Pengelolaan kawasan pesisir secara kolaboratif telah berdampak.
Berdasarkan pengamatan di tujuh titik mewakili tiga kawasan konservasi, terumbu karang di Bali utara berangsur membaik. Pemerintah maupun warga mengelola kawasan bersama-sama.
Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pengamatan secara massal di Bali utara pekan lalu. Pemantauan itu bagian dari peringatan Reef Check Day, yang tiap tahun dirayakan pada 22 Oktober.
“Dengan adanya sebuah pengelolaan kawasan, tekanan pun berkurang sehingga terumbu karang dapat mengalami pemulihan baik secara alami maupun dengan usaha dari pemerintah dan masyarakat,” kata Iqbal Herwata Putra, Koordinator Proyek Bali Utara Yayasan Reef Check Indonesia.
Kawasan terumbu karang Bali utara ini meliputi wilayah Kabupaten Buleleng. Wilayahnya antara lain di Pacung, Bondalem, Tejakula, Penuktukan, Lovina dan Pemuteran.
Iqbal mencontohkan kawasan konservasi di bagian timur Kecamatan Tejakula yang dikenal sebagai salah satu lokasi perikanan ikan hias. Dulu, nelayan di desa ini mengambil ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan. “Setelah ada pembinaan dari pemerintah dan bantuan dari berbagai LSM, saat ini nelayan malah ikut berkontribusi dalam pengelolaan terumbu karang,” katanya.
“Karena itu kondisi terumbu karang mengalami perbaikan dan sudah sedikit ditemukan kejadian perusakan sumberdaya alam khusunya terumbu karang,” lanjut Iqbal.
Selain karena kolaborasi berbagai pihak, perbaikan pengelolaan kawasan pesisir di Bali utara juga karena regulasi dan budaya. Regulasi yang ada saat ini baik dari pemerintah maupun adat mendorong adanya upaya pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Dari segi adat, Bali merupakan sebuah provinisi yang masih sangat kuat dengan adat.
Contohnya adalah konsep Nyegara Gunung dan Tri Hita Karana sebagai pendekatan yang sangat baik dilakukan untuk konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut. “Pada umumya masyarakat di Bali sangat menghargai dan mentaati unsur-unsur berbau adat sehingga pendekataan ini sangat baik dilakukan dan cukup berhasil diterapkan di masyarakat Bali,” tambahnya.
Kondisi terumbu karang yang masih baik juga terlihat di kawasan Pemuteran yang terkenal sebagai tempat menyelam dan snorkling. Di tempat ini, tim pemantau selama Reef Check Day menemukan terumbu karang dengan kondisi tutupan yang baik. Iqbal menuturkan kondisi ekosistem yang baik ditunjukan dengan ditemukannya empat ekor hiu putih.
Hiu putih yang termasuk jenis hiu yang hampir terancam punah merupakan top predator dalam rantai makanan dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Namun, meskipun secara umum kondisinya membaik, terumbu karang di kawasan Buleleng juga masih menghadapi sejumlah tantangan.
“Banyak sampah dan kain-kain dari aktivitas nelayan yang ditemukan,” tutur Vera peserta monitoring di wilayah Tejakula. Di Bondalem, juga terjadi hal sama. Masih banyak sampah yang menjadi ancaman bagi terumbu karang, baik sampah dari aktivitas perikanan maupun yang lainya. “Jika dibiarkan ini dapat menggangu pertumbuhan karang untuk tumbuh dan berkembang serta biota laut lain,” kata Iqbal.
Menurut Iqbal, hewan laut sering terkait pada sampah-sampah sehingga mengganggu pergerakannya. Di banyak lokasi terumbu juga dijumpai karang dan biota laut lainnya yang bersifat bentik, sessile (tidak dapat berpindah) yang mati akibat tertutup lembaran-lembaran plastik.
Ayu Charismawati Koordinator Tim Reef Check di Penuktukan menuturkan hasil monitoring di lokasi penyelaman di Penuktukan terdapat indikasi pemutihan karang yang terjadi terutama pemutihan pada karang mushrom.
Tahun ini telah terjadi fenomena El Nino dengan intensitas sedang yang menyebabkan kemarau panjang dan meningkatkan suhu permukaan air laut. Hal ini berdampak pada karang yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan suhu air laut. Hal sama juga terjadi pada lokasi penyelaman di Pacung.
