Oleh Ady Gondronk
Bagi masyarakat Desa Wongaya Gede tempat kelahiran saya, hari raya Nyepi selain identik dengan perayaan pawai Ogoh-ogoh pada hari pengerupukan dan melakukan penyucian diri satu hari setelah hari pengerupukan, juga identik dengan makanan khas tradisionalnya yaitu “entil”. Entil merupakan makanan tradisional masyakarat Desa Wongaya Gede yang dibuat khusus pada saat Hari Raya Nyepi yang jatuh satu tahun sekali.
Entil adalah makanan tradisional sejenis ketupat yang dibuat dari beras yang dibungkus daun. Orang di desa saya bilang namanya “daun nyelep “atau “daun telengidi “. Digunakannya daun untuk membungkus bertujuan supaya zat warna hijau pada daun bisa meresap ke entil sehingga entil bisa menjadi berwarna kehijau-hijauan, dan rasanyapun akan menjadi lebih enak.
Beras yang sudah dibungkus kemudian dipasang-pasangkan dan diikat dengan tali yang terbuat dari bambu. Satu kilogram beras biasanya menghasilkan kurang lebih empat puluh bungkus atau dua puluh pasang entil, Proses pembuatan entil hampir sama dengan membuat ketupat tetapi waktu merebusnya lebih lama. Untuk membuat entil dua puluh pasang dengan hasil yang sempurna memerlukan waktu kurang lebih dua sampai tiga jam. Semakin lama direbus hasil yang didapatkan semakin baik. Entil yang baik biasanya tahan tiga sampai empat hari dan tidak cepat basi.
Biasanya entil dibuat pada pagi hari pada hari pengerupukan. Karena proses pembuatan entil ini memakan waktu cukup lama kebanyakan masyarakat di desa saya memasaknya menggunakan kayu bakar tanpa memakai bantuan kompor gas (maklum masyarakat di desa Wongaya Gede tidak kekurangan kayu bakar..hehe). Biasanya kayu yang paling sering di pakai untuk memasak entil adalah kayu dari pohon kopi, karena kayu jenis ini mengeluarkan kobaran api yang besar dan tahan lama sehingga cocok untuk dipakai memasak yang memerlukan waktu lama.
Pada zaman dahulu menurut cerita-cerita dari tetua-tetua di desa saya entil dibuat untuk pasokan makanan pada saat hari raya nyepi, Maklum pada hari raya nyepi kan tidak boleh menyalakan api dan proses masak-memasakpun juga dilarang, Sehingga untuk mengantisipasi supaya bisa makan pada saat nyepi dibuatlah entil satu hari sebelum nyepi.
Seiring perkembangan jaman dimana listrik sudah dapat dinikmati sampai ke pelosok pedesaan, sehingga teknologi yang menggunakan listrik pun sudah semakin banyak pula. Sebutlah salah satunya alat penghangat nasi. Dulu sebelum ada alat penghangat nasi entil merupakan satu-satunya makanan paling tahan lama yang bisa dinikmati di hari raya Nyepi. Tetapi karena sekarang pada saat Nyepi tidak ada pemadaman listrik menyebabkan masyarakat pun juga bisa memasak nasi dan disimpan dalam alat penghangat nasi tersebut, Sehingga kini nasi juga bisa dinikmati pada saat Nyepi.
Biasanya bagi masyarakat Wongaya Gede yang mengajak sanak saudara atau teman dekat merayakan hari raya Nyepi di kampung, kurang lengkap rasanya kalau belum memberi oleh-oleh entil untuk keluarga yang lain sebagai ciri khas makanan tradisional masyarakat Wongaya Gede pada saat hari raya Nyepi. Dan rata-rata mereka yang tumben merasakan nikmatnya entil mengatakan entil memang makanan tradisional yang hanya ada di Desa Wongaya Gede. Mungkin ada pembaca yang sudah pernah merasakan entil Wongaya Gede?
Kok mirip “Burasa’ ” makanan khas dari Sulawesi Selatan (Orang Bugis. red)?
Tadi kupikir ” Burasa’ ” itu, maklumlah dah lama tidak menyantapnya.
beh, enak sajan neh. Sayang cuman bisa liat gambarnya
nak mule jaen,sabilang tiban naar entil…yen bes liu kembung bane basange….wkakakakakakak
mikite puk
nuang bli kal melali keme….