• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Sunday, November 2, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Sekolah Inklusi, Bukan Sekadar Menerima, Tapi Siap untuk Semua Anak

I Gusti Ayu Septiari by I Gusti Ayu Septiari
31 October 2025
in Berita Utama, Kabar Baru
0 0
0
TK Indra Prasta

Mendengar kata inklusi membuat saya teringat percakapan dengan Virgin, ibu dari seorang anak kondisi autism spectrum disorder (ASD). Saya bertemu Virgin pada bulan Juni lalu, ketika anaknya, Nala, berusia 5 tahun.

Virgin baru mengetahui kondisi Nala pada saat anaknya berusia 2.5 tahun. Sebelumnya, kondisi Nala seperti anak pada umumnya, aktif bernyanyi dan berbicara. Namun, ketika usianya 2.5 tahun, Virgin menyadari perubahan Nala. Nala tak lagi menoleh ketika dipanggil, intensitas permainannya pun semakin sedikit.

“Yang punya spektrum yang sama kayak Nala tuh jarang banget di Bali,” kata Virgin. Ketika bertemu langsung, Nala terlihat seperti anak-anak pada umumnya. Ia menyapa saya sembari melambaikan tangan dan mengenalkan diri dengan malu-malu. Menurut penuturan Virgin, Nala kesulitan dalam interaksi sosial, dia tidak berteman dan tidak bersosialisasi. Dalam keseharian, Nala lebih banyak bermain dengan kakaknya.

Virgin beberapa kali mencoba memasukkan Nala ke sekolah berkebutuhan khusus. “Kebanyakan tuh cowok dan spektrumnya kelihatan gitu,” ujarnya. Mencoba ke beberapa sekolah, kebanyakan anak yang ditemui memiliki spektrum yang jauh di atas Nala.

Akhirnya, Nala disekolahkan di Cahaya Bangsa, Jimbaran. Sekolah ini memiliki Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Tempat Penitipan Anak (TPA), sekaligus terapi. Usia antara Nala dengan saudaranya yang tak terpaut jauh membuat Virgin menyekolahkan Nala dan kakaknya di sekolah yang sama.

“Jadi dia pagi terapi dulu 2 jam, terus sekolah 10.30 sampai jam 13.00, terus jam 13.00 sampai jam 17.00 day care,” ungkap Virgin. Hatinya sedikit lega ketika Nala satu sekolah dengan kakaknya karena setidaknya ada yang menjaga Nala di sekolah. Namun, saat ini sekolah mereka sudah terpisah karena kakak Nala telah masuk Sekolah Dasar (SD).

“Nanti mudah-mudahan pas (Nala) SD bisa bareng lagi,” harap Virgin. “Susah ya kalau mau ngomong. Namanya aja anak special needs. Jadi susah banget nyari sekolah, terutama di Bali ya,” imbuhnya. Ia membandingkan kondisi sekolah inklusi di Bali dengan Surabaya, Jakarta, dengan kota-kota besar lainnya yang memiliki lebih banyak pilihan sekolah.

Sekolah inklusi di Bali

Sekolah yang menerima beragam kondisi anak hanya bisa diketahui melalui data peserta didik berkebutuhan khusus. Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi hingga 28 Oktober 2025 menunjukkan terdapat 3.065 peserta didik berkebutuhan khusus di Bali dari total 653.739 peserta didik. Jumlah ini mencakup semua jenjang, dari PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan di luar sekolah formal.

Neurodiversitas masih menjadi istilah yang asing dalam dunia pendidikan. Pengajar lebih mengenal istilah medis seperti autisme, ADHD, atau disleksia. Peserta didik yang memiliki cara belajar dan kerja otak berbeda kerap kali dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas.

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Formal, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi juga masih menggunakan istilah penyandang disabilitas. Dalam aturan tersebut, penyandang disabilitas dimaknai sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Disabilitas fisik berbeda dengan anak yang memiliki spektrum neurodiversitas. Neurodiversitas berkaitan dengan cara kerja otak seseorang, sehingga kerap kali perlu dilakukan observasi maupun diagnosis untuk mengetahui kondisi anak. Meski begitu, diagnosis bukan satu-satunya cara mengakui keberagaman otak manusia.

