Memperingati Hari Lingkungan Hidup se-dunia hari ini aktivis lingkungan mendatangi kantor Gubenur Bali untuk menyampaikan aspirasi.
Massa yang terdiri dari Walhi Bali, elemen mahasiswa dan solidaritas musisi peduli lingkungan ini membentangkan spanduk bertuliskan “Hentikan Eksploitasi Alam Bali”, “Wujudkan Moratorium Pembangunan Akomodasi Pariwisata”, dan “Wujudkan Moratorium, Tolak Pembangunan Bali International Park”.
Suriadi, Deputi Internal Walhi Bali, menyatakan, Bali telah mengalami gejala-gejala krisis ekologi sangat serius seperti abrasi pantai, kekeringan di beberapa lahan pertanian, persoalan sampah, serta limbah yang mencemari sungai dan pantai di sepanjang pesisir Bali.
Ancaman krisis yang dianggap mendasar adalah krisis air. Penelitian Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 1997 menyatakan, Bali akan mengalami krisis air pada tahun 2015 sebanyak 27 milyar m3 air.
Menjamurnya akomodasi pariwisata yang “over-capacity” dinilai tidak sinkron dengan ancaman krisis air di masa mendatang. Penelitian Departemen Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan Universitas Udayana menyatakan Bali mengalami kelebihan 9.800 kamar akomodasi pariwisata. Pembangungan fasilitas yang berlebih dan menumpuk ini akan menyerap sumber daya air dan energi. “Karena itulah kami menuntut penegakan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata,” ujar Suriadi.
Pembangunan Bali International Park (BIP) sebagai sarana KTT APEC XXI juga dinilai bertentangan dengan kebutuhan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Bali.
“Pemprov Bali justru yang melanggar edaran moratoriumnya sendiri dengan memberikan rekomendasi terhadap pembangunan BIP,” papar Haris, Sekjend Frontier Bali.
Proses peralihan tanah pada Proyek BIP dinilai juga melanggar PP No 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah telantar. Tanah tersebut ditelantarkan selama 17 Tahun sehingga harus ditetapkan sebagai tanah terlantar dan dikembalikan kepada Negara.
Massa Aksi menuntut Gubernur Bali untuk segara mencabut rekomendasi pembangunan BIP yang diberikan kepada PT Jimbaran Hijau.
Massa aksi juga menyoroti rencana perluasan pengelolaan pariwisata alam Hutan Dasong oleh PT. Nusa Bali Abadi (NBA) yang dianggap tidak bertanggung jawab. Walhi Bali mencatat PT NBA pernah mendapatkan izin pemanfaatan kurang lebih 23 ha di kawasan tersebut namun sama sekali tidak dikelola. Peserya aksi menolak rencana perluasan yang diajukan PT NBA seluas 102 hektar.
“Apabila kawasan tersebut dibangun, maka krisis air ditafsir melampaui prediksi yang sudah ada,” tegas Adi Sumiarta, salah satu orator.
Menyikapi berbagai persoalan lingkungan ini, Suriadi mendesak Pemprov Bali melakukan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata. Moratorium ini diberlakukan untuk membentuk masterplan pembangunan Bali secara komprehensif (mulai hulu ke hilir) guna mereduksi praktik pembangunan yang cenderung ekploitatif dan tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup.
Aksi peringatan hari lingkungan hidup ini juga turut diramaikan solidaritas Musisi Peduli Lingkungan. Jerinx “SID” turut meramaikan aksi dengan menyanyikan sebuah lagu “Jadilah Legenda”. Aksi musik pinggir jalan ini turut menyedot perhatian para pengendara yang melintas depan kantor Gubernur.
“Ini adalah bukti solidaritas untuk kawan-kawan yang peduli terhadap lingkungan Bali,” ujar drummer Superman Is Dead ini.
Menutup aksi, massa membacakan pernyataan sikap di depan Kantor Gubernur. Pernyataan sikap Walhi Bali akhirnya diterima oleh Asisten I Pemprov Bali, I Wayan Suasta. “Kami akan menindaklanjuti poin-poin dalam pernyataan sikap ini,” ujarnya. [b]