Saya mencoba mereview kembali mengapa saya memutuskan untuk akhirnya masuk di komunitas ini, tepatnya di Komunitas Wikimedia Denpasar. Apa itu?
Komunitas ini didirikan pada Agustus 2019, hampir setahun lalu, karena keprihatinan tiadanya bahasa Bali dalam ensiklopedi digital terbesar di dunia, yakni Wikipedia. Padahal, sudah tiga proposal dilayangkan rekan-rekan Wikimedia Indonesia ke Yayasan Wikimedia pada 2006, 2007 dan terakhir 2010.
Hampir selama 14 tahun bahasa Bali menjadi bahasa yang tidak dikenal di Wiki dan tidak ada yang mengembangkan atau bahkan berniat untuk menggunakan Wikipedia sebagai ruang untuk menyelamatkan bahasa Bali. Sungguh aneh dan ironi.
Awalnya saya juga tidak mengetahui terlalu banyak tentang Wikipedia bahasa daerah. Saya kecemplung masuk komunitas Wikipedia Bahasa Indonesia saja karena ketidaksengajaan. Alasan lainnya karena rasa ingin berbagi tentang informasi terkait dunia sepak bola dan pembagian administratif suatu negara.
Itu terjadi tahun 2017 lalu. Sudah cukup itu saja, pikir saya.
Pada Mei 2018, saya diundang menghadiri ESEAP Conference 2018 di Sanur, Bali. Awalnya juga hanya ingin menambah wawasan tentang seberapa besar komunitas Wikipedia itu sendiri dilingkup Asia Pasifik, sesuai judulnya East, South East, Asia Pasific Conference 2018.
And, yes, its blow my mind.
Pesertanya kurang lebih 50 orang. Sebagian besar tidak mengenal begitu banyak tentang Bali. Bahkan beberapa baru pertama kali menginjakkan kakinya di pulau Bali. Namun, kontribusi mereka tentang dunia melalui Wikipedia luar biasa.
Di sana saya bertemu Wikipediawan yang mengembangkan bahasa Tetun, bahasa asli penduduk Timor Leste. Selain itu ada Joseph “Jojit” Ballesteros, pengembang wikipedia bahasa Tagalog, salah satu bahasa daerah di Filipina. Ada juga teman2 dari Wikipedia bahasa-bahasa yang untuk pertama kali juga saya dengar. Filipinayzd, wikipediawan bahasa Bikol, misalnya.
Semangat mereka untuk berbagi dan terus menerus mencoba menularkan informasi membuat saya kagum pada sosok-sosok ini. Hal yang saya sesalkan, tidak ada satupun komunitas dari Bali yang ikut serta dalam kegiatan ini, kecuali saya yang menjadi tamu “tak diundang”, hanya karena saya aktif mengulik-ulik di Wikipedia sebentar saja.
Saya sedih dan malu sebenarnya. apa mau dibanggakan coba? Di Bali tidak ada komunitas serupa dan lagi tidak ada Wikipedia yang melambangkan nilai-nilai dan budaya Bali sendiri dalam bahasanya. Padahal saya sendiri juga bukan “orang Bali”.
Alasan pertama inilah, yang kemudian menjadi alasan utama saya mencoba menghidupkan kembali sebuah ensiklopedi digital bersama dengan bahan dasar bahasa ibu saya,
bahasa Bali. Ini sekaligus
merawat bahasa daerah itu sendiri dalam dunia digital.
Kesulitan pertama bahasa daerah itu dipelajari adalah karena kurangnya medium untuk berbagi dan belajar di internet. Dunia digital (internet dan media sosial), dunia yang kini ada dalam genggaman Anda, dikuasai bahasa yang terlalu dominan. Jika tidak bahasa Inggris ya bahasa Indonesia. Sepertinya tidak ada tempat disana untuk bahasa daerah.
Padahal, ternyata ada, dan itu di Wikipedia.
Repositori Budaya Daerah
Alasan kedua, menjadi repositori budaya daerah itu sendiri. Repositori di sini berarti menjadi kumpulan berbagai artikel dan narasi tentang kekayaan budaya daerah itu sendiri, (dan juga harapannya kekayaan budaya orang lain) dalam bahasa daerahnya sendiri. Fungsinya tidak lain untuk menggugah emosi dan kebanggaan tersendiri dari suku bangsa itu sendiri. Bukankah kekayaan bahasa menjadi salah satu kebanggaan suatu bangsa?
Coba katakan ke setiap orang Indonesia bahwa mereka memiliki setidaknya lebih dari 17.600 pulau, 300 kelompok etnik atau suku bangsa
, 652 bahasa daerah, pasti semua merasa bangga. Namun, jika ditanya, berapa banyak kelompok etnik dan bahasa daerah yang Anda tahu dan kuasai? Mungkin jawabannya sedikit..