Jauh sebelum istilah neurodiversitas terdengar di Indonesia, salah satu sekolah di Kuta telah menerima berbagai kondisi anak sebagai peserta didik. Indra Prasta memiliki layanan pendidikan untuk PAUD dan TK. Lokasinya berada di Jl. Bypass Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.

Usia sekolah ini sudah setengah abad, berdiri sejak tahun 1975 dan masih eksis hingga saat ini. Sejak tahun 2021, Wayan Leniasih menjabat sebagai Kepala Sekolah, setelah 20 tahun lamanya ia bergabung di sekolah tersebut. “Kita menerima siapa pun, warga mana pun, yang penting sesuai dengan usia yang kita layani,” ujar Leni ketika ditemui di Indra Prasta (29/10).

Peserta didik di TK Indra Prasta

Di Indra Prasta ada lima rombongan belajar (rombel) untuk TK, satu rombel untuk kelas khusus, dan satu rombel untuk PAUD. Kelas khusus merupakan hasil kerja sama Indra Prasta dengan Yayasan Sahadewa.

Pada penerimaan peserta didik baru, Indra Prasta menyediakan asesmen untuk memahami kemampuan, kebutuhan, dan perkembangan anak. Sekolah meminta orang tua memberikan informasi yang valid tentang kondisi anak. Sayangnya, sering terjadi ketidaksesuaian dalam tahap ini. Dalam beberapa waktu, Leni mengungkapkan orang tua kerap tidak jujur tentang kondisi anak. “Ada orang tua yang memang terus terang dengan keadaan anaknya, ada juga yang menyembunyikan,” ungkapnya. Leni menambahkan bahwa informasi kondisi anak sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Orang tua yang mengakui kondisi anaknya yang beragam akan dipertemukan dengan psikolog dari Yayasan Sahadewa untuk dilakukan diagnosis. Awalnya, Yayasan Sahadewa hanya menyediakan psikolog untuk peserta didik di Indra Prasta. “Dari segi SOP, kita mensosialisasikan bahwa kita menerima dan kita siap membersamai mereka layaknya anak-anak lainnya dan tidak membeda-bedakan,” ujar Leni. Namun, seiring berjalannya waktu, kerja sama yang dijalin berupa penyediaan kelas khusus yang berisi anak-anak dengan spektrum neurodiversitas.

Kelas khusus yang diisi oleh pengajar dari Yayasan Sahadewa sudah ada sejak tahun 2022. Saat ini, kelas khusus terdiri dari enam peserta didik dengan pendamping sebanyak tiga orang. Ini berbeda dengan kelas reguler yang hanya membutuhkan satu orang pengajar. Dari segi biaya pun berbeda, kelas khusus membutuhkan biaya Rp2 juta per bulan, sedangkan kelas reguler hanya Rp350.000 per bulan.

Proses belajar di kelas reguler

Selain jumlah pengajar dan biaya yang berbeda, latar belakang pendidikan tenaga pengajar pun berbeda. Kelas khusus diisi oleh psikolog yang direkrut oleh Yayasan Sahadewa, sehingga pendekatannya memahami dan membantu aspek emosional dan perilaku anak. Berbeda dengan kelas reguler yang diisi oleh guru dengan latar belakang pendidikan usia dini, perannya mengajar dan menstimulasi pendekatan anak. Seiring berjalannya waktu, tenaga pengajar di kelas khusus dan kelas reguler saling berkolaborasi dan memahami dengan berbagi seusai kelas.

Meski ada kelas khusus, beberapa anak neurodiversitas tergabung dalam kelas reguler. Leni menjelaskan hal ini terjadi karena dua alasan, yaitu kondisi anak dengan spektrum ringan – sedang dan kehendak orang tua. Dalam beberapa momen, anak dengan kondisi neurodiversitas telanjur masuk dalam kelas reguler karena orang tua tidak terus terang dengan kondisi anak di awal. Kondisi anak biasanya disadari oleh guru ketika kelas berlangsung.

Dari lima rombel kelas reguler di Indra Prasta, Leni mengaku setiap rombel memiliki anak dengan spektrum neurodiversitas. Leni mengajak saya masuk ke setiap rombel. Suara ramai langsung menyapa begitu masuk ke area sekolah. Indra Prasta berdiri di atas lahan 31 are, area depan merupakan ruang guru, area tengah diisi ruang kelas, area belakang diisi tempat bermain dan kelas inklusi.

