Kerajinan tedung atau pajeng terkonsentrasi di kawasan Satria, Desa Paksebali dan Sampalan Tengah, Kabupaten Klungkung. Meski perajin tedung semakin menjamur, tapi tak jauh-jauh tersebar sekitar Puri Satria Kawan dan Puri Satria Kanginan. Perkembangan kerajinan ini menjadi mata pencaharian untuk masyarakat yang menekuni. Di balik perkembangannya, ada cerita kekerabatan yang tak bisa dilupakan.
Menurut Anak Agung Anom Suardana dari Puri Satria Kanginan mengatakan pembuatan tedung di daerah Satria tak luput dari keberadaan puri di Klungkung. Dulu tedung dibuat oleh semeton puri. Hal ini tak terlepas dari penggunaan tedung di Puri Klungkung yang digunakan di sana. Karena kekerabatan yang erat, semeton Puri Klungkung meminta semeton Puri Satria belajar membuat tedung. Dulu perajin tedung hanya dari kalangan Puri Satria.
“Kalau sekarang sudah banyak, seiring perkembangan masyarakat sekitar puri yang mau belajar menjadi perajin tedung,” kata Gung Anom.
Menurut Gung Anom, meski banyak masyarakat luar desa yang menekuni pembuatan pajeng ini, tak membuat kawasan satria berhenti menjadi sentral tedung. Tedung satria masih dikenal meski perajinnya banyak dari banjar dan desa tetangga. Karena banyak semeton puri yang menjadi penjual hasil kerajinan tedung dari masyarakat.
Salah satunya perajin tedung Komang Sumerti dari Banjar Pakel. Komang memulai usaha membuat tedung sejak tahun 2001 bersama suaminya. Dimulai dengan menjual rangka tedung. Rangka tedung adalah bagian penyusun tedung. Hingga tahun 2008 ia tertarik mencoba belajar membuat tedung secara utuh.
“Awalnya melihat-lihat tedung dulu di Puri Satria. Kok kayaknya bisa dipelajari, akhirnya saya belajar buat tedung di Jero Satria. Setelah bisa buat sendiri, coba menjadikan usaha di rumah, ternyata mulai ada orderan,” kata Sumerti.
Pada tahun 2008 ia mulai memasarkan dan mendapat orderan. Jualnya pun masih di sekitar pasar Satria. Komang memasok kios-kios tedung yang dimiliki oleh Anak Agung semeton dari puri satria. Sejak tahun 2008 hingga saat ini usaha tedung miliknya terus berkembang. Selain tetap menyuplai permintaan kios tedung di Satria, Komang juga menjual kerajinannya ke seluruh Bali dan luar Bali seperti ke Sulawesi dan Lampung.
Bersama 15 anak buah yang direkrutnya dari sekitar desa di Klungkung, ia paling tidak menyiapkan 20 kodi tedung per hari. Karena ia harus menyuplai lebih dari 10 pengepul yang tersebar di seluruh Bali. Hingga saat ini Sumerti memberikan harga jual tedung ukuran tanggung sebesar Rp 68 ribu/pasang ke pengepul.
“Biasanya pelanggan datang bergantian order, untuk 1 pengepul rata-rata akan order setiap 3 hari sekali,” katanya ketika dijumpai di tempat produksi tedungnya di Banjar Pakel, Sampalan Tengah.
Sejak awal ia belajar membuat tedung di Jero Satria, melihat ada beragam perkembangan motif dan ukuran. Dulu motif tedung ada polosan, ukurannya unyil, doglag, tanggung. Sekarang sudah ada ukuran agung. Kalau motifnya putih, kuning, merah, poleng, hitam, singapur, dan kaloke.
Membuat tedung diawali dengan membuat rangka. Kemudian diulat/dirakit, lalu dijemur sebentar sehingga bisa dijahit, kemudian ngrentengin/dihias. Hingga tahap terakhir pengemasan disetel per pasang. Baru kemudian diantar ke pelanggan atau diambil langsung ke tempat produksi.
Untuk memilih tedung yang bagus bisa dibedakan, dari ukuran dan jenis kayunya. Biasanya yang bagus menggunakan kayu kamper, dengan ukuran tedung agung harganya sampai di atas satu juta. Ia hanya membuat ketika ada pesanan. Karena harga yang mahal, jarang ada yang beli langsung.
“Rangka yang lebih tebal, ulatan yang lebih rapat itu menjadi pertimbangan menilai pajeng yang bagus,” lanjutnya memberi tips.
Perkembangan perajin tedung seperti Komang Sumerti menjadi jejak positif untuk masyarakat. Begitu juga Gung Anom merasa perkembangan perajin tedung di sekitar Satria membuat pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.