Pembangkit listri tenaga uap yang akan dibangun di Batang, Jawa Tengah ditolak keras oleh masyarakat sekitar.
Pembangkit listrik batubara 2000 MW ini akan menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara. Dia bisa melepaskan polusi 10,8 juta ton karbon per tahun.
Akan ada sekitar 10.000 warga dari lima desa sekitar yang terdampak. Mereka bekerja sebagai nelayan dan petani yang terancam mata pencaharian maupun kesehatannya.
Aktivis Greenpeace International Lauri Myllyvirta mengatakan, penggunaan batubara menyebabkan 60 ribu orang Indonesia meninggal tiap tahun. Seperti kita ketahui, energi batu bara adalah salah satu sumber energi fosil paling kotor. Dia salah satu penyebab perubahan iklim dengan dampak yang sangat merugikan.
Hal inilah yang menyebabkan masyarakat dan aktivis lingkungan menolak sangat keras yang berujung pada tertundanya pembangunan selama tiga tahun.
Selama ini bisa dikatakan Indonesia adalah negara yang kecanduan batu bara. Padahal, sejatinya, Indonesia bisa terlepas dari hal tersebut. Indonesia merupakan lumbung energi baru terbarukan di dunia.
Negeri di Khatulistiwa yang disinari matahari sepanjang tahun. Negeri dengan garis pantai terpanjang ketiga di dunia. Negeri dengan lintasan garis api (ring of fire). Semuanya menunggu untuk dimanfaatkan, sumber-sumber energi bersih dan aman untuk kemandirian energi bangsa.
Menurut web Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) total potensi energi panas bumi sebesar 29.038 GWe dan yang dimanfaatkan hanya 1.226 MW. Selain itu Indonesia dapat memanfaatkan tenaga surya 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp. Namun, yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Begitu juga banyaknya titik potensi tenaga angin yang belum dimanfaatkan.
Bahkan baru diketahui energi yang sangat besar dan sama sekali belum dimanfaatkan oleh Indonesia yaitu Thorium atau bisa dikatakan nuklir hijau.
Thorium adalah sebuah unsur dengan no atom 90 dengan sifat radioaktif yang dapat dipakai sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Karena Thorium bukan inti fisile maka untuk menggunakan Thorium harus memakai Uranium. Tetapi ini hanya untuk awal memicu reaksi karena setelah itu Thorium yang disebut inti fertile (subur) dapat membelah dan menghasilkan Uranium 233 atau dapat dilakukan penembakan dengan Neutron sehingga Thorium membelah.
Sebuah revolusi energi yang tergolong dalam energi bersih menghasilkan limbah nuklir yang sangat kecil, tidak bisa dipersenjatai, tidak mengeluarkan emisi apapun dan karena densitas energi yang sangat tinggi maka energi yang dihasilkan sangat murah.
Satu ton Thorium yang hanya sebesar bola basket dapat menjadi bahan bakar pembangkit listrik berdaya 1.000 MW selama 1 tahun. Memberikan listrik untuk rumah Anda selama 100 tahun lebih. Dapat mengaliri listrik sebuah kota selama setahun. Bahkan sebuah pesawat terbang bisa terbang selama tiga bulan tanpa mendarat dan mengisi bahan bakar.
Bandingkan dengan penggunaan uranium yang membutuhkan 200 ton atau batubara yang membutuhkan 3,5 juta ton. Yang lebih menggembirakan bahwa indonesia memilki cadangan Thorium untuk 1.000 tahun.
Dr. Carla Rubbia, pemenang hadiah Nobel Fisika dan Direktur CERN, lembaga Riset Nuklir Eropa mengatakan dalam Konferensi Thorium Internasional 2013, ada lebih dari 4.500 kali lebih banyak energi yang terkandung dalam Thorium daripada seluruh sumber daya energi fosil digabungkan. Hal ini membuat energi Thorium berkelanjutan dan cadangan Thorium di Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dunia selama 20.000 tahun.
Thorium terdapat dalam jumlah cukup banyak di dalam Bumi dibanding emas, perak, timah dan berbanding terbalik dengan Uranium yang bisa dikatakan langka. Di Indonesia, Thorium dapat di temukan di Bangka Belitung. Menurut Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) ada sekitar 121.500 ton cadangan Thorium di Babel saja yang dapat memberikan daya 121 Gigawatt selama 1.000 tahun. Saat ini total produksi listrik Indonesia masih di bawah 40 Gigawatt.
Jika berbicara mengenai energi terbarukan, kemandirian dan ketahanan energi, inilah jawaban sekaligus kekuatan besar yang dimiliki Indonesia. Bukan batubara yang akan habis dalam 20 tahun atau gas yang akan habis dalam 38 tahun.
Menggunakan Thorium sebagai bahan bakar dengan reaktor Molten Salt Reactor (MSR) yang sesuai kegunaan agar menjaga kehidupan di Bumi. Jelas ini tidak akan berbahaya karena tidak menghasilkan limbah berbahaya dan dapat dipersenjatai seperti tenaga nuklir berbahan uranium.
Jika Indonesia fokus dan beralih pada energi bahan bakar thorium maka tidak perlu menunggu sampai tahun 2050 untuk nol emisi, seperti apa yang telah menjadi komitmen negara negara Eropa pada konferensi di Bonn Jerman. Dengan ketersediaan Thorium di Bangka Belitung saja dapat memenuhi kebutuhan Indonesia, lalu untuk apa PLTU Batang berdiri jika ada energi alternatif yang sangat besar tersebut?
Semoga Indonesia bisa memanfaatkan Thorium dengan baik dan sesegera mungkin untuk meniggalkan bahan bakar fosil yang dapat mengancam kehidupan dunia. [b]
Comments 3