Pemantauan serempak di Bali utara merupakan bagian dari peringatan Reef Check Day tahun ini. Pada perayaan tersebut sukarelawan dari berbagai daerah berkumpul di Bali. Mereka melakukan pemantauan di tujuh lokasi penyelaman secara serentak.
Kegiatan dilakukan di 7 lokasi penyelaman di Bali, tepatnya di Bali Utara. Reef Check North Bali termasuk rangkaian kegiatan Buleleng Bali Dive Festival di Pemuteran, Buleleng pada 23-26 Oktober 2015 yang diadakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng bekerja sama dengan berbagai pihak terkait.
Pada Jumat, 23 Oktober 2015 dilakukan workshop tentang metode Reef Check di Pemuteran, Buleleng. Hadir lebih dari 35 peserta dari berbagai daerah. Workshop ini bertujuan untuk pembekalan kepada para peserta sebelum melakukan survey.
Reef Check Day dimulai pada 1997 oleh tujuh penyelam yang memantau terumbu karang di satu provinsi di Indonesia. Kemudian pada tahun 2006, Reef Check telah dilakukan oleh paling sedikit 1.442 sukarelawan penyelam. Mereka memantau terumbu karang di 61 lokasi di 19 provinsi dan melibatkan paling sedikit 100 lembaga.
Sejak 2009, setiap 22 Oktober diadakan Reef Check Day Indonesia bagi semua sukarelawan yang ingin terlibat dalam pelestarian terumbu karang. Caranya dengan membentuk atau bergabung dengan tim survei untuk menyelam atau snorkeling memantau terumbu karang di wilayah Indonesia. Reef Check Day selain sebagai bentuk kepedulian dan kampanye juga untuk mendukung gerakan pemantauan karang.
Selama Reef Check Day Oktober ini, semua sukarelawan dapat mengorganisir pemantauan di semua lokasi terumbu karang di Indonesia. Ada tiga hal yang dipantau yaitu kondisi substrat, ikan indikator, dan invertebrata indikator. Pemantau juga melihat dampak aktivitas manusia terhadap terumbu karang. Metode Reef Check yang sudah diterapkan di dunia semenjak tahun 1996 dan masuk ke Indonesia tahun 1997, merupakan salah satu metode pemantauan terumbu karang yang distandarisasi secara internasional.
Selain sebagai alat pantau kondisi terumbu karang dan lingkungannya, Reef Check telah diterima dengan baik oleh banyak pihak, termasuk komunitas sains dan pengambil keputusan di Indonesia. Hal ini karena Reef Check didesain sesederhana mungkin untuk dapat digunakan oleh semua kalangan.
Setelah mengikuti workshop dan simulasi darat tentang metode Reef Check para peserta dibagi menjadi 6 team yang ditempatkan di 7 lokasi penyelaman. Penyelaman pada Sabtu, 24 Oktober 2015 itu untuk melakukan monitoring terumbu karang di tujuh lokasi penyelaman, yaitu Pacung, Bondalem, Tejakula, Penuktukan, Lovina (2 lokasi penyelaman), dan Pemuteran.
Peserta monitoring Reef Check melibatkan berbagai komunitas, seperti Universitas Brawijaya, Kelompok Nelayan Pacung, Reef Seen, Sea Rover, dan pemandu selam Tulamben. Hadir pula Joss Hill salah satu penyusun protokol metode Reef Check yang kini digunakan hampir di seluruh dunia.
Melalui kegiatan tersebut peserta mendapat pengetahuan baru tentang cara menggunakan metode reef check untuk mengetahui kondisi terumbu karang di wilayah tersebut. “Ini pengalaman pertama kali. Kalau boleh tahun depan ikut lagi supaya kita tahu bagaimana perkembangan terumbu karang dan biotanya di sana,” kata Angelia Siagian koordinator tim Reef Check di wilayah Tejakula.
Reef Check Day tidak hanya dilakukan di Bali. Kegiatan serupa juga diadakan oleh Marine Diving Club di Taman Nasional Karimunjawa dan ODC Unsyiah Aceh yang telah berkoordinasi dengan Reef Check Indonesia.
Data yang telah didapatkan akan dilaporkan oleh koordinator lokal ke Reef Check Indonesia dan Reef Check Internasional. Reef Check Indonesia akan memproses data itu untuk menghasilkan gambaran global kondisi terumbu karang Indonesia. Hasilnya akan diproses sebagai bagian dari data Jaringan Pemantauan Terumbu Karang Global. [b]