Kepada Gubernur Bali
di Tempat
Salam cinta, adil dan lestari.
Hari kasih sayang yang universal dan diperingati setiap 14 Februari 2014 menjadi satu momentum yang membahagiakan. Terlebih di dalam momen itu ada hal positif yang bisa kita dapat. Berbagai cara dilakukan, pertama, bisa menyampaikan rasa sayangnya secara subyektif dan obyektif.
Rasa sayang yang secara subyektif adalah rasa sayang yang disampaikan karena melihat sosok semata tanpa memperhatikan perilaku dapat dengan menyanjung tanpa batas sehingga dapat menjerumuskan. Rasa sayang yang objektif adalah rasa yang sayang yang disampaikan kepada setiap orang dengan tetap memperhatikan perilakunya, bentuk penyampaian rasa sayang bisa dengan mengingatkan, mengkritik dan termasuk memberikan dukungan.
Di dalam momentum hari kasih sayang inilah ForBALI mencoba mengungkapkan rasa sayang itu dengan cara obyektif dan mengingatkan inkonsistensi sikap Gubernur Bali dalam kasus reklamasi teluk benoa.
Berdasarkan pantauan media yang kami lakukan selama polemik rencana reklamasi kami mencatat setidaknya terdapatnya 4 (empat) fase, yakni sebagai berikut:
Fase pertama adalah terkait pernyataan Gubernur Bali tentang kemunculan rencana reklamasi. Pernyataan yang tidak konsisten antara pra SK Reklamasi muncul ke publik dan pasca muncul kepublik.
Sebelum munculnya SK reklamasi I (2138/02-C/HK/2012 Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa) Gubernur Bali menyatakan secara bertahap bahwa pertama, Gubernur Bali menyatakan tidak megetahui akan adanya rencana reklamasi. Kedua, Gubernur belum mengetahui. Akan tetapi intinya akan ada rencana reklamasi yang akan dibahas dibahas lebih jauh, termasuk dengan DPRD Bali.
Ketiga, Gubernur Bali pada tanggal 9 Juli di seluruh media (terutama media cetak) menyatakan bahwa SK 2138 memang ada dan bahkan mempertegas bahwa ia telah mengeluarkan SK 2138 dan SK itu ada. Keempat, setelah menyatakan tidak tahu, Gubernur malah memberikan empat syarat untuk melakukan reklamasi.
Dalam dialog pada 3 Agustus 2013 di Wiswa Sabha, Gubernur di media (Pos Bali, 4/8/13) berjanji jika hasil studi kelayakan menyatakan tidak layak dilakukan reklamasi maka dengan secara tegas akan menolak reklamasi. Sebaliknya kalau hasil kajian LPPM UNUD menyatakan layak maka semua pihak harus bisa menerima.
Pernyataan tersebut juga di muat ulang oleh Radar Bali (6/9/13). Pernyataan tersebut juga dipertegas oleh Ketut Teneng, bahwa “kalau keempat aspek itu tidak dipenuhi, maka kebijakan apapun tidak bisa dilaksanakan demikian halnya dengan rencana reklamasi teluk benoa, keempat aspek ini yang akan kita kaji secara komprehensif. Kalau memang hal lainya memenuhi namun tidak memberikan manfaat bagi masyarakat untuk apa kebijakan tersebut dilaksanakan” (Bali Tribun, 13/08/13).
Fase kedua adalah posisi hukum SK 2 menurut Gubernur dan jajaranya dan hasil studi kelayakan menyatakan tidak layak reklamasi.
Fase kedua ini adalah letak kesimpangsiuran informasi soal apakah SK 1727 adalah SK izin studi atau izin survei. (Gubernur, “Oh, tidak mesti (bekerja sama dengan perguruan tinggi setempat, Red). Yang lakukan survei siapa pun boleh” (Bali Express, 14/9/13, hal 11–sambungan dari berita hal 1-).
