Miris rasanya melihat Bali dalam bingkai-bingkai foto tersebut. Tapi, begitulah adanya Bali saat ini di mata para fotografer muda tersebut.
Tak ada Bali dengan laut membiru, pasir putih, eksotisme tebing, atau kerlingan genit mata penari seperti di brosur-brosur pariwisata. Lupakan itu semua.
Lihatlah Bali Kini, tema pameran yang diadakan Pers Mahasiswa Akademika Universitas Udayana ini. Gambar-gambar Bali yang tersaji adalah wajah Bali yang penuh tanda tanya. Gamang. Atau, jangan-jangan, malah alarm tentang pesona Bali yang kian hilang.
Sekitar 24 bingkai itu memerlihatkan tantangan dan masalah Bali saat ini. Agung Parameswara, anggota Akademika yang juga fotografer lepas untuk The Jakarta Post dan Tempo Bahasa Inggris, memotret Bali dengan kepungan globalisasi dan urbanisasi.
Dalam salah satu fotonya, Agung menunjukkan Pizza Hut, salah satu ikon globalisasi berdamping mesra dengan Sari Laut, salah satu penanda maraknya urbanisasi di Bali, khususnya Denpasar. Inilah wajah Bali saat ini di mata anak-anak muda seperti Agung, kian terjepit.
Atau lihatlah foto karya I Putu Sukmana Githa, Sawah Bali Kini. Foto ini ditetapkan oleh juri lomba sebagai foto terbaik. Dalam foto ini, Githa yang juga mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Sipil menunjukkan seorang petani mentraktor sawahnya. Di latar belakang petani ini, sebuah perumahansedang dibangun.
Itulah Bali saat ini. Sawah kian tergerus kalah oleh masifnya pembangunan rumah.
Bandingkan pula dengan foto I Komang Yurda Garmita, Si Bule Duduk Santai. Foto di Tanah Lot ini memerlihatkan beberapa bule asik menikmati Tanah Lot dengan bir di meja mereka sementara di latar belakangnya umat Hindu sedang menghaturkan puja untuk penguasa.
Melalui karya-karyanya, fotografer muda Bali ini seperti mengingatkan betapa Bali saat ini menghadapi begitu banyak tantangan. Ya itu tadi, globalisasi, urbanisasi, kemacetan, sampah, acak adutnya tata ruang, dan semacamnya.
Gugatan dan peringatan fotografer yang semuanya masih mahasiswa ini didukung juga oleh fotografer-fotografer jurnalis di Bali. Miftahuddin Halim, wartawan Radar Bali, menggugat dengan foto seorang pemedek di antara tumpukan sampah pantai Kuta dan latar bekakang crane-crane pembangunan hotel di Kuta.
Ada pula Adrian Suwanto yang dengan sangat jeli memotret kemacetan di dekat Bandara Ngurah Rai dengan salah satu maskapai hendak mendarat di sana.
Semua foto itu, sekali lagi, mengingatkan inilah Bali saat ini. Di Balik gemerlap pariwisata, Bali juga punya sisi lain yang harus dipecahkan segera.
Pameran Bali Kini sendiri merupakan bagian dari kegiatan Persma Akademika Unud. Karya yang dipamerkan adalah hasil dari seleksi dalam lomba foto bertema sama, Bali Kini.
foto2 pemenang klik di http://www.persakademika.com/pengumuman-lomba-foto-jurnalistik.html
rasanya agak berlebihan jika menyebut ‘Tak Ada Surga di Bali Kini’. cobalah sekali sekali naik motor, jelajahi pedalaman/pelosok bali dan buat diri anda tersesat di sana. maka anda akan melihat masih banyak ‘surga-surga’ di bali.
bali, tidak hanaya seperti yang kita lihat di kuta dan sekitarnya, atau bali seperti yang terlihat di foto-foto media terutama di media2 mainstream. masih banyak sisi bali yang menawarkan nuansa ‘surga’.
sekarang tergantung bagaimana cara anda menikmati surga di bali. juga tergantung bagaimana anda melihat arti kata surga itu dan indikator surga menurut pandangan anda.
bali berubah, ya itu resiko dari sebuah perkembangan jaman dan arus modernisasi yang semakin kencang. sekarang tugas bersama bagi kita untuk menjaga bali agar bisa tetap serasa di surga [emang surga itu seperti apa sih view atau suasananya? :)]
banggalah jadi manusia bali. baik dan buruk, bali tetap milik kita bersama.
