Malam tahun baru 2021 kini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelum pandemi Coronavirus disease (Covid-19). Termasuk di Bali.
Jalan raya lengang, bahkan ada imbauan Gubernur Bali terkait jam malam. Kegiatan luar ruang hanya sampai pukul 23.00 WITA. Prosedur kesehatan seperti jaga jarak dan pengenaan masker masih diwajibkan.
Besaran denda Rp100.000 bagi perorangan, dan Rp1.000.000 bagi pelaku usaha dan tempat fasilitas umum lainnya. Tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali No. 46 Tahun 2020 yang mengatur tentang sanksi administratif bagi pelanggar protokol kesehatan.
Salah satu yang ikut memantau protokol kesehatan ini adalah Pecalang. Sebutan bagi unit keamanan desa adat di Bali. Namun, mengawasi hal ini bisa jadi simalakama.
Misalnya pesta perayaan malam tahun baru. Jika di jalan raya pusat-pusat wisata tak ada kemacetan, tetapi keramaian masih terlihat di pinggir pantai. Salah satunya kawasan Canggu, Kuta. Area ini terkenal jadi lokasi sejumlah beach club populer.
Pada malam tahun baru juga beberapa beach club terlihat ramai. Polisi dan pecalang mengawasi keramaian sebuah beach club yang memacetkan ruas jalan menuju Pantai Berawa, Canggu. Kendaraan parkir di jalan raya, pengunjung nampak antre di pintu masuk sembari pemeriksaan suhu tubuh.
Sedikitnya dua beach club terlihat padat pengunjung, tak memungkinkan jaga jarak. Para pengunjung menikmati udara malam, suara musik DJ, ditemani gemuruh suara ombak yang disukai surfer di perairan Canggu.
Beberapa pecalang mengikuti sejumlah polisi yang mengawasi pengunjung di pinggir pantai. Made Sukarma adalah pecalang Desa Adat Tandak yang ikut patroli. “Pengelola club sepakat mematikan musik jam 11 malam,” sebutnya.
Selain patroli mengawasi keramaian, tugas tambahan lain desa adat dalam pandemi di Bali saat ini adalah membagikan sembako. Menentukan warga yang berhak mendapat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) jadi tantangan untuk sejumlah pengurus desa adat di Bali.
Hal ini diakui I Ketut Sukanata, Ketua Satgas Gotong Royong Pencegahan Covid-19 Desa Adat Panjer, Kota Denpasar. Dana desa adat sebesar Rp300 juta direalokasi setengahnya sekitar Rp150 juta untuk dialihkan ke program penanganan Covid-19. Alokasi terbesar adalah untuk distribusi BPNT itu senilai Rp100 juta.
Setelah itu, Pemprov menambahkan dana penanganan Covid-19 ke desa adat sebesar Rp50 juta per desa adat. Jadi jumlah alokasi dana total menjadi Rp200 juta/desa adat dikalikan 1493 desa adat di Bali.
“Sulit menentukan warga terdampak sesuai Juknis itu, akhirnya kita bagi ke semua warga adat,” ujarnya. Ada 1.400 warga dengan syarat sudah lanjut usia (krama ngele). Namun, pelaporan disesuaikan dengan format Juknis.
Bahkan sebelum dana BPNT ini turun, pihak desa adatnya mengaku sudah mendistribusikan sembako senilai Rp50 juta ke 1400 orang warga adat per Mei dari dukungan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) setempat.
Kesulitan menentukan warga yang berhak mendapat BPNT ini juga dialami Gusti Putu Dana, Kelian Banjar Adat Sidawa, Desa Adat Taman Bali, Kabupaten Bangli.
“Sangat sulit menentukan orang miskin di kalangan desa adat. Beda dengan desa dinas. Di adat, tak ada yang miskin karena hak dan kewajiban terpenuhi seperti peturunan (sumbangan) saat upacara berjalan,” tuturnya.
Memberikan pada hanya warga tertentu akan jadi konflik baru. Karena kebiasaan berbagi rata.