Setiap kelas sedang mempelajari hal yang berbeda. Hanya satu kondisi yang sama, yaitu siswa aktif bermain. Leni menunjukkan siswa dengan spektrum neurodiversitas di tiap kelas reguler. Di satu kelas, ada anak yang menyendiri dan tidak bersosialisasi dengan temannya. Namun, di kelas lain, anak dengan spektrum neurodiversitas yang ditunjuk Leni justru aktif bermain dengan anak lainnya.

Leni memahami bahwa setiap orang memiliki cara kerja otak yang berbeda. Perbedaan ini paling tampak pada ABK. Sejak pandemi Covid-19, Leni mengatakan ada lonjakan penerimaan peserta didik yang berkebutuhan khusus. Dari yang jumlahnya 7 menjadi 10, belum termasuk ABK yang ada di kelas reguler.

Meningkatnya jumlah ABK membuat Leni menyadari pentingnya kemampuan guru untuk menghadapi ABK. Guru mungkin sudah mengetahui cara menghadapi anak yang pendiam, suka tantrum, dan kondisi lainnya. Namun, ia menyadari ada teknik dan strategi yang berbeda ketika menghadapi ABK.

Sekolah berkebutuhan khusus di Bali

Dibanding menyekolahkan anak di sekolah umum, beberapa orang tua memilih menyekolahkan anaknya di sekolah berkebutuhan khusus. Salah satunya Yamet Child Development Center, berlokasi di Jalan Puputan, Renon, Denpasar. Ketika mengunjungi Yamet Child Development Center, tampak beberapa orang tua dan pengasuh peserta didik tengah duduk menunggu kelas usai. Kondisi ini berbeda dengan Indra Prasta yang nihil adanya orang tua menunggu.

Ruang tunggu Yamet Child Development Center

Bukan hanya sekolah, Yamet turut menyediakan pusat terapi bagi anak-anak dengan spektrum neurodiversitas. Di lorong bangunan Yamet terdapat tiga ruangan yang dibagi berdasarkan kemampuan peserta didik. Setiap kelas memiliki suasana yang berbeda. Kelas 1 dan 2 yang kami masukin penuh dengan keramaian anak-anak. Sementara, kelas 3 lebih tenang. Masing-masing ruang kelas dibagi lagi menjadi sekat kecil, dibagi berdasarkan jenis kelamin anak. Dalam satu bilik ruangan ada satu guru yang mendampingi.

Anak-anak tidak fokus baca baca, tulis, dan hitung, tetapi fokus pada pemahaman. Meski dikategorikan sebagai ABK, anak-anak tersebut memiliki kemampuan khusus. Salah satu guru menunjukkan hasil karya seorang siswa yang lihai menggambar karakter. Gambarnya sangat rapi, bahkan dipoles dengan sekali goresan.

Wulan dan Lita merupakan dua di antara enam guru yang mengajar di Yamet. Sebelum menjadi guru, mereka telah menempuh pendidikan sebagai tenaga pendidik. Terkhusus Lita, ia mengambil jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) semasa kuliah di Surabaya. Meski guru lain tidak menempuh pendidikan khusus seperti Lita, guru-guru yang mengajar di Yamet diharuskan melalui beberapa proses. Salah satunya adalah observasi selama tiga bulan untuk mengetahui dan memahami metode pembelajaran yang digunakan. Ada juga sistem rolling, sehingga para guru bergantian mengajar kelas satu dan kelas lain.

“Mungkin karena anak-anaknya ini sangat spesial ya, jadi cara nge-handle tiap anaknya sih yang kadang jadi tantangan bagi kita semua,” ungkap Wulan ketika ditemui di Yamet (28/10). Hal mendasar yang dilatih di Yamet adalah melakukan instruksi sederhana, seperti duduk dengan tenang. Meskipun terdengar sederhana, Wulan dan Lita mengakui ini sulit dilakukan beberapa anak. Peserta didik juga dilatih kebiasaan sehari-hari, seperti memasang sepatu, ke toilet, dan kebiasaan lainnya. “Jadi, harapannya itu ketika mereka sudah dewasa, mereka bisa mandiri,” ujar Lita. 

