Suciwati kembali mengingatkan sisi gelap kisah terbunuhnya Munir Said Thalib di udara, 18 tahun setelah peristiwa yang merenggut aktivis HAM belahan jiwanya itu. Ia akan terus menguak takbir untuk menyeret penanggungjawab peristiwa kelabu 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia menuju Belanda.
Perempuan aktivis hak buruh ini mencurahkan harapannya dalam The Story of Munir, salah satu sesi diskusi di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) ke-19 pada 29 Oktober 2022 di Ubud, Bali. Festival sastra yang disebut terbesar di Asia Tenggara ini kembali dihelat offline setelah pandemi dan menghelat 200 live events pada 27-30 Oktober di beberapa lokasi di Ubud.
Festival sastra di desa wisata Ubud mengangkat tema Uniting Humanity. Panelis-panelis yang ikut bergabung meliputi Carla Power, Tim Baker, Audrey Magee, Sequoia Nagematsu, Kylie Moore-Gilbert dan Osman Yousefzada. Juga penulis dan seniman Indonesia lintas generasi seperti Putu Oka Sukanta, Felix Nessi, Joko Pinurbo, sutradara film Kamila Andini, Ahmad Fuadi, dan musisi Rara Sekar.
The Story of Munir juga menghadirkan penulis dan peneliti Matt Easton. Bukunya bertajuk We Have Tired of Violence, menggali perjuangan untuk membawa para pelaku sesungguhnya dari kematian Munir ke pengadilan. Matt adalah peneliti HAM yang menetap di Brooklyn, New York.
Dipandu Elaine Pearson, Asia Exeuctive Director Human Rights Watch, Suciwati menunjukkan sisi emosionalnya secara pesonal pada Munir. “Kadang saya menatap Indonesia gelap untuk anak saya. Tapi saya tidak boleh diam makanya menulis buku dengan rasa sakit dan harapan masa depan untuk anak dan cucu saya,” disambut tepuk tangan ratusan partisipan diskusi. Alang-alang, arena terbuka ini penuh sesak. Pada September, bulan Munir meninggal, Suciwati merilis buku memoarnya Mencintai Munir, diterbitkan Yayasan Museum HAM Munir.
Ada tujuh babak kehidupan personal Munir dan Suciwati, anak-anak, kolega, kasus-kasus HAM yang didampingi, sampai peristiwa diracun di udara, dan pergulatan menghadirkan pelaku di pengadilan. Dinarasikan dengan bahasa sederhana dan gaya berkisah setebal 372 halaman. Foto Munir nampak tersenyum lebar sebagai cover, seperti hendak menunjukkan harapan dan semangat yang ditinggalkannya untuk generasi pembela HAM di negeri ini.
Suciwati menggugat kenapa penjahat kemanusiaan bisa berkuasa di Indonesia. “Ini luar biasa dan menyedihkan,” keluhnya. Di pemerintahan saat ini dan sebelumnya ia kecewa dengan impunitas pada pelaku kejahatan kemanusiaan. Suciwati tidak menyebut nama, namun merujuk pada keringanan hukuman terpidana pembunuhan Munir.
“Sangat penting dunia tahu kasus-kasus kekerasan di Indonesia, success story demokrasi tanpa mengetahui impunitas yang luar biasa pada pelaku,” sebutnya. Ibu dua anak ini mengatakan akan berusaha terus menguak otak utama pembunuhan Munir. Ia menuturkan bagaimana rumitnya membuka kasus ini. Sampai akhirnya sebuah nama pilot yang pernah menghubungi Munir terkuak. Pollycarpus, pilot Garuda terpidana kasus pembunuhan Munir itu divonis 14 tahun penjara pada 2005 namun hanya menjalani hukuman 8 tahun saat bebas bersyarat. Pollycarpus meninggal pada 2020, disebut karena Covid-19.
Ruang dan diskusi menuntut keadilan bagi korban-korban kasus pelanggaran HAM dilanjutkan melalui Aksi Kamisan, Museum HAM Munir, dan lainnya. Ruang ini menurutnya tidak diam dan akan terus dilakukan agar ingatan terus ada. Alasannya, banyak anak muda belum mengerti peristiwa 1998, penghilangan paksa, dan kasus kekerasan lainnya karena sejarahnya dihilangkan.
Indonesia yang disebut negara demokratis, menurutnya juga perlu dikritisi karena kisah sukses demokrasi ini berkelindan dengan impunitas bagi pelaku kejahatan kemanusiaan. Impunitas ini menurutnya sangat kuat dalam kepemimpinan negara pasca reformasi.
Politik Indonesia juga muncul di beberapa sesi lain seperti In Conversation with Max Lane: Indonesia Out Of Exile (Penguin Books, 2022) – How Pramoedya’s Buru Quartet Killed A Dictatorship.
