Kalau tidak buat paspor di Imigrasi Singaraja, saya tidak akan kenal dengan Kedai Kopi deKakiang.
Alarm gawai berdering lebih cepat dibandingkan mata yang terbelalak. Pukul 4 pagi raga ini terpaksa beranjak dari kasur, tumpukan bantal dan kamen yang menyelimuti tubuh. Memilih tidur 5 menit lagi adalah kemustahilan. Sebab dibeberapa waktu lalu, saya memilih tidur 5 menit berujung tidur dua jam dan terlambat.
Langkah kaki gontai, tiap cedok air yang menyergap tubuh dinginnya hingga ke tulang-tulang. Namun, air dingin ini yang bantu melek. Bukan sembarang pergi saya ke Singaraja. Saya akan buat paspor dengan status mendesak.
Saya cek aplikasi M-Paspor, bukan main sudah terpenuhi seluruh tanggal hingga bulan depan. Hampir 5 kali saya cek aplikasi M-Paspor, hasilnya masih sama warna merah memenuhi tanggal di satu bulan. Saran seorang teman, coba cek berkala hingga malam bahkan dini hari. Waktu kian mepet, saya cek di seluruh kantor layanan imigrasi di Bali. Kantor terdekat merah semua, begitu pula layanan tambahan yang dibuka dalam rangka menyambut hut RI juga sama, merah semua.
Ide gila memang datang saat kepepet. Saya cek Imigrasi Singaraja dan yak pukul 7.30 malam waktu Bali ada kuota untuk tanggal 15 Agustus 2024. Ada beberapa pilihan sesi. Sialnya, hanya tersisa sesi paling pagi tertera pukul 8 pagi harus di Kantor Imigrasi Singaraja. Ketentuan lainnya yaitu kalau telat tidak akan dilayani dan gak ada refund.
Uang senilai Rp1.650 juta sudah ditransfer ke kas negara. Saya akan sangat merugi kalau telat, tetapi jujur berangkat pagi buta dari Gianyar ke Singaraja tidak saya sarankan. Pakai jaket gunung sudah ingat tetapi memakai kaos dalaman tambahan saya lupa banget. Alhasil menggigil tubuh ini, wilayah Baturiti luar biasa dinginnya masuk ke Singaraja mantaplah. Akhirnya setelah dua jam lebih berkendara melawan dingin dan jalan terjal saya sampai di tujuan.
Sat set, gak perlu lama segala kelengkapan paspor saya sudah diproses. Memilih e-paspor jalur percepatan memang secepat itu, ya iyalah masak udah bayar dan jalurnya sah lelet?!!! Selagi menunggu saya yang masih dingin dan pusing ini langsung cek maps. Saya butuh kafein, teriak batin saya kencang. Di antara segala opsi saya pilih Kedai Kopi deKakiang.
Betul review Maps, tempatnya antik banyak tanaman jadi sejuk. Kopi dan rotinya terjangkau alias harganya merakyat. Karena ngantuk tak tertahankan saya sambil selonjoran tanpa ditegur barista. Asiknya. Tapi karena saya belum sarapan, saya pilih pesan teh hangat dan roti cokelat. Gak sampai 20 ribu saya sudah kenyang. Ini fenomena yang rare banget di kedai kopi Denpasar karena secangkir kopi 20 ribuan bahkan 30 ribuan.
Bangunan Kedai Kopi deKakiang berani tampil beda. Di tengah sergapan desain minimalis coffee shop kekinian, deKakiang tampil otentik dan apa adanya. Bangunan rumah lama arsitektur ala Belanda. Didukung dekorasi lama berupa sepeda ontel dan buku-buku lama memantik nalar dan logika.
Papan pengumuman di deKakiang terisi agenda diskusi. Kedai ini juga menyediakan ruang belajar untuk mendalami ilmu tentang menanam dan kompos. Bersyukur menemukan kedai ini hingga penantian pukul 3 sore waktu Bali tiba dua jam sebelumnya saya pindah lokasi mencari makan siang.
Kedai Kopi deKakiang berlokasi di Jalan Sedap Malam No. 20, Banyuasri, Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Apabila berangkat dari Denpasar waktu tempuhnya mencapai 2 jam 15 menit, berkendara dengan sepeda motor. Jika ada yang nasibnya seperti saya, menunggu paspor jadi atau menemui rekan di Bali Utara, deKakiang bisa jadi opsi.