Kebanggaan kita semu, bangga “memiliki” tapi tidak sejalan dengan rasa bangga merawat dan menghargai… Kebanggaan itu akan berlahan-lahan hilang setelah kekayaan itu lama-lama tergerus karena tiada yang menjaga dan merawatnya. Untuk alasan inilah repositori kekayaan budaya dan bahasa itu dijaga dalam bentuk ensiklopedia digital pertama dan terbesar, Wikipedia. Anak cucu kita nantinya masih dapat membaca karya-karya leluhur mereka dalam bahasa mereka sendiri.
Saya teringat perkataan seorang
stand-up komedian dari Afrika Selatan yang berkata,
“If you talk to a man in a language he understands, that goes to his head. If you talk to him in his language, that goes to his heart.” –
Nelson Mandela, dikutip di buku karya
Trevor Noah,
Born A Crime: Stories from a South African Childhood.
Berkomunikasi menggunakan bahasa yang orang itu kuasai akan menyentuh lebih dari sekadar memori dan ingatannya, juga menyentuh hatinya. Katakan saja, seperti orang Eropa atau Amerika yang dapat berbahasa Bali dan berbicara dengan orang Bali akan membuat decak kagum orang lain, tidak hanya lawan bicaranya.
Hipotesis Sapir-Whorf dalam teori linguistik relativitas juga mengatakan bahwa ada hubungan kuat antara bahasa, budaya, dan pikiran seorang penutur. Dalam proses berbahasa, terbukti bahwa kondisi dan budaya seseorang sangat mempengaruhi bahasa yg digunakan dalam komunikasi.
Jadi, membuat Wikipedia Basa Bali adalah cara saya pribadi menghormati dan mempelajari kebudayaan Bali dalam dunia digital. Memperkaya sekaligus merawatnya dalam suatu wadah ensiklopedi digital yang dapat diakses kapan saja, di mana saja dan oleh siapa saja.
Wadah Bersama
Alasan ketiga, menjadi wadah bersama bagi penutur jati bahasa Bali (tidak hanya yang di Bali). Sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, tukar pikiran, membentuk komunitas dan kemudian berbagi pengetahuannya dalam wadah ensiklopedi digital bersama yang dapat disunting dan terus menerus diperbarui bersama. Seperti wadah yang akan terus menerus berkembang sesuai dengan kemauan dan kemampuan sang penutur jati itu sendiri.
Internet, di sisi lain, setidaknya membuka mata saya, telah membawa dampak negatif dalam hal perbedaan bahasa. Bahasa yang dipertuturkan secara digital menjadi terbatas pada bahasa yg diharapkan dapat dimengerti semua individu sehingga dengan sendirinya harus menggunakan bahasa dominan yang kemudian merajai dunia digital. Masalahnya, bahasa yang dominan tersebut belum tentu dapat menterjemahkan rasa bahasa yang sama dgn bahasa yang dipertuturkan oleh suku bangsa minoritas.
Di sini peran Wikipedia menjadi jembatan tersebut. Jadi banyak juga, ya?
Lalu? Sekarang, saya boleh sedikit berbangga. Pada Agustus 2019, resmi dibentuk
Komunitas Wikimedia Denpasar, suatu wadah bersama untuk membentuk Wikipedia Basa Bali yang ketika itu masih di inkubator. Dua bulan kemudian, pada 14 Oktober 2019,
Jon Harald Søby, ketua komite bahasa Wikimedia menyetujui Wikipedia Basa Bali lahir dari rahim inkubator setelah 14 tahun vakum di sana.
Rekan-rekan yg berjasa besar antara lain:
Biyanto R,
Raymond,
Carma Citrawati,
Bayu,
Nadiantara Wayan,
Siti Noviali, Luhdeeima,
Ayu Sulastri,
Thanasis Soultatis, Tjahja,
Angga Buana, @Chinamoonroll,
Yordan Nugraha, @Glorious Engine, @Wira rhea, @Eka343 dan masih banyak lagi rekan2 yang sudah mengikuti berbagai Wikilatih dan turut menyumbang artikel di Wiki.
Saya, paling tidak, tidak malu lagi bertemu rekan2 diatas, dapat berbangga nantinya jika orang Bali sendiri dapat mengirimkan wakilnya dalam komunitas internasional Wikimedia dan bangga dengan bahasanya sendiri. Sementara saya di sini cukup senyum-senyum kecil melihat hasil jerih payah bersama ini dalam dunia digital semakin hari semakin dihargai. [b]