halo, bli wawan. Bali Kini dalam tulisan, tentu saja, tidak merepresentasikan Bali secara keseluruhan. Bali Kini yg dimaksud adalah tema dari pameran itu sendiri. dan, seperti aku tuliskan, itulah yg dilihat oleh fotografer2 muda yg ikut dalam pameran ini.
soal surga, itu memang tergantung perspektif. bagi para penikmat dunia malam, kuta tentu surga. tapi, belum tentu bagi pecinta keheningan atau keindahan kintamani. kita tak bisa menilai sesuatu dari satu sisi.
seperti juga kearifan bali, dua sisi selali berdampingan dalam satu hal, rwa bhineda. begitu juga bali. ada sisi gelap di balik gemerlapnya. piss..
betul itu pak anton, nah, komenku untuk meramaikan balebengong aja, keto bli… .
trus kalo hidung belang, lokasi ‘surganya’ ada di bagian bali yang mana pak anton?
sorga= SOng longgaR harGa bersAing itulah BALI KINI
nice info….
Selain dipuji dan memuji bali sudah slyaknya juga sbagai manusia yg lahir dan tumbuh d bali,, mnimal taw sbg pngtahuan,, ato kalo bisa memahami otokritik… bali berubah, bergerak.. Entah itu namnya kemajuan ato kemunduran,,, dlihat dr sudut pandang apa… silahkan… saya kira foto di atas positif n ngatif pariwisata,, nikmati saja lah..
kalau ke pedalaman sih masih banyak surga, coba deh kalau di kuta, entah masyarakat tidak tau, atau takut dengan penguasa, atau tidak peduli, sudah terlalu banyak bentuk maksiat yang sengaja tidak disentuh. contoh grahadi bali, yang dengan terang-terangan membuka transaksi tari telanjang dan bisa diteruskan dengan aksi esek-esek dengan tarif sewa kamar jam-an (hasil investigasi). padahal bisnis resmi mereka adalah hotel, restaurant dan karaoke. belum lagi diskotek boshe yang suara dentuman musiknya tembus hingga waterboom (mulai jam 2 pagi). setelah itu padatnya penduduk pendatang yang luar biasa, (terutama perbatasan kuta dengan tuban) coba deh blusukan ke gang-gang yang ada di sana, misal gang nyangnyang sari (sebelah bank mandiri), gang sadasari (lokasi turis jepang tewas) dan masih banyak lainnya, penduduk pendatang sudah membuat penuh sesak, kapasitas optimal pulau bali hanya 1.5 juta, sekarang penduduk bali sudah hampir 4 juta, tepatnya 3.8 juta. gak heran banyak warga bali yang memilih bertransmigrasi. tapi kenapa harus warga bali yang pergi?? kenapa harus warga bali yang giat ber-kb? lama-lama keturunan warga bali akan punah, seperti halnya keturunan majapahit dahulu. itukah niat bkkbn sebenarnya? 🙂 yang jelas perubahan bali sekarang mengarah ke negatif. banyaknya perumahan yang diijinkan (bupati dapet setoran tinggi), padahal penduduk sudah penuh sesak. mengapa perumahan yang dibangun? kenapa kepadatan penduduk ini malah diakomodasi? bukannya malah harus dipikirkan supaya penduduk tidak lebih membludak? aneh..benar-benar aneh. dulu tanah 1 hektar milik 1 keluarga bali yang beranggotakan 5 manusia, dijual ke pengembang, dibangun rumah 50 unit, dijual ke penduduk pendatang dengan masing2 keluarga beranggotakan 4 orang (contoh) jadi 50 x 4 = 200 manusia, bisa kalian bayangkan bagaimana kepadatan penduduk di daerah itu? apalagi tidak dibarengi dengan sarana umum yang memadai. hancur lah sudah, tinggal menunggu waktu (tahun 2012 kiamat, haha). bukan pengembang yang salah, bukan penduduk pendatang yang salah, bukan warga bali yang salah, tapi pemerintah daerah yang konyol. tidak melakukan analisis terhadap segala ijin yang dikeluarkan, pemerintah mata duitan. herann.. capek cang.
