Masih ingat fenomena kerauhan di Bali yang semakin populer menghiasi lirik lagu bali? Kerauhan menjadi fenomena yang terasa semakin dekat. Sayangnya, masyarakat gagal melihat lebih jauh sebab musabab fenomena kerauhan ini. Seperti respon masyarakat pada persoalan kerauhan tadi, permasalahan yang serupa juga terjadi pada isu kesehatan mental, KDRT, dan ketimpangan ekonomi di masyarakat.
Tak terlepas juga terjadi kebanyakan masyarakat masih belum menganggap serius isu ini. Pada akhirnya respon itu menimbulkan adanya konflik dalam diri, keluarga, dan lingkungan sekitar, terlebih bagi penyintasnya.
Jika saja kita mau membedakan lebih jauh fenomena kerauhan sebagai gangguan psikologis dan bukan sebuah ritual yang entah sejak kapan ada di Bali. Banyak lapisan yang bersinggungan dengan fenomena psikologis ini. Misalnya, kondisi psikologis orang tua yang sudah tidak memiliki teman cerita. Atau pendamping yang menjadi tempat aman untuk bercerita tentang kasus perceraian dalam rumah tangga.
Selain itu, di masa sekarang ada banyak kasus-kasus kekerasan baik dalam rumah tangga dan masyarakat yang belum dapat terselesaikan. Kondisi-kondisi semacam ini merupakan persoalan yang bisa kita temui dimana saja dan memerlukan penanganan bersama. LBH Bali Women Crisis Center bersama warga di Desa Penatahan menyepakati persoalan ini terjadi akibat kurangnya akses pengaduan dan layanan hukum di tingkat dasar.
Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan memiliki warga yang mayoritas sebagai petani. Meski tidak semua warga masih memiliki lahan untuk dikelola sehingga ada juga yang menjadi buruh tani, pekerja lepas, dan bidang profesi lainnya. Namun bukan berarti tidak tersentuh permasalahan sosial-psikologis ini. Sebagai bentuk kepedulian warga Penatahan terhadap persoalan ini, berpusat di Banjar Kekeran dirintislah sebuah ruang dengan nama Kubu Bali WCC.
Bersamaan dengan itu, dilatih juga para warga menjadi paralegal. Paralegal adalah pendamping sebaya menangani kasus kekerasan sesama warga khususnya di Desa Penatahan. Kubu Bali WCC hingga saat ini menjadi ruang diskusi dan kegiatan kreatif, serta pelatihan paralegal.
Paralegal menjadi akses pengenalan terdekat isu-isu sosial, psikologi dan kesetaraan. Di Desa Penatahan, hampir semua pemangku kebijakan sudah mengikuti pelatihan paralegal. Hanya saja paralegal ini baru ada di Banjar Kekeran, belum ada pos pengaduan di masing-masing banjar di Desa Penatahan.
Untuk penanganan yang lebih merata di setiap banjar Desa Penatahan, tercetuslah ide untuk merintos biro konsultasi. Melalui inisiasi paralegal bersama LBH Bali WCC memberi penanganan persoalan isu kesehatan mental, pemberian pelayanan hukum yang layak di Desa Penatahan. Termasuk menjadi ruang bercerita untuk masyarakat yang dijalankan oleh paralegal. Begitu juga pihak Desa Penatahan.
Biro konsultasi yang dibentuk di desa ini bisa digunakan sebagai ruang aman kepada para masyarakat yang membutuhkan. Dengan terjaminnya kerahasian dan permasalahan masyarakat juga akan terjaga.
Biro konsultasi juga menjawab kesulitan para warga yang selama ini ingin tempat aman untuk bercerita dan didengarkan keluh kesahnya. Sekaligus menjadi jembatan antara masyarakat dengan paralegal dan paralegal dengan LBH Bali WCC. Kemudian melalui satu pintu ini permasalahan masyarakat bisa tertangani sesuai dengan prosedur yang ada. Misalnya, jika setelah berkonsultasi warga merasa memiliki permasalahan psikis maka akan disediakan layanan psikologis yang terjadwal.
