Lokasi menentukan prestasi.
Karena itu, bisnis kuliner pun biasa diawali dengan mencari lokasi strategis untuk membangun warung, kafe atau restoran. Namun, kini bisnis kuliner pun semakin inovatif dengan memanfaatkan kendaraan untuk berjualan, truk bersantap.
Kendaraan disulap menjadi dapur, etalase restoran hingga tempat makan. Bisnis kuliner ini dikenal dengan food truck.
Inovasi food truck kian dilirik para pebisnis kuliner di Bali. Oleh karena itu, Big Feast 2016: Tales of Food memfasilitasi para pebisnis food truck ini tampil bercerita dalam sesi diskusi pembukaan.
Beberapa food truck bermula dari restoran yang memang sudah ada. Salah satunya Flapjacks, kafe yang menyajikan makanan penutup seperti pancake dan es krim. Ayu, perwakilan Flapjacks yang hadir dalam diskusi menyebutkan Flapjacks juga mulai mengembangkan food truck di samping kafe yang sudah ada.
“Kami baru saja launching kemarin (15/12). Kami ingin jemput bola, langsung mendekati konsumen yang berbeda,” ungkap Ayu.
Flapjacks membuka kafe di area Sanur dan Kuta. Konsumen yang berkunjung ke kafe kebanyakan turis dan warga yang berada di sekitar kafe. Menurut Ayu, food truck dapat menjadi cara ampuh memperluas target konsumen, terutama konsumen lokal.
Food truck memang dapat menjangkau konsumen yang tak terbatas. Para pebisnis food truck juga dapat menarik konsumen dengan desain kendaraan yang unik. Warna dan bentuk kendaraan yang kreatif dipercaya dapat mencuri perhatian.
Flapjacks sendiri menggunakan truk engkel untuk menyajikan produknya. Food truck lainnya seperti Porkswagen dan Bites on Wheel memilih menggunakan mobil van Volkswagen.
Selain itu, kreativitas penyajian produk juga perlu mendapat perhatian khusus. Makanan harus enak dan bersih.
“Yang penting kita yakin produk yang kita jual itu worth it. Bikin konsumen kembali lagi dan lagi,” jelas Ayu.
Tantangan Food Truck di Bali
Food truck memang tampak mudah karena sangat fleksibel. Meski demikian, pebisnis food truck juga memiliki tantangan tersendiri, terutama izin lokasi untuk berdagang.
Ratih Pradnyaswari, pemilik food truck Porkswagen menyebutkan izin berjualan secara reguler untuk food truck masih sulit. Sekalipun usaha food truck dapat memilih lokasi sendiri. Menurutnya, belum ada izin khusus dari pemerintah mengenai usaha food truck di Bali.
“Kelihatannya food truck ini enak, bisa buka di mana saja dan tidak bayar sewa. Padahal kami juga bayar (izin) ke desa adat. Belum lagi pecalang dan ormas,” ujar Ratih.
Kelihatannya food truck ini enak, bisa buka di mana saja dan tidak bayar sewa. Padahal kami juga bayar (izin) ke desa adat. Belum lagi pecalang dan ormas. – Ratih.
Meski terkendala izin, para pebisnis food truck tidak patah semangat. Pemilik food truck Bites on Wheels, Gani mengatakan food truck miliknya lebih menyasar acara yang sudah pasti punya izin.
“Sekarang kami lebih fokus ke even. Setiap hari jalan sih nggak ya. Tapi kendaraannya harus dipanasin setiap hari,” tutur Gani.
Kehadiran food truck di berbagai acara festival akhirnya membuat warga mengidentikkan food truck hanya untuk festival. Menurut Gani, food truck sangat mungkin memiliki ruang sendiri di tempat umum. Beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat telah memfasilitasi tempat khusus para pebisnis food truck ini.
Masalah lainnya, daya beli konsumen masih kurang. Harga yang ditawarkan food truck ini rata-rata Rp 20.000. Hal ini karena makanan yang ditawarkan juga menggunakan bahan berkualitas premium.
“Mereka (konsumen-red) lebih baik beli nasi campur daripada belanja di food truck, kecuali belinya di even,” ungkap Gani.
Para pebisnis food truck di Bali juga membentuk komunitas untuk berjejaring dengan sesama pebisnis dan berbagi informasi acara. Beberapa food truck ini hadir di acara Big Feast 2016: Tales of Food mulai 16 hingga 18 Desember 2016 di Level 21 Mall Denpasar. [b]
wah sekarang Inovasi food truck banyak dilirik pebisnis kulines di bali
Kelihatannya food truck ini enak, bisa buka di mana saja dan tidak bayar sewa berarti snagat murah ya untuk modal