Dalam Juknis Pergub, disebutkan BPNT diberikan dalam bentuk paket kebutuhan pokok sehari-hari berupa beras, telor, dan minyak goreng. Besaran pemberian bantuan berdasarkan jumlah anggota keluarga dalam kartu keluarga (KK).
Untuk KK paling banyak 4 orang, diberikan paket kebutuhan pokok sehari-hari seharga Rp500.000. Jika lebih dari 4 orang, seharga Rp600.000. BPNT diberikan setiap bulan dan dalam jangka waktu 3 bulan, mulai Mei, Juni, dan Juli tahun 2020.
Kriteria Krama Desa Adat penerima bantuan penyediaan Jaring Pengaman Sosial ini antara lain pemimpin agama seperti Sulinggih, Pamangku Pura KahyanganTiga/Desa. Berikutnya warga adat yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan oleh perusahaan tanpa tanggungan. Bisa juga pekerja harian, seperti warung tradisional, pedagang kecil di pasar, industri rumah tangga, nelayan, peternak, tukang bangunan, buruh pasar, dan sejenisnya yang penghasilannya tidak tentu dalam keseharian.
Penerima BPNT desa adat dikecualikan jika warga sudah mendapatkan program bantuan dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Prakerja, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa.
Sebagai pengurus adat, Gusti Dana bersyukur ada alokasi dana desa adat Rp300 juta pada 2020 walau sebagian diarahkan ke penanganan Covid-19. Selain BPNT, hal lain yang menurutnya harus dikaji adalah jumlah dana yang diberikan sama ke seluruh desa adat walau memiliki krama atau warga yang jauh berbeda jumlah dan luas wilayah.
Ia mencontohkan desa adatnya, Taman Bali, terdiri dari 9 banjar. Sementara ada desa adat lain yang hanya 1-2 banjar adat. Menurutnya harus disesuaikan luas wilayah dan penduduknya. Untuk alokasi, Gusti Putu Dana tak bisa berkomentar karena sudah ditentukan peruntukannya.
Membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) uang negara menurutnya hal baru dan harus dijalankan sesusah apa pun. Kini pengurus adat harus membiasakan diri mengikuti administrasi negara. “Ada beberapa yang dikoreksi administrasinya tapi anggaran sudah sesuai peruntukan,” sebutnya.
Tak semua warga di sebuah desa atau kelurahan adalah warga desa adat. Misalnya Kelurahan Panjer, dari 5.454 KK, hanya seperempatnya warga adat karena syaratnya umat Hindu dan ikut kewajiban ritual di pura Khayangan Jagat di desa tersebut. Warga perantau, kemungkinan menjadi warga adat di kampung asalnya. Sementara di perantauan mendaftar sebagai warga desa dinas.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali menyebutkan Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Banjar Adat atau Banjar Suka Duka atau sebutan lain adalah bagian dari Desa Adat. Krama Desa Adat adalah warga masyarakat Bali beragama Hindu yang terdaftar di suatu desa adat.
Krama desa adat menjadi bagian dari desa dinas yang secara struktur di bawah pemerintah daerah.
Pada tahun 2020, seluruh desa adat di Bali yang berjumlah 1.493 desa adat menerima anggaran Dana Desa Adat sebesar Rp300 Juta. Anggaran tersebut diberikan untuk menyelenggarakan kebutuhan Belanja Rutin dan Belanja Program.
Belanja Rutin sekitar Rp80 Juta untuk membayar insentif Bandesa Adat (pemimpin desa adat) sebesar Rp18 Juta per tahun, insentif Prajuru (pengurus) yang membantu Bandesa Adat yang besarannya ditentukan secara musyawarah dengan biaya maksimal Rp45 Juta per tahun, serta biaya operational sebesar Rp17 Juta per tahun.
Sedangkan Belanja Program berkisar Rp220 Juta digunakan untuk melaksanakan program wajib dari Pemerintah Provinsi Bali yang menggali dan membina seni berbasis ritual (wali/bebali), dan seni tradisi di desa. Ada juga kegiatan pesraman atau pesantian (seni suara) serta Bulan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.
