Banyak orang menyebut Brahmavihara sebagai Borobudur mini.
Penyebutan ini hanya untuk memudahkan orang dalam mempromosikan vihara dengan arsitektur Bali di Kecamatan Banjar ini. Ada beberapa stupa khas Candi Borobudur di tempat ibadah dan meditasi ini.
Itulah titik teramai untuk mengambil swafoto alias selfie.
Brahmavihara di Kabupaten Buleleng ini memang tak hanya memuaskan mata juga jiwa. Bekunjung ke sini tak menarik kalau hanya lewat dan ambil foto. Ia memberikan kesempatan untuk menikmati wisata spiritual dan refleksi, itu jika tak terlalu sibuk mengatur kamera ponsel.
Tapi ah, sudut-sudut kawasan suci umat Buddha seluas empat hektar ini memang banyak yang menarik dishare ala-ala anak IG. Haha..
Karena itu makin banyak dimasukkan dalam jadwal perjalanan ke Bali Utara. Sekitar empat jam dari Bandara Ngurah Rai ini.
Vihara ini sudah berdiri hampir 40 tahun tapimasih terlihat banyak pembangunan atau perbaikan. Tujuan pembangunannya oleh pendiri mendiang Bhante Giri adalah tempat meditasi. Ingat ya, bukan selfie.
Catatan vihara ini menyebutkan Brahmavihara Arama terdiri dari tiga kata yaitu: Brahma, Vihara dan Arama. Brahma berarti agung, sangat luhur, terpuji, mulia. Vihara berarti cara hidup, dan Arama berarti tempat. Sering pula dijumpai bahwa kata Vihara diberi arti sama dengan Arama yaitu sebagai suatu tempat tinggal.
Dari arti kata tersebut, maka makna Brahmavihara Arama adalah suatu tempat untuk melatih diri, menempa perilaku luhur/terpuji yang meliputi Metta, Karuna, Mudita dan Upekkha.
Metta/Maitri adalah cinta kasih yang murni yang diberikan kepada semua mahkluk (universal) yang menembus tirai-tirai manusia berupa ras, suku, bangsa, agama, jenis kelamin, usia, tempat tinggal dan lain sebagainya. Cinta kasih ini hakekatnya menghendaki semua mahkluk dapat hidup sejahtera (dalam arti kebutuhan pokok terpenuhi, damai, terlindung, aman, sehat).
Karuna adalah kasih sayang yang tulus kepada semua mahkluk yang menderita. Ikut merasakan beban penderitaan serta membantu mengeliminir penderitaan yang dialami.
Sementara Mudita adalah kegembiraan yang timbul dari hati nurani atas keberhasilan orang lain. Mudita adalah simpati tanpa keakuan. Lawan langsungnya adalah irihati, dengki dan ketidak-senangan. Sifat Karuna dan Mudita ibarat sekeping mata uang: berbeda tetapi tak dapat dipisahkan.
Upekka/Upeksa disebut keseimbangan batin yang timbul akibat perenungan terhadap sebab-akibat/hukum karma serta memiliki pengertian tentang kesunyataan sehingga membuat pikirannya tenang dan tidak tergoyahkan. [b]