Sama seperti Indra Prasta, Yamet uga menerapkan asesmen dengan orang tua untuk mengetahui kondisi anak. Bedanya, sejak awal orang tua akan berhubungan dengan konsultan dari psikolog. “Jadi yang ngasih saran nanti itu konsultannya, butuh terapi atau nggak,” ungkap Lita.

Biaya sekolah khusus mencapai lebih dari dua kali lipat kelas reguler di Indra Prasta, yaitu Rp847 per bulan. Namun, biaya ini terbilang lebih rendah dibandingkan kelas inklusi di Indra Prasta. Selain biaya per bulan, ada uang pendaftaran yang dibayarkan pada awal masuk, yaitu Rp16 juta.

Usai kegiatan pembelajaran, beberapa anak mengikuti sesi terapi. Ada terapi perilaku, terapi bicara, terapi okupasi, dan sensori integrasi. Setelah sesi terapi, terapis akan mendatangi orang tua yang tengah menunggu. Orang tua diberikan penjelasan terkait perkembangan anak. Selain itu, orang tua diberikan tugas dan instruksi latihan yang dapat diberikan di rumah. “Jadi dukungannya dapat dua-duanya. Di sekolah dapat, di rumah juga,” ujar Lita.

Di Indonesia, termasuk Bali, sekolah inklusi kerap dimaknai sebagai sekolah yang menerima ABK maupun disabilitas. Sekolah ini biasanya dibalut dengan nama Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal, sejak tahun 2009 telah ada Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 dan kini digantikan Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa siapa pun berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan, akses, dan layanan pendidikan yang bermutu, serta terciptanya penyelenggaraan pendidikan yang saling menghargai. Dalam Panduan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif, inklusi dimaknai sebagai sebuah pola pikir bagaimana memberi kesempatan kepada semua anak, salah satunya untuk belajar di kelas yang sama.

Namun, penelitian Saputri berjudul Eksklusivitas Pelayanan Pendidikan Inklusif di sekolah reguler Yogyakarta menunjukkan pendidikan inklusi malah membentuk sikap eksklusivisme baru bagi siswa ABK. Ketidakmampuan sekolah dalam memenuhi kebutuhan siswa ABK justru menimbulkan pelayanan diskriminasi. Maka dari itu, kesiapan penyelenggara sekolah juga diperlukan dalam hal ini.

Sekolah inklusi bukan sekadar sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi dimaknai sebagai sekolah yang disiapkan untuk semua anak, mulai dari sistem, kurikulum, dan sikap guru yang fleksibel terhadap keberagamaan. Indra Prasta bisa menjadi salah satu cerminan sekolah inklusi sejak lama, bahkan sebelum kehadiran kelas khusus.

situs slot
Tags: ABKanak berkebutuhan khususkondisi sekolah inklusineurodiversitassekolah inklusisekolah inklusi di Bali
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
I Gusti Ayu Septiari

I Gusti Ayu Septiari

Suka mendengar dan berbagi

Related Posts

Perjuangan Inklusif melalui Konsep Neurodiversitas

Perjuangan Inklusif melalui Konsep Neurodiversitas

29 October 2025
Next Post
Pernyataan Sikap Forum Alumni Unud terhadap Kasus Meninggalnya TAS

Pernyataan Sikap Forum Alumni Unud terhadap Kasus Meninggalnya TAS

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Pernyataan Sikap Forum Alumni Unud terhadap Kasus Meninggalnya TAS

Pernyataan Sikap Forum Alumni Unud terhadap Kasus Meninggalnya TAS

31 October 2025
Sekolah Inklusi, Bukan Sekadar Menerima, Tapi Siap untuk Semua Anak

Sekolah Inklusi, Bukan Sekadar Menerima, Tapi Siap untuk Semua Anak

31 October 2025
Festival Kekeruyuuuk: Wujud Perayaan Kesejahteraan Hewan dan Ekosistem Pangan

Festival Kekeruyuuuk: Wujud Perayaan Kesejahteraan Hewan dan Ekosistem Pangan

30 October 2025
Negoisasi Global untuk Pengurangan Produksi Plastik terus Berlangsung

Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berpotensi Mengancam Lingkungan dan Keuangan Negara

30 October 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia