Liputan Mendalam

Memburu Dolar di Tengah Sampar

Luh De Suriyani

Mesuryak.... hu! Mesuryak... hu!

Demikian aba-aba ajakan yel-yel di microphone Pura Besakih. Mengikuti sebuah prosesi Yadnya Pemahayu Jagat saat Gubernur Bali dan pejabat lain. Mereka membawa benda sakral dalam situasi berdesak-desakan. Prosesi ini juga diikuti warga yang ikut persembahyangan saat Purnama Kasa, 5 Juli lalu.

Gubernur Bali Wayan Koster memimpin persembahyangan untuk mulai era pelonggaran pembatasan kegiatan yang disebutnya dengan istilah Tatanan Kehidupan Era Baru. Salah satu yang ditekankan dalam tatanan era baru ini adalah pembukaan sejumlah tempat publik dengan menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak, memakai masker, rapid test bagi pekerja lokasi tempat hiburan dan wisata, dan lainnya. 

Namun di Pura Besakih sendiri, Gubernur tidak bisa menunjukkan kesiapan protokol ini. Salah satu lokasi cuci tangan tidak terisi air, hanya sebagian yang menggunakan masker sepanjang ritual, dan tidak ada pengaturan jarak minimal satu meter.

Spanduk-spanduk imbauan banyak terpasang, namun saat itu suasana di pura seperti kondisi biasa sebelum pandemi. Bahkan saat sesi foto bersama para pejabat pun ada sesi membuka masker.

Seperti kebijakan di masa bencana dan krisis lainnya di Bali, Tatanan Era Baru masa pandemi Covid-19 ini pun nampak memprioritaskan pada industri pariwisata. 

Dalam pidatonya, Koster menyebut pada 9 Juli adalah tahap pertama pembukaan lokasi dan kegiatan secara terbatas. Tahap kedua, mulai 31 Juli melaksanakan aktivitas secara lebih luas, termasuk sektor pariwisata, terbatas untuk wisatawan domestik. Tahap ketiga, memperluas aktivitas sektor pariwisata termasuk wisatawan mancanegara, mulai 11 September. 

Dampak pandemi sangat terasa di Bali Selatan. Restoran dan klub pantai fancy di seputaran Seminyak, Kuta terlihat masih ditutup pada Minggu (25/7). Hanya petugas keamanan yang lalu lalang berjaga di pinggi pantai karena sebagian besar aksesnya terbuka memanfaatkan panorama laut. 

Pantai Petitenget, salah satu yang teramai di kawasan ini sudah dibuka. Warga cukup ramai, ada yang bermain voli pantai, joging, duduk-duduk di pasir, dan ada yang sedang menggelar ritual di salah satu lokasi persembahyangan di pantai. Keramaian terlihat berpusat di pantai, sementara di jalan yang biasanya sangat macet, nampak lengang sampai bulan kelima kesiapsiagaan Covid-19 ini.

Kadek Bayu, anak muda 20 tahun ini hendak menengok bekas tempat kerjanya di sebuah beach club tersohor di Seminyak. “Tumben ke sini lagi,” selorohnya. Ia diberhentikan saat sedang semangatnya bekerja. Namun ia merasa usaha wisata tak akan seramai dulu lagi pasca pandemi ini. Bayu bingung apa yang akan dilakukannya nanti.

Pertumbuhan sektor pariwisata di Bali memang menjanjikan bagi investor. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam sembilan tahun saja, jumlah kamar hotel meroket tiga kali lipat. 

Jumlah kamar hotel berbintang hampir 30 ribu pada tahun 2000, kemudian melejit hampir tiga kali lipat jadi 80.200 pada 2019. Sementara jumlah hotel non bintang pada 2019 sebanyak 72 ribu.

Hingga 23 April 2020, menurut Dinas Tenaga kerja dan ESDM Provinsi Bali, jumlah tenaga kerja Bali yang di PHK dan dirumahkan sekitar 56 ribu orang. Terdiri dari PKH 1.315 orang dan yang dirumahkan sebanyak 55.409 orang.

Data ini diyakini terus bertambah. Itu baru data versi pemerintah yang bekerja di sektor formal di Bali. Sedangkan, data sektor informal di Bali didata oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali. Menurut data Diskop dan UKM, jumlah pekerja informal yang terdata dan kolaps karena Covid-19 di Bali sebanyak 17.296 orang dari perkiraan sekitar 50 ribu orang.

Petani di Desa Pagi, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali. Foto Anton Muhajir.

Kunjungan turis di titik nadir

Sejak akhir Januari 2020, Bali mulai mengalami dampak pandemi COVID-19. Jumlah turis terus menurun bahkan kemudian nyaris tidak ada setelah adanya penutupan penerbangan komersial maupun perhubungan darat dan laut, untuk mencegah meluasnya penularan virus corona baru penyebab COVID-19 di kiblat pariwisata Indonesia ini.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara anjlok dari 6,2 juta orang pada 2019 jadi 1 juta orang sampai Mei 2020 ini. Mengikuti kurva pandemi, kunjungan mulai menurun secara drastis pada Januari. Dari lebih dari 500 ribu orang menjadi hanya 36 orang pada Mei ini. Indonesia baru menyatakan secara resmi adanya kasus Covid-19 pada Maret dan kasus kematian pertama yang diumumkan pertama dari Bali menimpa warga negara Inggris.

Ketergantungan pada industri pariwisata lagi-lagi beri pukulan telak pada Bali. Kali ini dampaknya jauh lebih panjang dan meluas dibanding Bom Bali pada 2002 dan 2005, dan erupsi Gunung Agung pada 2017-2018. Bila dibandingkan dengan bulan Mei 2019, jumlah wisman ke Bali tercatat turun hampir 100 persen.

Seremonial untuk mempercepat pembukaan industri turisme terus berlanjut. Kali ini dihelat di kawasan resor elit, pusat konvensi internasional kawasan ITDC Nusa Dua, Badung, 30 Juli. Karena keesokan harinya akan ada penyambutan turis domestik. 

Event ini bertajuk Deklarasi Pariwisata Bali Era Baru dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama, Gubernur Bali, Komisi XI DPR, dan pejabat lainnya.

Trisno Nugroho, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Bali memastikan pertumbuhan ekonomi Bali minus selama dua triwulan pertama tahun ini. Ia yakin dengan tranformasi ekonomi berbasis digital, salah satunya menggunakan apliaksi QRIS, dan pembukaan wisata, ekonomi Bali akan bangkit kembali.

Gubernur Bali Wayan Koster berjanji bekerja keras menangani Covid dengan sebaiknya. “Astungkara perkembangan penanganan berjalan sangat baik,” klaimnya. Indikator keberhasilan menurutnya adalah angka kesembuhan yang tinggi, saat itu ia menyebut 82%, dan meninggal dapat dikendalikan, saat pidato sudah berjumlah 48 orang. 

Upacara keagamaan 5 Juli di Pura Besakih sebelumnya adalah mohon doa restu agar aktivitas perekonomian berjalan sukses. “Sebanyak 52% perekonomian ditopang pariwisata, praktis kelumpuhan berdampak pada dunia usaha. Hotel dan restoran kosong. Kami memberanikan diri melakukan aktivitas bertahap dengan komitmen protokol kesehatan. Jangan sampai besok kasus baru dan mencoreng pariwisata,” sebutnya saat pidato. 

Untuk menggerakkan perekonomian, Koster mohon Menko Kemaritiman dan Menteri Pariwisata menghelat kegiatan kementrian dan rapat-rapat di Bali. Ia juga mohon Peraturan Menteri Hukum dan HAM 11/2020 terkait pelarangan sementara orang luar negeri ke Indonesia dapat dievaluasi. “Sempat telp Menlu dan Menhukham akan datang membicarakan ini pada 10 Agustus. Harap bahas ini di Sidang Kabinet agar Bali dapat prioritas terutama wisatawan mancanegara. Makin terpuruk jika makin lama,” mohonnya. 

Wishnutama mengakui indikator kesehatan adalah pertimbangan pertama bagi turis sehingga penerapan harus sebaiknya. Ia menyebut sejumlah program pemulihan pariwisata difokuskan di Bali dan sejumlah persiapan seperti prototipe toilet bersih di Pantai Kuta, dana talangan, dan keringanan listrik PLN bagi indutri pariwisata.

Konflik wisata pertanian.

Melupakan Pariwisata, Menuju Lahan Pertanian.

Salah satu yang banting stir saat pandemi ini adalah Wayan Sukerta. Dari supir khusus pariwisata jadi peternak bebek. 

Pria yang juga pernah bekerja di hotel ini memperkirakan dampak pandemi ini akan berlaangsung lama, entah sampai kapan. Setelah sekitar 2 bulan menganggur, ia memberanikan diri membuat kandang dan memelihara sekitar 650 ekor bebek di sebuah lahan pertanian.

Ia belajar dari adik-adiknya, para peternak bebek di Desa Lepang, Klungkung. Salah satu sentra peternakan yang berdampingan dengan sawah dan pantai. Iklim dan suhu dinilai lebih cocok beternak bebek dibanding ayam.

Persiapan jadi peternak tak mudah, mulai dari penyiapan kandang, mencari bebek, dan mengakses modal untuk pakan. “Baru bertelur sekitar 30% dari 650 ekor. Masih norok untuk makanan,” ujarnya. 

Jika pandemi usai dan turis datang lagi apakah ia akan kembali beralih jadi supir wisata? 

“Susah diprediksi, kayanya lama ini, pariwisata rentan sekali dengan bencana alam, penyakit menular. Walau pulih belum tentu mau berkunjung, kita saja ke desa tetangga tidak berani,” ia memberikan penjelasan yang logis. 

Dibanding peristiwa darurat lainnya seperti Gunung Agung Meletus dan peristiwa Bom Bali, pandemi Covid-19 inilah yang paling parah. Kalau gunung meletus, penghasilannya berkurang sekitar 2-3 minggu saja lalu kembali lagi. 

Sejauh ini ia akan terus melihat perkembangan peternakan dan situasinya. Termasuk menambah ternak jika memungkinkan. Jika ia merasa bisa kembali jadi supir pariwisata lagi, peternakannya akan diurus istrinya. 

Sebagai supir freelance yang biasa mangkal di Legian, Kuta dan juga menggunakan website, ia merasa makin terjepit oleh perusahaan transportasi aplikasi online. “Padahal kan kita supir taksi konvensional yang berjasa memperkenalkan Bali, tapi kenapa bantuan lebih diutamakan ke perusahaan online?” herannya. 

Sementara itu di Kabupaten Buleleng, sekitar 3 jam berkendara dari Kota Denpasar ada seorang kepala desa 33 tahun, Dewa Komang Yudi yang sedang memutar otak dan merancang strategi jangka panjang dampak matinya usaha turisme ini.

Ratusan warganya kembali ke desa setelah merantau atau kehilangan pekerjaan di usaha wisata. Desa Tembok yang dikelolanya dikenal sebagai daerah gersang karena berada di dekat gunung berapi Gunung Agung dan pesisir laut. “Kalau pandemi tak berhenti, bagaimana kalau 3-6 bulan masih berlanjut, perputaran ekonomi melambat, tapi kita perlu bertahan hidup,” kisahnya saat diskusi online tentang desa menghadapi pandemi, Jumat (24/7). 

Namun, banyaknya warga yang kehilangan pekerjaan, tak bisa dibantu menggunakan dana desa saja. Mulai Mei-Juni, Komang Yudi merencanakan program padat karya tunai non infrastruktur, sehingga belanja modal tak terserap. Bidang yang dikembangkan adalah pertanian dengan intensifikasi lahan dengan komoditas sayur dan pohon mangga, serta usaha konveksi menjahit masker. Warga yang dipekerjakan mendapat upah harian.

Di sisi lain, ia merasa strategi ini akan menguras dana desa. Karena harus membuka puluhan lapangan pekerjaan, sekitar 90% warganya yang kena PHK atau dirumahkan. 

Yudi merancang skema baru, rencananya sederhana yakni menyediakan pangan. “Kita tak bisa membeli terus menerus. Caranya dengan menanam. Sudah ada warga tak mampu beli vocer listrik prabayar, beli seragam sekolah baru, atau beli beras,” paparnya.

Ia yakin warga akan memikirkan kebutuhan dasar saja, yakni makan. Tidak masalah kalau tak melanjutkan sekolah, tapi bermasalah kalau tak bisa masak. Ia tak lagi memberi upah harian karena dari hitung-hitungan tak bisa menutup sampai beberapa bulan ke depan, karena pandemi ini tak menunjukkan masa berakhir di Bali. 

Misalnya untuk upah harian saja sekitar Rp 70 ribu x 100 hari saja sudah Rp 7 juta. Pola diubah, upah diganti sembako untuk menjamin warga. “Pangan akan jadi masalah serius, bukan persediaannya tapi tak punya daya beli memperoleh pangan,” ingatnya. 

Yudi berharap pemerintah lebih sinergis menjawab persoalan desa. Dibutuhkan pangan di tengah situasi pandemi ini. Ini hal sederhana tapi mendasar dan harus jadi prioritas. “Momentum rekonstruksi kebijakan di desa. Mengajak mengembangkan apa yang selama ini kita abaikan,” katanya. 

Ketika pandemi menghantam Bali dan pariwisata terpuruk, wacana ini selalu muncul, Bali sebaiknya kembali ke pertanian sebagai penopang utama pembangunan ekonominya. Selama ini, Bali dianggap terlalu menomorsatukan pariwisata dan sebaliknya, melupakan pertanian sebagai akarnya.

Laporan Bank Indonesia Perwakilan Bali juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2020 ini melambat menjadi kisaran 3,7 persen hingga 4,1 persen. Kebijakan untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19, seperti menutup penerbangan internasional dan penghentian visa bagi warga asing menjadi penyebabnya.

Ketika awal pandemi global, menariknya, nilai ekspor barang dari Bali justru naik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor barang dari Bali melalui berbagai pelabuhan pada Februari 2020 lalu mencapai 50.764.165 dolar Amerika. Nilai itu naik 8,95 persen dibanding bulan sebelumnya atau 4,37 persen dibanding Februari tahun lalu.

Produk pertanian termasuk barang yang tetap diekspor. Pada Minggu, 26 April 2020 lalu, Bali tetap mengekspor 1 ton buah manggis dan 504 kontainer kerajinan ke Uni Emirat Arab lewat Pelabuhan Benoa, Bali. 

Pergeseran struktur perekonomian dari sektor primer, yaitu pertanian dalam arti luas, ke sektor tersier yaitu jasa terkait pariwisata meningkat pada tahun 2000. Perubahan struktur perekonomian Bali itu terlihat di sensus pertanian pada 2003 dan 2013 oleh BPS Provinsi Bali. 

Selama sepuluh tahun (2003-2013) jumlah rumah tangga usaha pertanian menurun sebesar 17,09 persen. Dari 492.394 RT pada tahun 2003 menjadi 408.233 rumah tangga pada 2013. Alih fungsi lahan pertanian diperkirakan sekitar 1000 hektar per tahun.

Sejalan dengan data BPS Bali yang menyebutkan kontribusi pertanian terus menurun selama sepuluh tahun terakhir, 2010 hingga 2019. Dari 17 persen menjadi 13 persen. Sebaliknya, peran pariwisata justru terus naik dari 45 persen pada 2010 menjadi 47 persen. 

Tapi menariknya, enam bulan setelah pandemi ini, secara nasional rilis data BPS per 5 Agustus menyebutkan pertumbuhan ekonomi triwulan II ini dipuncaki pertanian yakni 16%, disusul infokom 3%. Sementara defisit terbesar adalah transportasi dan pergudangan minus 29%, disusul akomodasi dan makan minus 22%.

Tiada alokasi anggaran pertanian dalam penanganan Covid-19

Jika pertanian cukup tangguh di tengah bencana termasuk bertahan di tengah pandemi ini, alokasi anggaran penanganan Covid-19 tak difokuskan ke potensi ini. Seperti tercantum dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2020 tentang Paket Kebijakan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi Bali. 

