Berubah Benyah adalah pameran kelompok oleh Andre Yoga, Dea Rahajeng, dan Rama Indirawan yang akan mengajak semua menuju transformasi kehancuran melalui lukisan, foto, tulisan, dan segala hal yang ada di antaranya. Pameran ini diselenggarakan di Deus Ex Machina Temple of Enthusiasm di Canggu, Bali, dari 2-31 Oktober.
Nama Berubah Benyah berasal dari kata “Berubah” yang berarti menjadi lain dari sebelumnya, dan bahasa Bali yaitu “Benyah” yang memiliki arti hancur. Saat seseorang, tempat, atau benda mencapai tingkat yang lebih tinggi, ia dapat bertransformasi menjadi lebih baik atau buruk.
Berubah Benyah menyoroti sisi buruknya, menganalisis perubahan yang dapat terjadi pada manusia, tempat, dan berbagai hal lainnya. Transformasinya memiliki berbagai bentuk, dalam manusia kita dapat melihatnya pada ketenaran, kekayaan, dan kekuasaan. Sedangkan tempat atau benda dapat dilihat melalui perkembangan, eksploitasi, dan pencabutan hak-haknya.
Pameran adalah respon dan refleksi dari fenomena Berubah Benyah yang terjadi di Bali, Indonesia. Isu ini tidak unik karena juga terjadi di berbagai belahan dunia lainya, lintas manusia dan budaya lokal dan global. Berubah Benyah adalah transformasi yang dapat menghancurkan siapa saja atau apa saja menjadi berkeping-keping.
Andre Yoga adalah peelukis dan illustrator, Andre Yoga mendapatkan inspirasi dari observasi kehidupan sehari-hari nya, baik yang membosankan ataupun luar biasa. Andre menuangkan inspirasi tersebut ke dalam karya-karyanya: sebuah mitologi era modern dengan cerita yang tak disangka.
Sebagai sebuah kritik sosial, karyanya seringkali menggambarkan kisah tentang isu-isu sosial, budaya dan juga keadaan saat ini. Sejak awal karirnya di tahun 2013, Andre telah menemukan gaya khas tersendiri. Diawal karir menggambarnya, Andre menggunakan teknik seperti dot works dan pointillism yang sangat detail. Pada tahun 2019, Andre mulai memadudukan gaya kolase ke lukisannya. Karyanya selalu tidak terduga karena menggabungkan elemen-elemen gambar yang tidak biasa dengan sentuhan gaya Bali.
Dea Rahajeng adalah fotografer yang menemukan estetika dalam manusia dengan melihat setiap subjek secara berbeda. Dia percaya bahwa setiap orang berbeda dan tidak dapat dibandingkan satu sama lain. Setiap orang memiliki nilai-nilai sejati yang dapat ditunjukkan. Momen tercipta karena koneksi.
Memotret teman, sahabat, dan orang yang akan menjadi teman di masa depan, Dea dapat mengintimkan diri bersama subjeknya untuk mengungkap kualitas “mentah” seseorang. Ia menciptakan foto yang menggambarkan berbagai suasana hati dan emosi, dari yang aneh hingga konyol. Dea Menjelajahi segi pandang dan menangkap perspektif untuk mendapatkan keinginannya berupa kesempurnaan yang tidak sempurna.
Sedangkan Rama Indirawan adalah penulis dan perupa yang menitikberatkan karya-karyanya dengan tulisan atau teks melalui literasi dan berbagai transformasinya. Kata-kata, bahasa, dan aksara menjadi beberapa instrumen utama yang berusaha untuk menyampaikan pesan, memberikan perspektif, dan menyebarkan makna.
Rama mengekspresikan beragam konteks, dari kebiasaan modern yang terus berubah, realitas sosial dan politik, hingga relasi manusia dengan spiritualitasnya. Subjek yang kini tengah ditelaah adalah obsesi—menjelajahi hasrat manusia, delusi, hingga emosi yang menjauhkan diri dari moderasi.