Visual Art Showcase Endless Journey di Kulidan Kitchen and Space. Foto oleh: I Gusti Ayu Septiari
Di bawah senja menjelang malam, para seniman dan penikmat seni berkumpul di Kulidan Kitchen and Space. Senyuman dan riuh tawa menghiasi teras depan ruang pameran. Kemudian dengan khusyuk mereka menyaksikan pembukaan pameran Visual Art Showcase Endless Journey. Para keluarga seniman juga turut hadir menemani orang yang terkasih.
Visual Art Showcase tersebut resmi dibuka pada 28 September 2024 dan dapat dinikmati seterusnya hingga 12 Oktober 2024. Lima seniman Bali mempersembahkan karya mereka dalam pameran tersebut, di antaranya Kaler Sutama, Desira Suamba, Made Sutarjaya, Irwan Widjayanto, dan Ngurah Darma. Lima pelukis tersebut bergabung dan memamerkan karya-karya terakhirnya setelah berproses lebih dari dua puluh tahun.
Ketika melangkah memasuki Kulidan Kitchen and Space, ada satu hal yang menarik perhatian saya, para ibu yang tengah mengurus keberlangsungan acara dan mendampingi para suami mereka yang juga merupakan para seniman. Sejenak saya berbincang dengan mereka, mendengarkan peran mereka di balik kesuksesan para seniman. Dari kisah mereka saya menyadari ternyata ada beberapa stigma di masyarakat yang kerap menghantui istri seniman.
Pekerjaan dan penghasilan yang tidak jelas
Salah satu stigma tentang pelukis yang beredar di masyarakat adalah penghasilan yang tidak pasti. Rus, istri dari Made Sutarjaya menceritakan kisahnya ketika pernikahannya tidak disetujui oleh keluarganya karena calon suaminya merupakan seorang pelukis. “Nanti kamu makan apa nikah sama dia, kalau jadi seniman kan ibaratnya kerjaan nggak jelas,” ungkap Rus ketika ditemui di Kulidan Kitchen and Space pada Sabtu, 28 September 2024. Bukan hanya Rus, istri dari Kaler Sutama dan Irwan Widjayanto pun mendengar ucapan tersebut sebelum mereka menikah.
Dengan perasaan sedih, Rus menceritakan kehidupan di awal pernikahannya dengan Made Sutarjaya. Dari awal pernikahan hingga saat ini, Rus dan Made Sutarjaya hanya hidup dari satu penghasilan, yaitu melalui melukis. Meniti karir mulai dari nol sejak masih berpacaran, kehidupan sebagai seniman nyatanya membawa rezeki untuk Rus dan keluarga. Sedikit demi sedikit, melalui hasil lukisan Made Sutarjaya, mereka membuktikan kepada orang lain bahwa mereka dapat membangun kehidupan yang lebih baik melalui lukisan. “Seperti Meme tiang kan bilang gitu, hutangmu di sana, nanti kamu buktikan dengan kamu di sana, kamu bisa memperbaiki kehidupanmu,” ujar Rus.
Serupa dengan yang diungkapkan Rus, Suryani, istri dari Irwan Widjayanto, mengungkapkan di awal pernikahannya mereka hanya makan seadanya. “Dulu waktu benar-benar pure hidup dari melukis, kita makan seadanya. Jadi intinya kita harus nerimo,” ujar Suryani.
Stigma negatif lainnya yang muncul di masyarakat adalah anggapan bahwa seniman itu tidak bekerja. Rus menyebutkan ketika mendengar kata lukisan, orang di sekitarnya beranggapan bahwa yang dijual oleh suaminya adalah lukisan seperti yang mereka lihat di Pasar Sukawati. Dalam artian lukisan yang dijual dengan harga murah. “Wah dia dapat di Sukawati aja lukisan segitu, ngapain dia bisa beli mobil, ngapain dia bisa buat rumah. Makanya pelan-pelan aja dibuktikan bahwa sepak terjang berkesenian itu seperti ini,” imbuh Rus.
Dukungan dan kepercayaan
Istri para seniman (dari kanan: Rus, Ibu Kaler, Suryani). Foto oleh: I Gusti Ayu Septiari
Anda tentu sering melihat lukisan seniman yang menampilkan lekuk tubuh wanita. Ketika berbincang dengan ketiga istri para seniman, mereka dengan kompak mengungkapkan bahwa orang kerap bertanya kepada mereka terkait kecemburuan dengan model. Dengan santai mereka menjawab bahwa tidak ada kecemburuan sama sekali terkait hal ini.
“Nude (telanjang) kan bukan berarti porno karena dia memang mempelajari anatomi. Jadi anatomi lekuk tubuhnya si model,” ungkap Suryani. Ia juga turut mengungkapkan bahwa kepercayaan seorang istri adalah kunci dari profesionalitas dan keterbukaan seniman kepada istri. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Rus, “Kita pun juga senang apalagi modelnya gadis cantik. Nggak ada perasaan sama sekali, misalnya cemburu kayak kata orang gitu nggak pernah,” ujar Rus.
Istri dari Kaler Sutama yang tidak ingin diungkapkan namanya menceritakan dukungan sebagai istri yang ia berikan selama ini kepada suaminya. Memiliki suami seorang seniman membuatnya menyadari mahalnya biaya melukis yang berdampak terhadap pembengkakan pengeluaran. “Kalau untuk (kegiatan) positif saya nggak pernah melarang,” ungkap istri Kaler Sutama.
Dukungan yang juga diberikan oleh ketiga istri seniman tersebut adalah menemani suami mereka dalam setiap kegiatan, seperti menemani suami mereka pada pembukaan pameran sore itu. Bukan hanya acara di dalam kota atau di Bali yang mereka hadiri, ketiga wanita tersebut juga turut serta mendukung suami mereka pada kegiatan di luar kota hingga di luar negeri. Bahkan, para seniman tidak akan menghadiri suatu acara atau undangan, apabila istri tidak diperkenankan untuk hadir. “Itu justru wujud dari kepercayaannya dia, rasa sayangnya dia sama kita-kita,” ujar Rus.
Keberhasilan seorang seniman nyatanya tidak lepas dari peran orang terkasih, terutama pasangan yang selalu menemani mereka sekaligus menjadi pengingat dalam setiap kegiatan. Stigma buruk masyarakat tidak membuat ketiga wanita tersebut menyerah dalam mendukung pasangannya.