Seiring pandemi, pada April 2020 Pemerintah Provinsi Bali melalui Pergub No. 15 Tahun 2020 tentang Paket Kebijakan Percepatan Penanganan COVID-19 di Provinsi Bali mengarahkan Desa Adat merealokasi Dana Desa Adat yang sudah diterima sebelumnya. Dana Desa Adat yang direalokasi diambil dari anggaran Belanja Program dengan nilai Rp150 Juta. Realokasi Dana Desa Adat sebesar Rp150 Juta tersebut dibagi ke dalam dua skema peruntukan.
Pertama, Rp50 Juta untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 berupa pelaksanaan upacara, penyediaan disinfektan, masker, sabun, sosialisasi, dan lain sebagainya. Kedua, Rp100 Juta untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS) bagi krama Desa Adat yang miskin dan terdampak Covid-19 serta tidak memperoleh bantuan dari pemerintah kabupaten maupun pusat.
Pada Oktober 2020, Pemprov Bali kembali menambah suntikan dana bagi Desa Adat dari APBD Perubahan. Tambahannya Rp50 Juta bagi setiap Desa Adat untuk mengaktifkan kembali Satgas Gotong Royong Covid-19.
Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan bantuan ini diberikan sebagai bentuk dukungan bagi desa adat yang telah bekerja dengan sangat baik, berkolaborasi, dan bersinergi dengan relawan desa maupun kelurahan dalam menangani Covid-19. Misalnya, desa adat dinilai berhasil melakukan karantina lokal di awal masa pendemi untuk membatasi aktivitas warga.
Namun penambahan alokasi dana desa adat tak serta merta mengerem jumlah kasus Covid-19 di Bali.
Lonjakan kasus harian di Bali
Jelang berakhirnya batas waktu LPJ pengelolaan dana Covid oleh desa adat pada 10 Januari 2021 ini, situasi pandemi di Bali makin meresahkan. Pemerintah pusat menetapkan Jawa dan Bali harus melakukan pembatasan ketat atau PSBB. Di Bali yang diminta menerapkan adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, kawasan padat penduduk di Bali selatan.
Laporan terbaru kasus per 9 Januari 2021 menunjukkan kasus baru terkonfirmasi 189 orang (166 orang melalui transmisi lokal, 22 pelaku perjalanan dalam negeri, dan 1 luar negeri). Sembuh sebanyak 110 orang, dan 4 orang meninggal.
Jumlah kasus secara kumulatif sebanyak 19.215 orang, Sembuh 17.196 orang (89%), dan meninggal 560 orang (3%).
Kasus aktif yang sedang dirawat 1.459 orang (7,5%), yang tersebar dalam perawatan di 17 RS rujukan, dan dikarantina di Bapelkesmas, UPT Nyitdah, Wisma Bima dan BPK Pering.
Sayangnya, per 9 Januari, dicek dari https://infocorona.baliprov.go.id/ tak ada laman resmi yang memperlihatkan kasus Covid per desa dinas atau adat untuk memperlihatkan strategi penanganannya. Halaman yang merujuk ke statistik sebaran kasus https://pendataan.baliprov.go.id/ tak bisa dibuka. Data yang tersedia per kabupaten.
Bahkan Ketut Sukanata, pengurus desa adat dan ketua Satgas Gotong Royong pun heran kenapa ia sendiri tak tahu kasus Covid-19 di desanya.
Ia menyatakan secara terbuka di sebuah forum, Rapat Konsultasi Publik Kemitraan Pemerintah dengan Masyarakat Sipil dalam Pencegahan Penularan COVID-19 serta Pemulihan Ekonomi Nasional di Bali oleh Kementerian Dalam Negeri, difasilitasi INFID pada 21 Desember 2020 lalu. “Saya hanya dengar 2 kasus, tapi setahu saya ada 5 orang, kan kami di lapangan,” herannya.
Desa Panjer mengambil inisiatif pada awal pandemi untuk pembatasan keluar masuk desa dengan melakukan pengawasan di sejumlah pintu masuk. Kawasan ini padat pemukiman, kantor, area usaha, dan kampus.
Pengalokasian dana seragam untuk kebutuhan beragam ini apakah menjawab masalah kesehatan yakni penanganan Covid-19?