Hanya 39 persen pekerja seks menawarkan dan menggunakan kondom.
Begitulah hasil survei perilaku Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Denpasar. KPA Denpasar menemukan hanya 39 persen pekerja seks yang konsisten menawarkan dan menggunakan kondom dengan pelanggannya dalam seminggu terakhir. Sebagian besar alasannya tidak enak, pasangan menolak kondom yang ditawarkan, dan pasangan mengancam batal bertransaksi.
“Penggunaan kondom secara konsisten masih rendah karena pelanggan masih tinggi penolakannya,” ujar Tri Indarti, Sekretaris KPA Denpasar.
Menurut target dan idealnya, penggunaan kondom secara konsisten adalah 60 persen untuk mampu menurunkan risiko penularan HIV, virus penyebab AIDS. Survei ini dilakukan Maret lalu dengan metode acak. Respondennya 240 pekerja seks langsung di delapan lokalisasi di Denpasar.
Menurut hasil survei, pengakuan penggunaan kondom tertinggi hanya di hubungan seks terakhir. Sebanyak 80 persen pekerja seks menyatakan menawarkan dan menggunakan kondom pada hubungan seks terakhirnya dengan pelanggan.
“Akses kondom sangat mudah dibeli dan ada yang bahkan gratis kita kasih,” ujar Tri. Namun hal ini belum mendongkrak peningkatan penggunaan kondom secara konsisten karena tahun lalu angkanya juga tak melebihi 40 persen.
Mabuk
Tri mengatakan sekitar 30 persen kondom yang beredar di lokalisasi adalah pemberian pemerintah. Menurut responden, selain mudah dibeli harganya pun murah. Penyebab rendahnya capaian penggunaan kondom, menurut survei, ini ada 5 persen responden yang mengaku mabuk pada saat melakukan hubungan seks.
Pengetahuan pekerja seks ini tentang kondom dari bos atau petugas lembaga swadaya masyarakat (LSM) dinilai cukup karena penyuluhan diadakan rutin dua bulan sekali. Selain itu ada juga pemeriksaan kesehatan rutin tiga bulan sekali ke klinik khusus atau Puskesmas yang sudah bekerja sama dengan KPA.
“Walau pengetahuan cukup, tapi belum sepenuhnya bisa mengubah perilaku mereka,” kata Tri, perempuan yang kerap keluar masuk lokasi seks di Denpasar ini.
Untuk mencegah penyakit menular seksual, menurut survei, pekerja seks melakukan injeksi di luar layanan kesehatan sebanyak 3 persen. Selain itu sebanyak 49 persen minum antibiotic tanpa resep untuk mencegah dan mengobati penyakit kelamin.
Rata-rata usia pekerja seks masih muda yakni 26-35 tahun (48 persen) disusul usia 15-25 tahun (33 persen). Dari segi pendidikan, terbanyak tamat sekolah dasar 42 persen, lalu SMP dan hanya 10 persen tamat SLTA. Lama bekerja terbanyak di atas 13 bulan.
Sebagian besar mengaku mendapat pelanggan rata-rata 10 orang dalam seminggu terakhir. Namun ada 10 persen pekerja seks mengaku mendapat 21-30 pelanggan per minggu.
Salah satu pengelola lokasi transaksi seks di Sanur, sebut saja, Kadek Wira mengatakan pihaknya sudah menyepakati komitmen mewajibkan pemakaian kondom. Namun para bos tidak mengetahui kesepakatan-kesepakatan di dalam kamar.
“Saya minta semua cewek mewajibkan pelanggannya pake, tapi kita tidak bisa kontrol,” katanya.
Penambahan kasus baru HIV di Bali dinilai tinggi. Sebanyak 1.200 kasus baru terjadi pada 2011 dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara total kasus per Maret tahun ini sejak 1987 adalah 5.917 kasus.
Dari jumlah tersebut, jumlah kasus terbanyak ada di Kota Denpasar yakni lebih dari 2.400 atau 41 persen. Setelah itu baru Badung. Adapun daerah dengan prevalensi HIV dan AIDS terendah adalah Klungkung dan Bangli, sebanyak 2 persen.
Dari sisi risiko penularan, yang tertinggi adalah hubungan heteroseksual sebanyak 73 persen disusul penggunaan narkoba dengan jarum suntik 13 persen. [b]
Versi Bahasa Inggris tulisan ini dimuat Bali Daily The Jakarta Post.