Banyak orang berhasil keliling dunia, banyak orang yang berhasil membuat perubahan di suatu daerah.Tetapi bersamaan dengan itu, ada orang yang lupa kampung halamannya. Ada orang yang sibuk memikirkan pembaruan guna memajukan suatu kota, sedangkan ia lupa untuk memajukan desanya sendiri.
Oleh Savrya Mutmainnah
Desa tempat kita dilahirkan, tempat kita bermain bersama teman-teman, tempat pertama yang menjadi saksi bisu mempelajari dunia ini. Namun, saat kita sudah berhasil menginjakkan kaki ke kota kita lupa dengan kampung halaman.
Kesalahan seperti ini yang tidak ingin dilestarikan oleh sekelompok pemuda yang berbakat dan berpengalaman di Jembrana. Mereka tidak ingin membuat perubahan di suatu daerah tanpa melakukan perubahan juga di desa mereka.
Sekelompok pemuda itu ialah I Putu Bawa Husadi (Bowo), Sayu Komang Sri Mahayuni (Sayu), Agus Wesnawa (Gus Wes), Ngurah Sumadi, Gede Suparta, dan Ketut Adi. Mereka merupakan putra-putri desa yang berpengalaman di bidangnya masing-masing.
Pada tahun 2004 mereka mendirikan komunitas yang bernama BASE Bali, kepanjangannya Bisnis Alternatif Sosial Ekologi. Bisa juga dipahami sebagai dasar (base) dari Bali, komunitas ini didirikan di Bali Barat, tepatnya di Banjar Yeh Buah, Desa Yeh Embang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.
Komunitas ini merupakan sebuah komunitas yang bersifat terbuka yang tidak mengikat anggotanya. Mereka membebaskan anggotanya berekspresi dan membiasakan untuk menggelengkan kepala bukan menganggukan kepala. Kami, alumni Kelas Jurnalisme Warga (KJW) Jembrana susur hutan dan susur sungai di desa ini. Warga pesisir menengok hulu untuk belajar dan mempelajari penyebab banjir.
Komunitas ini dibangun karena kegelisahan pribadi anggota tentang apa yang bisa mereka buat untuk desa mereka sendiri setelah banyak proyek perubahan berhasil mereka kerjakan untuk daerah lain. Ibu Sayu sudah sering ke pelosok Indonesia untuk membagi pengalamannya di bidang pendidikan permakultur dan kesiapsiagaan bencana alam. Demikian juga om Bowo. Sedangkan om Gus Wes sudah 18 tahun bekerja di kelompok aktivis lingkungan dunia dan berlayar di kapal Greenpeace.
Adapun tujuan komunitas ini ialah menjadikan Bisnis, Alternatif, Sosial, dan Ekologi ini bisa terwujud. Selain itu menjadi tempat beradaptasi dengan masalah untuk mencari solusi bersama serta menjadi tempat berpikir kritis dan berbeda.
Selama kurang lebih 17 tahun sudah komunitas ini berdiri dan mencoba banyak cara untuk mencapai tujuan mereka. Mulai dari melakukan pendekatan kepada sekolah-sekolah yang ada di Jembrana untuk membahas isu tentang hutan, air, dan lingkungan. Namun, kegiatan ini belum bisa menghasilkan seperti apa yang mereka harapkan. Hingga akhirnya mereka membuat sesuatu, di mana kita bisa belajar banyak hal. Mereka membuat Hutan Belajar.
Om Gus Wes mengatakan Hutan Belajar hadir dari kesalahan masa lalu, yaitu mengubah alam dari apa yang kita yakini, tetapi hal itu yang sebenarnya tidak bagus untuk alam itu sendiri. Hutan Belajar juga sebagai salah satu jawaban dari pertanyaan hal apa yang bisa dilakukan untuk desa mereka dan tempat belajar serta menemukan formula baru untuk kehidupan ini. Ide ini didukung penuh oleh aparat pemerintahan desa setempat dan Dinas Kehutanan wilayah Bali Barat.
Saat ini kawasan Hutan Belajar memiliki luas sekitar 4 ha, yang di dalamnya terdapat banyak pepohonan yang dirawat dan dilestarikan. Selain pepohonan disini juga terdapat macam – macam burung yang juga dikonservasikan di Hutan Belajar ini. Di kawasan ini juga terdapat Pohon Kwanitan yang merupakan tanaman endemik Jembrana.
Ibu Sayu menjelaskan, tanaman ini dahulunya sering dimanfaatkan kayunya oleh warga sekitar untuk membuat perlengkapan rumah tangga karena kayu dari pohon kwanitan ini memiliki sifat yang tidak akan dimakan oleh rayap. Selain Hutan Belajar, komunitas BASE BALI juga mempunyai program susur sungai. Program ini dilakukan bersama Desa Siap Siaga Bencana dengan menanam pohon bambu dan menebang semua pohon selain pohon bambu yang ada di sepanjang bibir sungai. Kenapa pohon bambu?
Karena pohon bambu memiliki akar yang saling mengikat sehingga bisa mencegah terjadinya belabar. Pohon bambu yang akan ditanami disepanjang bibir sungai tersebut diambil dari Hutan Belajar dan sengaja dibudidayakan untuk kepentingan program ini. Program ini sudah dijalani dan rencananya akan terus dilakukan disepanjang bibir sungai hingga menuju ke Pantai Rambut Siwi yang merupakan titik akhir bermuaranya air sungai Yeh Embang tersebut.
Selain dua program diatas, BASE Bali juga mempunyai beberapa program yang melibatkan masyarat sekitar seperti program pemilahan sampah rumah tangga, penanaman hutan, pengolahan hasil panen warga, dan desa tangguh terhadap ekonomi dan bencana. “Program kita yang melibatkan warga itu ada pengolahan sampah rumah tangga mandiri. Kami akan melakukan permohonan ke Pemerintah Desa Yeh Embang Kauh untuk mendukung program ini dengan membantu membuatkan tempat pembuangan akhir,” ucap Om Bowo.
Om Bowo juga menambahkan bahwa komunitas ini tidak hanya diperuntukan untuk pemuda-pemudi dari Desa Yeh Embang Kauh saja, tetapi juga diperuntukan untuk anak muda di mana saja yang ingin belajar di Hutan Belajar. Ia berharap untuk komunitas yang sudah ada di generasi kedua ini, bisa membumikan lebih luas apa yang mereka ketahui. Selain itu, ia juga berharap untuk program Hutan Belajar agar menjadi tempat merumuskan formula juga menjadi tempat belajar dari segala arah.
Comments 1