Kalau mendengar Bali pastinya tidak akan jauh dari kata budaya dan adat istiadat. Dengan banyaknya warisan budaya yang dimiliki, salah satunya Pesangkepan Tilem yang memiliki prosesi ketat dan makna tersendiri bagi Desa Mengani, Kintamani.
Tilem adalah sebuah kearifan lokal di Desa Adat Mengani dimana Pesangkepan Tilem adalah musyawarah mufakat dari krama desa atau warga desa. Ritual ini dilakukan pada malam tilem atau ketika malam tilem itu bertepatan dengan hari Selasa/Sabtu maka, ritual itu mundur tetapi, tidak boleh lebih dari tiga hari setelah rahinan Tilem. Musyawarah atau pesangkepan ini hanya khusus membicarakan Prosesi Yadnya yg akan diadakan di Pura yang berada di Desa Mengani.
Dalam melakukan ritual ini dibutuhkan komitmen yang tinggi dari Desa Mengani. Hanya 61 krama saja yang dapat menghadiri ritual ini. Jika, terdapat masyarakat luar yang datang saat ritual ini berlangsung, maka akan dikenakan denda uang/pis bolong sebanyak 250 keping. Jika ritual sedang berlangsung dan salah satu krama meninggalkan pesangkepan tanpa izin atau tidak diizinkan maka, akan dikenakan sanksi 250 keping uang bolong.
Jika krama tidak hadir tanpa konfirmasi, krama akan dikenakan biaya Rp 2000. “Ritual pesangkepan tilem dipimpin oleh prajuru adat, jero bendesa, klian desa, Jero Penyarikan, Jero Kubayan, Jero Bau, Jero Kesinggukan dan krama desa lainnya. Dimana prosesi biasanya dilakukan sekali dalam 15 hari,” tutur I Ketut Armawan selaku Perbekel Desa Mengani serta Krama Desa marep.
“Untuk denda berupa uang bolong/pis bolong nantinya masuk ke Desa Adat dan uang tersebut akan dipergunakan dalam ritual upacara,” tambah I Wayan Suardana sebagai LPM Desa Mengani.
Dalam sebuah ritual tentunya tidak akan jauh dengan yang namanya sesajen. Nasi yang dijadikan sebagai malang menjadi sesajen pada prosesi ini dan dihaturkan kepada seluruh krama desa dengan menggunakan alat ukur tradisional bernama “ceh”, ditakar sama rata di atas daun lemasih.
Nasi tidak akan dibagikan jika seluruh krama belum hadir dan nasi akan dibagikan/diambil jika paruman atau diskusi telah selesai. Pengambilan nasi berhak dimulai oleh Ulu Apad/Jero Bayan Mucuk serta memberikan petuah dalam paruman yg dipimpin oleh Jero Bendesa yg membawa buku dalam paruman.
“Untuk prosesi sendiri tidak ada yg spesial dalam menanak nasinya, namun yang membedakan, di saat nasi itu matang dibedakan tempatnya dengan nasi yang kita makan sehingga kesuklaan nasi tersebut masih terjaga karena dalam prosesi,” lanjutnya.
Pesangkepan tersebut sifatnya sakral tidak mungkin dari krama adat mempersembahkan sesuatu bekas/sisa kehadapan Ida yang menyaksikan pesangkepan dari alam niskala. Misalnya seperti ngejot/mesaiban, persembahan selesai masak pasti nasi yang pertama diambil itu dipakai persembahan/ngejot.
Setelah dibagikan, malang juga dapat dibawa pulang dan dikonsumsi oleh keluarga masing-masing. Tentunya tidak lupa dengan banten. Banten yang digunakan yaitu canang genten serta base tlekos sebagai upasaksi mengadakan paruman.
Pengalaman hampir terkena sanksi I Wayan Suardana yang ketika masih anak-anak belum mengetahui awig-awig atau peraturan, membuatnya menjadi lebih berhati-hati. Pada saat ritual tersebut berlangsung, perempuan tidak diperbolehkan untuk memasuki pura. Lalu, beliau memiliki perintah untuk membawakan nasi pesuan tersebut ke dalam pura/jeroan.
“Saya dibentak oleh 2 orang krama desa untungnya mereka masih kerabat dan tidak diketahui oleh krama desa yang lain, sehingga waktu itu saya terbebas dari sanksi.” ceritanya.
Lalu, bagaimana caranya mengetahui bahwa ritual tersebut akan dimulai? Dalam prosesi pesangkepan ini sudah ada tanda kentongan yang dibunyikan oleh kesinoman atau kepala adat yang setiap bulannya akan bergantian. Sekitar jam 04.00 pagi kentongan akan dibunyikan, artinya malam nanti akan diadakan sangkepan dan saat akan dimulai akan ada tanda kentongan lagi. Jadi, masyarakat di luar krama desa sudah tidak ada yang boleh datang ke pura.
Karena tidak semua warga dapat mengikuti ritual ini maka, isi pesangkepan hanya diketahui oleh krama desa. “Jika ada yg mungkin menyangkut tentang krama banjar nantinya akan disampaikan oleh Jro Bendesa pada saat pesangkepan Krama Banjar Adatnya” ucap I Wayan Suardana.
Menarik sekali kan kalau kita mengetahui sejarah dan makna ritual yang diadakan di setiap daerah seperti di Desa Mengani ini. Sebagai masyarakat yang tidak dapat mengikuti ritual ini, kamu tetap bisa menikmati kopi sekaligus mempelajari ritual ini dengan berinteraksi secara langsung dengan warga Desa Mengani.
Penasaran kegiatan apa saja yang bisa kamu ikuti di Desa Mengani? Cek di www.melali.id untuk informasi lebih lengkapnya ya.