Ketika ingin menulis di media semisal blog; Kompasiana; ataupun di media cetak, saya akan membaca Bale Bengong terlebih dulu. Ini adalah cara saya mencari inspirasi menulis. Bukan hanya ide, saya juga memperoleh cara/konsep menulis dari kegiatan saya membaca tiap postingan di Bale Bengong. Apalagi ketika melihat nama penulis di Kabar Anyar atau ulasan misalnya.
Mungkin ini agak rasis, sih. Tapi ini benar adanya. I Wayan, I Nengah, Ni luh, dan nama Bali lainnya serasa sangat hangat dan dekat. Ditambah lagi kalau itu adalah seseorang yang saya kenal, makin memotivasi saya. “Mereka saja bisa nulis, kenapa saya ngga?!” ujar saya dalam hati.
Tulisan-tulisannya pun lebih mudah diikuti. Jika di media luar Bali, saya keduluan silau,” Waw! Tulisannya keren banget! Susah deh bisa kayak gitu..”. Tapi di Bale Bengong ada perasaan jengah, apalagi yang nulis adalah orang yang saya kenal, “Mekera aja bisa!”
Dari Bale Bengong juga saya menyadari kalau banyaaaaaaaak sekali hal tantang Bali yang bisa dan harus dikupas lagi dan diangkat ke publik.
Lucunya, orang malah lebih sering (dan senang) ke web Bale Bengong untuk mengetahui info tentang Bali daripada ke web yang lebih “berwenang”. [b]
horas bli…
mari dimari terus menjaga jengah *ketokone
justru dari situs2 informal, innformasi asli bisa didapetin. hehehhe
Memproduksi informasi merupakan sikap manusia yang suka berbagi, memproduksi informasi adalah manusia penuh kreasi.
wahh….bettul…bettul bengong aku..,,ImpianQ dari kecil ingin jalan2 ke Bali sampai sekarang belum kesampaian…daripada tambah bengong mending liat situsnya balebengong.net aja dulu..
Mungkin karena di denpasar khususnya tanah makin sempit dan tidak bisa bikin bale bengong…ya Balebengong di dunia maya bolehlah heeee