Juga dikutip dari Siaran Pers 23 April 2020, skema kebijakan penanganan dampak COVID-19 terhadap masyarakat dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS) dengan pagu anggaran sebesar Rp. 261.300.000.000 terdiri dari 2 Skema. 

Skema Pertama, penanganan dampak COVID-19 terhadap masyarakat miskin berbasis Desa Adat berupa Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dengan pagu anggaran sebesar Rp 149.300.000.000. Bantuan diberikan kepada Krama Desa Adat di 1.493 Desa Adat. Bantuan yang diberikan berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Skema Kedua, Penanganan dampak COVID-19 terhadap masyarakat miskin dengan pagu anggaran sebesar Rp. 112,0 milyar. Pagu anggaran tersebut digunakan untuk penanganan dampak COVID-19 berupa Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) kepada Kelompok Masyarakat terdiri dari 5 Paket.

Paket 1  untuk keluarga miskin yang tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Kartu Pra Kerja dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bantuan yang diberikan kepada kelompok penerima Paket 1 berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Rp 10.000.000.00.

Paket 2 untuk kelompok pekerja formal yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau yang dirumahkan tanpa dibayar oleh perusahaan bidang pariwisata, perdagangan, dan industri Rp 36.000.000.000

Paket 3 untuk kelompok pekerja informal (buruh lepas, sopir, dan tukang parkir) Rp 27.782.700.000.
 
Paket 4 untuk bantuan biaya pendidikan kepada siswa SD, SMP, SMA/SMK/SLB pada satuan pendidikan swasta, yang orang tuanya terkena dampak COVID-19, dengan mengganti biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) Rp 15.717.300.000.
 
Paket 5 adalah bantuan biaya pendidikan kepada mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri/Swasta yang orang tuanya atau yang bersangkutan terkena dampak COVID-19, berupa subsidi biaya pendidikan semester Rp 22.500.000.000.

Menunggu pandemi atau bergerak

Kapan turis akan datang lagi di Bali? Jika kenormalan baru mensyaratkan sejumlah hal seperti penurunan kurva dan kasus positif baru, kondisi di Bali penambahan kasus cenderung fluktuatif. Bahkan pada 2 Juli, malah rekor penambahan kasus baru 113 pasien dalam satu hari sejak awal pendataan 10 Maret 2020 lalu. Saat ini komulatif per 26 Juli 3219 kasus, dalam perawatan 601 kasus, sembuh 2570 kasus, dan 48 meninggal (2%).

Data ini, terutama kematian perlu dipertanyakan. Karena ada sejumlah kasus positif yang baru dipastikan setelah pasien meninggal namun tak tercatat dalam jumlah kasus meninggal.

Sampai kapan Bali atau Indonesia bisa dinyatakan bebas pandemi halnya Selandia Baru? Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, salah satu ahli epidemiologi Bali mengatakan kampanye turisme tidak bisa jalan bareng dengan penanganan Covid-19. “Saya juga pelaku usaha wisata, saya punya hotel, tapi saya tidak yakin warga asing diijinkan ke Bali karena mereka memantau angka-angka statistik,” urai dokter senior yang baru dilibatkan sebagai tim ahli tracing kasus oleh Pemprov Bali ini. 

Sebagai ahli kesehatan ia memilih setia pada analisis kesehatan dalam memberi masukan. Termasuk apakah Bali akan kembali ramai turis mulai pembukaan awal September nanti. 

Wirawan meyakini, turis mancanegara baru akan diijinkan oleh pemerintahnya untuk datang ke Bali bila terpenuhinya indikator-indikator epidemiologi. “Bukan dari pernyataan bahwa kita telah siap dengan protokol kesehatan,” ingatnya. Walaupun turis mancanegara mengatakan ingin ke Bali, tetapi bila tidak diijinkan oleh pemerintahnya, mereka tidak akan bisa datang.

