikan dan praktiknya karena tujuan dari kegiatan ini adalah menjaga sekaligus melestarikan alam. Sispala dilatih selain untuk menjaga lingkungan namun juga dilatih. Saya lihat peserta Sispala ini berbeda dari segi disiplin serta perilakunya.
Pak Nadin menambahkan bahwa anak-anak Sispala itu memang berbeda, kalau ada sampah-sampah plastik dan botol berbahan plastik mereka jadikan satu kemudian dijual dan dikumpulkan sebagai penggalangan dana untuk mengadakan kegiatan ini. Belajar pendidikan lingkungan hidup tapi juga praktik langsung, tidak hanya sebatas memungut sampah plastik dan sampah organik.
Pak Yasa selaku Pembina Sispala Wabules SMP Negeri 1 Mendoyo menjelaskan bahwa Sispala Wabules berdiri sejak 1992. Dibentuk sebagai Kader Konservasi dari Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sebagai wujud pendidikan lingkungan hidup masuk ke sekolah-sekolah, sama seperti pendidikan Pramuka. Bahwa pendidikan lingkungan hidup sangat penting dan harus masuk ke kurikulum.
I Gede Arta, S.Pd sebagai Pembina Sispala Sidhabu SMP Negeri 2 Melaya bersama beberapa guru-guru lainnya dari kedua sekolah juga ikut terlibat dalam kegiatan mendampingi siswa-siswa mereka. Selain juga dihadiri oleh Pengurus Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Bali yang diwakili oleh I Made Arika Dharma selaku Koordinator Pusat.
Respon positif yang diberikan dari Masyarakat
Pak Anom Kepala Kelompok Kurma Asih Sea Turtle Conservation menjelaskan sejarah berdirinya Kelompoknya dan awal mula bekerjasama dengan Pak Yasa selalu Pembina Sispala Wabules SMP Negeri 1 Mendoyo yang tetap konsisten dalam pendidikan lingkungan hidup dan konservasi serta pelestarian Penyu sejak 1998. Ia juga menyampaikan bahwa menangani sampah harus dari sumbernya, jangan setelah dibuang kita baru pungutin. Dari sumbernyalah kita perlu pilah dan pilih. Selain itu juga mindset masyarakat, sehingga perlunya dari usia dini ditanamkan konsep tersebut.
“Semua individu itu cinta kebersihan, namun yang menjadi persoalan sekarang masyarakat kita hanya membersihkan tempat sendiri namun mengotori tempat lain. Sehingga mindset tersebutlah harus diperjuangkan agar lingkungan hidup dan alam dapat terjaga,” katanya. Disanalah peran yang dilakukan Pak Yasa serta Sispala-Sispala yang dibawanya dengan mengajak berkegiatan bersih pantai serta mengenal Penyu dan konservasinya.
Tantangan dan Harapan kegiatan Aksi Lingkungan Hidup di Bali
Pak Anom menjelaskan bahwa bertepatan pada hari Penyu dalam kegiatan Aksi Lingkungan Hidup menjadi momentum untuk mengingatkan kita untuk melakukan pergerakan dan sadar. Namun yang paling penting adalah sikap yang kita lakukan sebenarnya, jangan sampai hanya diperingati saja tetapi tindakan setiap harinya tidak ada. Hal ini perlu proses, kesadaran lingkungan itu harus dimulai sejak usia dini baik dari TK, SD, SMP dan seterusnya.
Ia sangat senang dengan keberadaan Sispala khususnya Sispala Wabules yang sudah dari 1998, sedangkan Kurma Asih berdiri 1997, jadi ada sebuah aktivitas kelompok yang dimulai untuk menyelamatkan Penyu dari ancaman kepunahannya. Persoalan motivasi itu bisa bermacam-macam yang terpenting mereka menjaga lingkungan hidup. “Semakin banyak orang yang menggaungkan gerakan lingkungan tentu semakin bagus, meskipun sampai sekarang masih juga terdapat perdagangan ilegal terhadap satwa-satwa,” ujarnya.
“Hal tersebut menjadi pertanyaan bagi kita karena kita sebagai pelestari dan menjaga alam kenapa kok masih ada? apakah sosialisasinya yang kurang? ataukah penegakan hukumnya yang kurang? ataukah memang kita yang tidak serius? kitakan bukan domainnya di sana namu kita harus mengajak anak-anak jangan buang sampah sembarangan, jangan membeli cinderamata atau suvenir bagiannya dari Penyu, nah disana kan tugasnya kita. Nah kalau ada pelanggaran kan ada lembaga yang mewenangi disana, sehingga pertanyaan tersebut jadi banyak bermunculan, serius kah kita? Semua Stakeholder (Pemangku Kepentingan) harus berpartisipasi,” lanjut Pak Anom.
Pak Yasa yang juga sudah lama menjadi penggerak gerakan Sispala di tingkat SMP menjelaskan prihatin atas budaya masyarakat kita seenaknya membuang sampah sembarangan baik ke jalan, laut, dan sungai yang merugikan lingkungan hidup dan manusia itu sendiri. Padahal itu menjadi momok bagi kita sendiri yang akan menghancurkan diri kita sendiri. “Karena Bumi kita ini hanya satu, kalau tidak kita yang berusaha menyelamatkan siapa lagi? Kita tidak perlu melakukan dari hal yang besar, dari hal yang terkecil saja di kegiatan kami yaitu anak-anak setelah makan tau ini adalah sampah plastik yang berarti sampah non-organik yang tidak bisa terurai, mereka tau perbedaan sampah organik dan non-organik, dimana sampah organik mereka taruh dibawah tanaman atau dibuat pupuk sehingga hal ini sangat penting untuk bisa diterapkan di sekolah-sekolah, paling tidak dengan hal tersebut secara tidak langsung mereka sudah menyelamatkan lingkungan,” sebutnya.