Oleh I Nyoman Agus Sudipta
Menginjak semester akhir, para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat disibukkan dengan pelaksanaan berbagai jenis ujian. Kegiatan ini seperti ritual khusus dalam dunia pendidikan untuk menentukan siswa layak dinyatakan lulus. Dalam hal ini sekolah sebagai satuan pendidikan melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan siswa selama kurang lebih 3 tahun untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki siswa.
Artinya standar kompetensi lulusan yang diharapkan mampu dikuasai oleh siswa secara menyeluruh yang dievalusi melalui pelaksanaan ujian. Tujuannya adalah agar siswa setelah tamat sekolah mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam standar kompetensi lulusan sebagai bekal untuk mengembangkan diri baik dalam berkarier maupun melanjutkan studi. Tentunya hal ini dapat terjawab apabila siswa mampu melakukan tugas dan kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab.
Kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa merupakan hal mendasar yang semestinya dimiliki. Wujud dari siswa yang berkarakter adalah adanya tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban yang diberikan serta terpeliharanya kejujuran dalam melaksanakan tugas dan kewajiban tersebut. Kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa akan membentuk siswa yang disiplin, tekun, terampil, kreatif dan inovatif.
Kejujuran dalam diri siswa merefleksikan kemampuan yang dimiliki, bersifat apa adanya, sehingga terwujud motivasi untuk selalu mengembangkan diri. Begitu juga rasa tanggung jawab menumbuhkan jiwa yang tekun terhadap segala tugas dan kewajiban, sehingga ketrampilan mampu terasah dengan baik serta adanya pengembangan kreatifitas dan inovasi dalam diri siswa.
Berbicara tentang kejujuran dalam dunia pendidikan menjadi hal yang penting tetapi sudah mulai langka. Hal ini disebutkan oleh Setyo Purnomo bahwa kejujuran berasal dari sistem pemberian nilai yang menjadi salah satu penyebab ketidakjujuran dan kebohongan dikalangan siswa, karena ketakutan mendapat nilai yang jelek menjadi pendorong kuat untuk melakukan kecurangan pada saat ulangan ataupun ujian. Kecurangan dalam pelaksanaan ujian dengan dasar untuk memperoleh nilai yang bagus (tinggi) membentuk pola pikir yang mengedepankan segala hal tanpa adanya usaha positif secara maksimal, sehingga kecenderungan melakukan berbagai kecurangan untuk mewujudkannya.
Di samping itu adanya pembiaran dan pembiasaan untuk berbuat curang saat ulangan maupun ujian dalam bentuk kegiatan mencontek menjadikan kegiatan seperti ini seolah-olah legal dilakukan dalam dunia pendidikan. Apalagi adanya upaya dari pihak sekolah untuk membentuk ”tim sukses”, agar nilai siswa tinggi saat ujian sebagai upaya menjaga prestise dan prestasi sekolah.
Apakah ini yang menjadi cerminan prestasi siswa dengan nilai yang tinggi, tetapi dengan cara-cara tidak terpuji? Ataukah ini sesungguhnya wajah pendidikan di negeri ini, dengan tujuan memperoleh nilai yang tinggi melakukan cara-cara yang tidak terpuji, sehingga lulusannya (output) miskin akhlak dan kompetensi.
Maka dari itu tidak mengherankan kecurangan dalam dunia pendidikan dapat membentuk budaya korupsi yang seakan-akan mentradisi dalam kehidupan. Ketidakjujuran adalah akar dari perilaku dan tindakan korupsi.
Wacana tentang pentingnya kejujuran dalam dunia pendidikan mulai diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan ujian yang berintegritas. Maknanya adalah ujian yang dilaksanakan bukan mengejar nilai yang tinggi dengan cara-cara yang penuh kecurangan, tetapi ujian yang dilakukan dengan penuh kejujuran sebagai alat untuk meningkatkan kinerja pendidikan. Dengan dilaksanakannya ujian yang berintegritas, maka diperoleh hasil yang dipergunakan untuk memperbaiki pendidikan dan juga sebagai pondasi dalam mencegah budaya korupsi.
Artinya pemerintah mampu memetakan kelemahan dan kekuatan sekolah, sehingga pemerintah dapat membantu meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar, baik dalam aspek metodologi maupun dari aspek substansi. Disamping itu ujian yang berintegritas mampu menanamkan kebiasan untuk bersikap jujur kepada siswa, sehingga perilaku-perilaku curang dapat dicegah melalui dunia pendidikan.
Pentingnya kejujuran dalam dunia pendidikan menjadi pondasi untuk terciptanya generasi-generasi yang berkarakter luhur dan berkualitas. Generasi-generasi yang berkarakter luhur dengan integritas tinggi mampu mewujudkan pembaharuan dan perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan Negara.
Harapan yang ingin diwujudkan dari pelaksanaan ujian yang berintegritas adalah terciptanya generasi penerus yang membawa Indonesia menuju pada kejayaan. Terlahir generasi-generasi penerus yang selalu memelihara dan melaksanakan segala hal didasari dengan kejujuran, sehingga masalah korupsi yang merugikan bangsa dan Negera dapat dihilangkan.
Marilah kita wujudkan ujian yang berintegritas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan Indonesia serta secara jangka panjang mampu menanamkan perilaku jujur yang dapat mencegah terjadinya praktik korupsi. [b]
Catatan:
Artikel ini merupakan peserta dalam lomba esai antikorupsi yang diadakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan AJI Denpasar dalam rangka Festival Antikorupsi Bali 2017.
Kejujuran penting sekali buat kita semua.
Tapi korupsi (ketidak jujuran)?
Nah yang ini agak susah diurus
Terjadi kapan saja, dimana saja, oleh siapa saja, kapan saja.
Katanya sudah jadi budaya kita sejak tempo doeloe.
Sebabnya antara lain:. Kesempatan (mumpungisme), yang lain juga begitu. Ingin kaya agar hidup senang.
Ambisi dan godaan lain yang muncul dari sana sini.
Tak gampang kerja di bisnis yang kaya tanpa ingin punya uang banyak.
Tujuan menghalalkan segala macam cara.
Bagus sekali kalau kejujuran jadi bagian pendidikan.
All the best!