Buku ini disebut tentang penciptaan dan dampak salah satu karya sastra terbesar dunia. Pramoedya Ananta Toer menginspirasi sebuah generasi muda baru untuk mempelajari sejarah kolonialisme dan politik orde baru melalui karya fiksinya. Sesi yang dipadati audiens ini dipandu Debra Yatim, penulis dan pendiri Kalyanamitra, NGO di isu pemberdayaan perempuan.
Di sisi lain, ada narasi positif tentang kepemimpinan Indonesia melalui diskusi bedah buku Jokowi and the New Indonesia pada 30 Oktober. Presiden Jokowi dipaparkan sebagai pemimpin yang mengutamakan pertumbuhan inklusif, berpusat pada rakyat, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Tak mengherankan karena penulis buku adalah Darmawan Prasodjo pernah jadi Deputi 1 Kepala Staf Kepresidenan, timses Jokowi, dan kini Direktur PLN sejak 2021.
Pembahas lain juga staf khusus presiden, A.A.G.N. Ari Dwipayana dan dosen Fisipol UGM dari Bali. Lainnya adalah Tim Hannigan penulis A Brief History of Java dan akademisi mukim di UK, dipandu penulis cum jurnalis Michael Vatikiotis.
Salah satu contoh keberhasilan Jokowi menurut penulis buku adalah pembangunan infrastruktur. Misalnya tol trans Sumatera yang mendorong interkoneksi daerah yang tak tersentuh investasi. “Sebelumnya terpusat di Jawa, banyak daerah miskin tanpa infrastruktur. Kemiskinan terstruktur padahal kaya sumberdaya,” urai Darmawan. Menurutnya Jokowi kini fokus isu perubahan iklim, dengan aksi mengurangi emisi dari elektrifikasi dan mengurangi batubara.
Demikian juga tol Trans Papua. Menurutnya Jokowi juga restrukturisasi kabinet, berbeda dengan pemerintahan sebelumnya yang memiliki banyak rencana, tapi sedikit aksi. Untuk konteks hubungan internasional, ada kerjasama strategis dengan Amerika Serikat dan hubungan sehat antara Jakarta-Beijing. Misal saat kunjungan ke Rusia danUkraina, Jokowi dinilai berhasil menjaga hubungan dengan Tiongkok dan menghindari bloking politik.
Untuk politik dalam negeri, Jokowi juga dinilai mengutamakan rekonsiliasi dibanding polarisasi atau politik perpecahan. Seorang peserta diskusi bertanya terkait politik nepotisme, menggunakan kekuasaanya untuk mendorong keluarga masuk di pusaran kekuasaan. Seperti anaknya kini sebagai Walikota Solo dan menantunya di Medan. “Pilkada mendorong anak muda yang memajukan program bukan karena dinasti,” elak Darmawan.
Tim Hannigan menilai Jokowi sebagai representasi Jawa yang terlihat di gaya kepemimpinannya. Terlebih didukung militer. Indonesia sebagai negara demokratis dinilai akan selalu menarik dibahas.
Ari Dwipayana menyebut Jokowi akan pulang kampung pasca Pemilu 2024. Namun akan berkontribusi jika diminta presiden berikut. Menurutnya Jokowi bisa disebut membawa Indonesia baru karena berasal dari nonelit kekuasaan saat jadi Walikota Solo, kemudian Gubernur Jakarta, dan Presiden dua periode.
“Cara pengelolaan kekuasaannya blusukan, mengurangi jarak kekuasaan dan rakyat, mudah interaksi,” klaimnya. Ia berharap Indonesia pasca Jokowi tidak mengulangi presidensi sebelumnya seperti Desukarnosisasi di era Suharto. Ari mengatakan pondasi 10 tahun ini ini harus berlanjut dan saat Pemilu tidak ada pembelahan sosial dan politik. Ia menyebut ini dilakukan Jokowi, ketika pada 2019 ajak rivalnya Prabowo mengisi kabinet agar pemerintahan kuat, tidak ada pembelahan politik identitas.
Michael Vatikiotis bertanya terkait kritik soal kemunduran demokrasi saat hadirnya represi seperti penurunan kebebasan ekspresi dan keadilan sosial. Ari dan Darmawan menilai Jokowi memenuhi hak dasar warga seperti pendidikan dan kesehatan.
“Politik post truth membuat semua bicara di media sosial, tidak ada persoalan kebebasan berekspresi. Yang berbahaya kekuatan ujaran kebencian, hoaks, dan penguatan politik identitas dalam kebebasan berbicara,” elak Ari.
Selain isu politik dan HAM, UWRF yang dirintis Janet DeNeefe pasca peristiwa bom Bali 2022 juga menghadirkan berbagai topik lokal seperti tema-tema yang diangkat para penulis dari berbagai daerah di Indonesia dalam local literature. Ada juga lintas disiplin sastra dan seni pertunjukan dalam poetry slam, workshop menulis, merancang buku, sampai musik.