Indikator-indikator epidemiologi tersebut adalah pertama, jumlah orang (bukan jumlah spesimen) yang ditest PCR swab, minimal 1 per 1000 penduduk per minggu. Jika penduduk Bali sekitar 4,6 juta maka targetnya sekitar 650 orang per hari tes swab PCR. Target ini akan tercapai jika penelusuran kasus optimal. Karena tidak sembarang orang bisa dites swab. 

Kedua, persen positif (positivity rate) stabil di bawah 5%. Tidak fluktuatif. Positivity rate adalah persentase dari pasien yang memiliki hasil tes positif Covid-19. Caranya menghitung jumlah positif dibagi jumlah yang dites. Ini sangat tergantung 

Dikutip dari artikel Kompas.com dengan judul “Melebihi Batas WHO, Positivity Rate Covid-19 di Indonesia 12,3 Persen, Apa Dampaknya?”disebutkan hingga 24 Juli 2020, ada 777.100 orang dites swab secara nasional. Ada 95.418 kasus infeksi positif, maka positivity rate secara total di Indonesia sekitar 12,3 persen. Artinya, setiap 100 orang Indonesia yang dites swab/PCR, akan ada 12 orang yang positif.

Ketiga, rata-rata jumlah orang kontak yang ditelusuri (tracing) dari satu kasus minimal 25 orang secara rata-rata dari keseluruhan kasus. “Dari penelusuran kontak kasus positif, Bali rata-rata 14 orang sementara standar WHO 25 orang,” sebut epidemiolog yang sebelumnya terkenal karena memberikan analisis data kasus HIV dan AIDS di Bali sejak awal ditemukan.

Keempat, reproduction rate (RT) atau angka penularan stabil di bawah 1. Ini dihasilkan dari modeling atau penghitungan memakai rumus disertai asumsi untuk menyimpulkan satu orang positif bisa menulari berapa orang? Angka ini di Bali diduga di bawah 1, namun perlu dipastikan lagi dengan data akurat. 

Menurutnya turis tidak akan diijinkan datang oleh konsulatnya jika RT di atas 1 dan positivity rate di atas 5. “Bila 4 indikator tersebut belum bisa kita capai dalam waktu lama, tidak terbayangkan kondisi penduduk Bali yang hidupnya tergantung dari sektor pariwisata,” imbuhnya.

Di laman pendataan kasus Covid-19 Bali, angka-angka indikator ini tak ditemukan. Hanya ada angka pertambahan kasus, meninggal, dalam perawatan, dan sembuh. Menurut Wirawan indikator-indikator ini sangat penting ditampilkan secara rutin. Kurangnya keterbukaan membuka data ini menurut Wirawan juga akan mempersulit Bali untuk meyakinkan turis asing datang. 

Kunci lain adalah pencegahan seperti penerapan protokol kesehatan. Alasannya, beda dengan SARS, virus penyebab Covid-19 ini berada di hidung dan tenggorokan, sehingga bersin atau bicara bisa menularkan jika berhadapan dengan orang yang positif. 

Menurutnya dibandingkan HIV yang waktu perawatannya lama, Covid-19 ini bisa ditangani cepat jika sejumlah syarat diikuti. Misalnya penemuan kasus aktif dengan tracing yang optimal, deteksi dan pengobatan dengan kepastian jumlah ruang perawatan, isolasi, dan karantina untuk orang tanpa gejala OTG). Masalah lain, jumlah OTG ini besar rata-rata 40% jika tak dikarantina, akan jadi biang kerok wabah dan sulit selesai.

Sebagai pulau kecil yang kondisi ekonominya tergantung pariwisata, menurutnya Bali harusnya bisa lebih progresif menangani pandemi ini. Kebijakan pusat juga tak serta merta bisa diterapkan di Bali karena beda persoalan. Misalnya di Bali tidak ada pabrik atau industri besar, yang dominan jasa pariwisata yang lebih sensitif pada penyakit menular dan bencana. 

