Oleh Luh De Suriyani
Seorang pasien suspect rabies kembali dirawat di Ruang Penanggulangan Flu Burung RS Sanglah Denpasar. I Wayan Jama Asmara, 46 tahun, adalah warga Pecatu, Kuta Selatan. Daerah ini telah dinyatakan sebagai kawasan wabah rabies oleh Pemerintah Provinsi Bali sejak akhir tahun lalu.
“Korban diindikasi mengidap gejala klinis rabies seperti pasien suspect sebelumnya,” ujar dokter IGB. Ken Wirasandhi, Sekretaris Tim Penanggulangan Rabies RS Sanglah. Wayan Jama dirawat sejak Minggu pagi di ruangan khusus untuk perawatan penyakit menular tropik itu.
Saat ini menurutnya pasien dalam kondisi stabil. Ia menolak memberikan penjelasan lebih rinci dengan alasan pasien masih diobservasi tim pengendali rabies. “Yang pasti diagnosa pasien ensephalitis,” kata Ken. Encephalitis adalah radang otak yang diakibatkan virus.
Ketika ditelusuri di ruang perawatan pasien, sejumlah keluarga Jama menolak memberikan keterangan dengan alasan masih shock.
Kepala Ruangan isolasi Nusa Indah, Ni Made Ratni mengatakan istri korban masih belum bisa menerima suaminya dinyatakan suspect rabies. “Istrinya menangis histeris selama pasien dirawat,” ujarnya.
Sementara menurut AA. Gede Agung Mayun, Kepala Dinas Kesehatan Badung yang dikonfirmasi The Jakarta Post menegaskan pasien memang mengalami gejala klinis rabies.
Ironisnya, Jama telah mendapat suntikan Vaksin anti rabies (VAR) dua kali sejak digigit anjing sekitar tiga bulan sebelumnya. Mayun mengatakan korban mendapat VAR pada 27 Desember 2008 lalu.
“Sayangnya, karena merasa sehat dia tidak melanjutkan VAR ketiga dan keempat,” ujar Mayun.
Suntikan VAR secara lengkap menurutnya keharusan, terlebih jika mengalami gigitan dari lengan ke atas. Mayun sendiri mengaku belum mendapat laporan lengkap soal kondisi medis pasien, termasuk lokasi gigitan dan penanganan medisnya.
“Ini sangat mengagetkan juga karena kasus gigitan di Kuta Selatan jumlahnya makin menurun,” tambahnya tanpa merinci datanya. Anjing yang mengigit pun hingga kini belum diketahui.
Dalam berbagai diskusi penanggulangan rabies di Bali, muncul ide untuk memberikan sanksi atau tanggung jawab moral pada pemilik anjing yang menggigit orang. Tujuannya agar masyarakat terlibat dalam pencegahan rabies.
Hingga kini, tercatat tujuh suspect rabies yang meninggal sejak wabah rabies dinyatakan di Kuta Selatan. Korban suspect pertama adalah Putu Linda (4) yang meninggal 17 September 2008 setelah digigit anjing. Kemudian Made Artana (32), Oktaf Rahmana (3), dan Made Wirata, Ketut Tangkas (3), Thomas Aquino (32), dan Ni Made Ruken (45).
RS Sanglah menyatakan hanya tiga orang yang tes darahnya positif rabies, yakni Wirata, Thomas, dan Ruken. Ketiga korban ini dirawat khusus di sal isolasi RS Sanglah, setelah dinyatakan Bali daerah wabah rabies.
Korban suspect lainnya, tidak mendapatkan observasi khusus atau terlambat datang ke rumah sakit. Padahal menurut penelusuran di lapangan, mereka juga menunjukkan gejala klinis rabies setelah digigit anjing.
Sementara menurut Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Badung, pihaknya kesulitan melakukan booster atau pemberian vaksin ulangan pada anjing yang akan dimulai April ini.
“Hingga kini kami masih melakukan VAR pada anjing dengan sistem door to door. Untuk menyusuri anjing-anjing yang belum sempat divaksin sama sekali,” kata I Gede Asrama, Kepala Sub Dinas Kesehatan Hewan Disnak Badung yang bertanggung jawab di lapangan.
Berdasarkan catatannya, hampir 19 ribu ekor anjing telah divaksinasi, dan sekitar 1600 ekor dieliminasi di Badung saja. [b]
Tulisan versi Bahasa Inggris dimuat http://www.thejakartapost.com/news/2009/03/25/rabies-claims-its-eighth-fatality-denpasar.html
turut prihatin terhadap banyaknya korban rabies…
moga aja tak bertambah lagi…
satu buku yang pernah saya baca memuat… “satu kuman penyakit.. bagaimanapun manusia berusaha menyingkirkannya… kuman tersebut berusaha mempertahankan hidupnya karena ia juga merupakan ciptaanNYA…”
jadi pada prinsipnya kembali pada kita masing2….
DP