Inisiator Ni Nengah Budawati menerangkan, layanan sosial-psikologis ini memberikan konsultasi gratis terkait advokasi, layanan bantuan hukum, pemberdayaaan ekonomi kreatif. Ketersedian ruang aman seperti Biro Konsultasi sejauh ini memang sudah berjalan dan disambut baik oleh warga di sekitar Desa Penatahan. Walaupun belum ada nama resmi seperti Biro Konsultasi, tapi semua warga mengetahui informasi tersebut dari mulut ke mulut.
Warga juga saling bertukar informasi terkait layanan lain yang disediakan oleh pihak LBH BWCC yang bekerjasama dengan pemangku kebijakan setempat. Sehingga paralegal di setiap desa yang sudah mendapatkan pelatihan dari LBH Bali WCC juga bisa membantu proses penanganan kasusnya.
Namun sejauh ini masih banyak warga yang belum terbiasa dengan ruang aman ini. Prajuru Adat Desa Penatahan, I Nyoman Sugiarta mengungkapkan warga masih malu untuk datang berkonsultasi terkait permasalahannya. Akibatnya permasalahan yang berlarut-larut tak tertangani dengan baik. Besar harapan Sugiarta agar setiap banjar bisa memiliki tim khusus untuk menjalankan Biro Konsultasi ini. Ia menyarankan bisa dipusatkan di satu tempat seperti, Kantor Kepala Desa.
Kepala Dusun Kekeran, I Made Agustiana, menyampaikan adanya ruang aman seperti layanan yang diberikan oleh LBH Bali WCC memang membantu permasalahan warga. Banyak permasalahan yang tertangani seperti, perceraian, perkawinan, pengangkatan anak, dan pemberdayaan bagi masyarakat melalui komunitas yang dibentuk oleh BWCC.
Di sisi lain ia berharap biro konsultasi ini memang sebaiknya dipusatkan di Kantor Kepala Desa Penatahan. Berdasarkan pengalaman sehari-harinya bekerja di Kantor Kepala Desa memang seringkali mendapatkan laporan permasalahan dari masyarakat, namun belum terfasilitasi dengan baik.
Ternyata manfaat layanan konsultasi ini dirasakan hingga desa lain di sekitarnya seperti Desa Rejasa. Kepala Wilayah Desa Rejasa, I Ketut Gunada yang juga turut sebagai salah satu paralegal LBH BWCC mengakui dapat membantu warganya yang memiliki permasalahan terkait hukum dan psikologis. Kemampuan yang ia dapatkan miliki sebagai paralegal menjadi jembatan antara warga dengan LBH BWCC. Ia berharap Biro Konsultasi seperti ini ada di desa lain juga, misalnya diadakan setiap hari Jumat di Kantor Desa. Kemudian difasilitasi oleh perangkat desa yang sudah diberikan pelatihan paralegal.
Tak hanya layanan hukum dan pendampingan psikologis saja. Namun adanya pemberdayaan ekonomi kreatif juga tersedia. Sebab banyak juga warga yang merasa bosan dengan rutinitas sehari-hari. Maka dapat mengembangkan kreatifitasnya di Kubu Bali WCC.
Selain itu, dibuka juga pelatihan paralegal untuk meningkatkan kemampuan warga lainnya yang disediakan oleh LBH Bali WCC.
Biro konsultasi ini juga bisa memberikan ruang kepada para lansia untuk bercerita. Sebab selama ini pembangunan di desa sering melupakan usia rentan ini.
Lansia sering merasa sudah tidak diperhatikan lagi, padahal mereka juga ingin dilibatkan. Misalnya Bali WCC melibatkan para lansia dalam komunitas untuk memasak, sehingga para lansia juga akan berdaya. Maka dengan adanya biro konsultasi ini, masayarakat bebas bercerita terkait pernasalahannya dan bersama mercari solusinya.