“Tampaknya nunggu vaksin saja. Proyeksi kasus sulit karena data kurang akurat. Seperti ramalan cuaca, kalau data suhu, kelembaban, arah angin tidak akurat, ya ramalannya juga,” jelas Wirawan.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dokter Ketut Suarjaya mengatakan cara penelusurannya dengan tes swab pada hasil rapid reaktif. Sejauh ini, dari yang diswab, sekitar 30% positif PCR-nya. “Sebagian besar tidak bergejala,” sebutnya.

Hanya yang bergejala diisolasi dan dirawat di rumah sakit. Sedangkan positif tanpa gejala dikarantina. Ada enam tempat isolasi saat ini yakni Bapelkes, Hotel Ibis Kuta, Gran Mega, dan Hotel Ramada. Kapasitasnya 600 tempat tidur.

Ada 13 rumah sakit dengan kapasitas mencapai 585 tempat tidur ruang isolasi. “Selama ini terisi 250-300 bed,” jelasnya ditemui 22 Juli 2020. Sementara ruang karantina provinsi rata-rata terisi 250 bed, bahkan sempat 500 pada saat puncak kasus di awal Juli.

Ada juga yang karantina mandiri jika terkonfirmasi positif dan tanpa gejala. Dengan pengawasan oleh rumah sakit, desa adat, dan lainnya.

Suarjaya menyebut angka kesembuhan di Bali cukup tinggi, sekitar 74 persen. Angka kematian dinilai masih rendah meskipun sempat naik, sekitar 1,7 persen.

Ia menyebut tidak hanya mengobati di hilir, tapi juga mencegah di hulu. Lewat edukasi dan promosi sehingga mereka memahami bahwa COVID-19 ini bisa dicegah. “Kita jangan terlalu pesimis, paranoid dengan pandemi ini agar bisa menaikkan imun,” imbuh Suarjaya.

Jika  dlihat kasus per kasus, kematian dominan pada usia tua dan komorbid (dengan penyakit penyerta). Terbanyak ginjal, diabetes melitus, paru menahun, dan jantung. Umurnya di atas 45 tahun.

Naiknya kasus positif menurutnya karena beberapa hal, pertama karena disiplin yang kurang. Orang dengan risiko tinggi disebut disiplinnya rendah. “Sebenarnya banyak yang mungkin positif, tapi memang tanpa gejala. Tiap kita tracing, kita ketemu orang tanpa gejala. Jadi, makin banyak tracing ya makin banyak kita mendapatkan OTG,” sebut Suarjaya.

Situasi kesehatan ini makin menguatkan bahwa pandemi ini belum memperlihatkan titik akhirnya di negeri ini. Alih-alih promosi dan menggaet turis untuk plesiran, bukankah lebih realistis untuk menguatkan yang nyata dan beri harapan di tengah krisis bencana ini yakni bahan pangan. 

Masalah lain adalah, serapan pagan lokal dalam bantuan-bantuan bansos sembako sangat minim. Hal ini terangkum dalam diskusi publik daring melalui bertajuk “Cek Ricek Data Bansos Covid-19 di Bali dan Pemanfaatan Hasil Desa” yang digelar oleh kolaborasi sejumlah lembaga, Selasa sore (4/8/2020), antara lain Balebengong, Sakti Bali, LBH, dan AJI Denpasar. 

I Wayan Parmiyasa, Kabid Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial dan P3A Provinsi Bali menyatakan paket sembako tidak ditentukan pihaknya, namun pusat dan Pemprov. Padahal, penyerapan produk pangan lokal sangat penting mengingat anggaran untuk itu cukup besar. 

Dari data Dinsos Bali, penyerapan BPNT/bansos pangan/program sembako dari Kemensos di Bali untuk April dan Mei mencapai lebih Rp 51 miliar. Itu belum termasuk bantuan pangan yang bersumber dari provinsi, kabupaten, desa, maupun desa adat.

Nyoman Suma Artha dari Pasar Rakyat Bali mengatakan hasil pertanian lokal di Bali banyak yang tidak terserap di pasar. Padahal banyak yang membutuhkan. Karena itu ia ikut mendistribusikan dengan membeli dari petani untuk dijual, dan sebagian hasil diputar lagi untuk sumbangan ke dapur-dapur yang jadi relawan produsen nasi bungkus gratis.  [b]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.