Hampir seluruh tulang punggung negara-negara Asia adalah tradisi warisan budaya.
Sangat menarik saat kegiatan kreatif lainnya dalam koridor ekonomi kreatif telah berkembang pesat dan mendukung sektor yang ada.
Koridor ekonomi kreatif ini termasuk di dalamnya desain, arsitektur, digital konten, dan IT/pengembangan perangkat lunak. Seyogianya kekayaan budaya dan kekinian dunia kreatif ini bersanding menjadi nilai tambah bagi potensi ekonomi Asia di masa depan.
Bangkok Design Festival diselenggarakan pertama kali pada 2009 salah satunya sebagai platform bagi desainer Asia untuk membangun kemitraan, meretas roh tradisi dan budaya dan mentransformasinya menjadi kreativitas bernilai serta berkesinambungan. Delegasi Indonesia yang telah berpartisipasi semenjak awal kelahiran Bangkok Design Festival merupakan bagian dari komitmen dalam memelihara visi ini dan sebagai solidaritas Indonesia turut serta dalam gerakan kolektif membangun masa depan Asia yang bernilai.
Desainer Indonesia yang berkiprah di Bangkok Design Festival 2014 ini membawakan konsep “Sustaindonesia”. Tema ini sebagai penegasan bahwa kita tidak hanya bagian dari fitur Asia yang unik di bidang seni dan budaya tapi juga dalam mewarisi nilai-nilai kearifan dalam hal keberlanjutan selama berabad-abad.
Tantangan kita sekarang adalah untuk mengeksplorasi dan membentuk kembali kreativitas dengan cara lebih baik, mengembangkan dan mentranformasi pengetahuan, juga pemahaman dampak keberlanjutan.
Tantangan kita sekarang adalah untuk mengeksplorasi dan membentuk kembali kreativitas dengan cara lebih baik, mengembangkan dan mentranformasi pengetahuan, juga pemahaman dampak keberlanjutan baik bagi kehidupan saat ini dan masa depan yang berkaitan dengan produk, teknologi, jasa dan sistem.
Tema ini dihadirkan sebagai upaya menghargai masa depan dengan mencipta dan berinovasi untuk manusia dan lingkungan yang lebih baik.
Ada tujuh desainer Indonesia yang menghadirkan karya di Bangkok Design Festival 2014. Mereka adalah Ilhamia Nuantika (Bandung) dengan karya Palas Table Lamp, lampu meja yang terbuat dari materi bambu yang bentuknya adalah inspirasi ‘Ketupat Palas’. Kedua, Harry Mawardi (Bandung) dengan karya Alien Bamboo Stool dan Seri Bamboo Vases yang materi utamanya bambu, dan pada vase menggabungkannya dengan keramik.
Ketiga, Sukarman (Yogyakarta) dengan batik kontemporer SidjiBatik yang dalam implimentasinya menerapkan kolaborasi dengan komunitas seniman batik dengan konsep satu batik untuk satu kain. Kolaborasi Sukarman ini juga berhasil mengembangkan komunitas batik dengan menggiatkan prinsip perdagangan berkeadilan (fair trade).
Keempat Komunitas Bambu Endo (Bandung) yang mengembangkan gitar bambu dengan mengeksplorasi gitar klasik dan akustik yang 90% bahan dasarnya adalah bambu dan memiliki bunyi yang berkarakter setelah melalui beberapa uji coba oleh seniman/musisi gitar Indonesia.
Kelima Aty Budiman (Bali) dengan Nafka Upcycling Casual Bag yang memadukan kulit organik dengan limbah vinyl billboard menjadi seri tas casual yang unik. Keenam Andhika Lukas (Jakarta) dengan seri busana Strojav atau ‘Street of Java’ yang merupakan busana urban dengan padu-padan kain tradisional Indonesia dan metoda atau teknik bordir dan sulam dalam tiap helai busananya.
Terakhir ada Arsawan (Bali) dengan Tenun Patra, sebuah eksplorasin tenun tradisional dengan motif-motif baru yang terinspirasi dari pepatrandi dinding dan relief di bangunan tradisional Bali juga pada ukiran di pintu atau panel kayu. Arsawan juga berhasil menggairahkan kembali komunitas penenun tradisional untuk berkarya dan berpenghasilan yang layak.
Pameran ‘Sustainonesia’ dikurasi oleh Arief ‘Ayip’ Budiman dan upaya menghadirkannya di Bangkok Design Festival adalah bagian dari kemitraan mandiri yang dilakukan antara Bali Creative Community (BCC), Pinasthika Creative Festival, Do Art Project dan BEDO. Kemitraan ini sedang bergiat mendorong dan memfasilitasi kreativitas terutama dari kalangan muda dan karya-karya desain ramah lingkungan menjadi kreativitas berkelanjutan dalam rangkaian program yang terintegrasi.
Pada pengantar kuratorialnya Ayip menyebut bahwa Indonesia sebagai bagian dari Asia memiliki ‘modal’ kreativitas dari karakter identitas seni dan budayanya, termasuk memiliki warisan kearifan lokal tentang “keberlanjutan” dalam tradisi budayanya.
“Tantangan terbesarnya adalah bagaimana para kreator menjadikannya sebagai referensi dan memaknainya dalam penciptaan karya desain yang bukan saja indah dan menarik tetapi memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan yang mampu memosisikan kreativitas Asia yang berkelanjutan,” ujarnya.
Pameran ‘Sustaindonesia’ di Bangkok Design Festival 2014 bertempat di Siam Center lower ground dan akan berlangsung hingga 15 Mei 2014. Dalam pembukaan pameran pada 9 Mei di Siam Paragon hadir perwakilan atase perdagangan RI di Bangkok turut mendukung gagasan pameran ini dan merencanakan untuk memfasilitasi pada beberapa agenda pameran di Asia di tahun 2014-2015 mendatang.
Bangkok Design Festival merupakan acara yang merayakan karya dan talenta desainer lokal, internasional dan desainer Asia masa depan yang cemerlang. Menampilkan berbagai pameran, seminar, acara kreatif dan penganugerahan kreatif, acara ini merupakan ajang penting memosisikan desainer Asia di kancah dunia.
Bangkok Design Festival tahun ini memiliki beberapa pameran dan seminar yang bertujuan untuk mengajak desainer dari berbagai bidang kreatif, untuk bertukar ide dan memperluas visi tentang arsitektur dan desain. Festival ini mencakup pameran terbaik mahasiswa desain, “Desainer ‘Saturday” dengan pembicara arsitek Tim Kobe dan Jo Nagasaka serta pemutaran “Film tentang Desain”. Festival ini akan diadakan di tempat-tempat yang menjadi sentral kreativitas dan area publik di Bangkok. [b]