Setiap lokasi di sudut dunia pasti memiliki surganya, namun bukan berarti kita boleh serta merta menutup mata dengan kerusakan alam dan lingkungan yang terjadi di sekita kita. Saya kira tulisan dengan pilihan majas hiperbola ini sangat menarik :).
saat ini sudah sulit ditemukan daerah yang nyaman di kota denpasar. dimana-mana jalanan sudah crowded. coba kita bayangkan 10th ke dpan? apakah hamparan carik yang sudah terhimpit bangunan masih ada??? atau akan sama, berubah menjadi beton????? terlalu mudah investor masuk ke Bali………..
made gundul : ne mare topp,,,seken to bli,,,kebanyakan orang asingnya,,jadi hancur berkeping,,klo tamu asing banyak sing gpp..orang bali sibuk2 ngajegan bali,,yah pendatang malah bikin kacau,bikin sesak aja,klo liburan pulang 1 baliknya 10,,slalu ada baek dan buruk bli,,tenang gen ,,tuhan slalu ada buat orang2 bali yg dharma…tp gpp orang penuhin bali,,tp pasti ada wktunya bali akan kembali sprti dlu,,entah apa rencana tuhan,,jalani aja,,dan nikmati aja sbg orang bali penuh dharma…keep smile,,dmn ada kejayaan keruntuhan slalu ada mengikuti,,,ingat bli dlu pandawa dibuang dan di asingkan bertahun2 ke hutan pdhl mereka baek2 kan semua,,tp ada wktunya lgi mereka berkuasa,,,so life must go on,,,
Namanya juga perubahan. Tidak selamanya buruk dan baik juga. Pintar-pintar kita, sih. Turis juga membawa pengaruh yg baik. Dan mereka pun tidak akan rela Bali kehilangan keindahan alam dan budayanya. Kalau kita cukup keras dalam usaha menjaga budaya dan adat, tentunya pihak asing tidak akan berani mengusik. Kita sendiri yang menjual tanah, sawah, dsb. Kalau kita bilang tidak jual, mereka juga gak akan beli. Misalnya saja begitu. Tergantung kita sih, penduduk pribumi gimana pinter2 menyerap perubahan yang ada.
benar…semua sudah terbutakan oleh gemerincing dolar….walaupun atribut kebesaran agama Hindu Bali sudah turun..namun semua kompunen pariwisata tidak ada yg peduli untuk menghormati kesucian dan kesakralan tempat melasti..di mana dengan angkuhnya para bule minum sedangkan umat hindu Bali melakukan upacara melasti di bawah.. pemandangan yg melecehkan agama hindu bali…
Wah wah wah, nusuk juga nih tulisan, kalau saya sih membaca tulisan ini bukan mencari dimana surganya, masih ada apa tidak, tapi tanyakan ke hati kita yang paling dalam benar benar dalam, apakah bali masih nyaman senyaman dulu, diluar kemacetan, sampah, kepadatan penduduk yang nota bene kita sama sama saling membutuhkan, pendatang butuh bali dan tidak di pungkiri bali pun butuh pendatang sebagai bagian dari bali itu sendiri
Tapi membaca ini saya pikir kita sebagai generasi muda mulailah memjaga bali lakukan dengan tindakan bukan hanya dengan tulisan, foto, obrolan dll, mulai dari diri sendiri dan tanyakan ke diri sendiri apa yang sudah kau lakukan untuk bali
Love bali and love u all
miris baca berita ini, dulu waktu saya kost di bali tepatnya di Denpasar di samping kost ada sawah dan setiap malam mendengar nyanyian2 hewan sawah dan pagi nya pasti dingin dan sejuk (saya berpikir mungkin cuma di Denpasar saja Kota Besar yang masih ada sawah) beberapa bulan kemudian sawah tersebut di jadikan pemukiman untuk Perumahan Modern. Setiap hari tepatnya siang hari saya harus mendengar deru alat2 pertukangan, tidak ada nya hawa dingin & sejuk seperti dulu lagi dan tidak ada nyanyian hewan2 sawah di malam hari lagi..
!!!!!TOLAK PENGHANCURAN BALI BERKEDOK PARIWISATA!!!!!
MEREKA HANYA LINTAH-LINTAH YANG MENYEDOT DARAH ORANG BALI DAN PULAUNYA!!!!!
DENGAN DALIH MEMBUKA LAPANGAN KERJA, ORANG BALI HANYA DIJADIKAN TUKANG KEBUN DAN SATPAM!!
PARA PEJABAT BERWENANG PURA-PURA TIDAK TAHU, KARENA MEREKA MENIKMATI UANG HARAM DI MULUTNYA!!!!!! TAKUT PADA ATASAN MEREKA DI JAWA (JAKARTA)!!!
KETIKA KEMARAHAN ORANG BALI MELEDAK, BERSIAPLAH AKAN PERTUMPAHAN DARAH!!!!
KAMI TIDAK TAKUT!!!
-ORANG BALI SELAMATKAN BALI-