Sementara terkait SK 1727/01-B/HK/2013 Humas Pemprop menyatakan SK tersebut hanya untuk melanjutkan studi dan tidak berkaitan dengan reklamasi, ini kan hanya izin untuk melakukan studi saja. jadi biarkan berlanjut (Radar Bali, Jumat 23/8/2013 halaman 21). Hal tersebut telah kami pertanyakan kepada Gubernur Bali pada 14 september, namun tidak pernah ditanggapi.
Tanggal 3 september 2013, di berbagai media hasil studi kelayakan Unud menyatakan bahwa reklamasi tidak layak dilakukan di kawasan Teluk Benoa ditinjau dari 4 aspek yakni aspek teknis, lingkungan, sosial budaya dan ekonomi-finansial. Atas hasil tersebut Gubernur Bali mengaku tidak belum membaca hasil studi kelayakan tersebut. Meskipun menyatakan belum membaca, Gubernur Bali menyatakan bahwa survey bisa dilakukan oleh siapapun bukan hanya perguruan tinggi karena aturanya tidak mesti begitu (Radar Bali, Sabtu, 14/9/2013)
Fase ketiga kunjungan Komisi X DPR-RI ke Bali dan tutup buku rencana reklamasi.
Fase ketiga sebenarnya membawa angin segar akan pencabutan SK Reklamsi. Pada saat kunjungan Komisi X DPR, Gubernur menyatakan bahwa, “Saya sudah terima hasil kajian unud, studi kelayakannya menyebutkan tidak layak. Daripada polemik berkelanjutan tak perlu ada reklamasi.” Pastika bahkan menambahkan, “Sekarang tak usah ada demo lagi, izin sudah saya cabut dan tidak mungkin ada reklamasi.”
Namun lagi-lagi Gubernur tidak konsisten dengan pernyataanya di depan komisi X DPR-RI. Keesokan harinya, Gubernur Bali membantah statmennya sendiri. Dengan adanya hasil studi kelayakan dari LPPM Unud, Gubernur menyatakan reklamasi tersebut telah ditutup. Walau demikian, dia menegaskan tidak perlu mencabut SK 1727/01-B/HK/2013 tentang izin studi kelayakan pemanfaatan, pengembangan dan pengelolaan perairan Teluk Benoa, “Tak perlu (ada pencabutan)”.
Fase keempat, adalah fase terakhir walaupun reklamasi dinyatakan tidak layak namun SK tetap tidak dicabut. “Saya cabut deh (SK 1727,red). Tapi, benar apa gak saya nyabut, nanti salah lagi,” begitu kata Gubernur.
Akibat pernyataanya tersebut muncul, “Studi kelayakan reklamasi teluk benoa oleh PT TWBI menggunakan ITB, IPB, UGM, ITS dan UNHAS, Hasilnya menyatakan layak. Pernyataan di media oleh Prof. Ibrahim dibenarkan oleh Sudirman, ketua LPPM Universitas Hasanuddin bahwa Teluk Benoa layak direklamasi. Atas hal tersebut, Gubernur Bali malah membiarkan keadaan tersebut “Itu boleh saja, silakanlah,” katanya. Secara berantai pernytaan tersebut juga dibenarkan Ketut teneng, humas pemprov (Fajar Bali, 16 Januari 2014).
Selain melakukan pembiaran, Gubernur juga menyatakan bahwa dari beberapa kajian itu katanya, akan dicari mana studi kelayakan yang benar.
Akibatnya lahir masterplan (Kompas, 28 Januari 2014) Reklamasi Benoa “pulau-pulau buatan tujuan wisata” untuk membuat pulau dengan tujuan untuk membangun Hotel, hotel vila, perkantoran, fasilitas umum, pendidikan, kompleks olahraga, perdanganan, campuran, taman, apartemen, vila dan vila terapung.
Ini jelas berbeda dengan master plan 3 Agustus yang dipresentasikan oleh Universitas Udayana.
Berdasarkan seluruh rangkaian fakta inkonsistensi Gubernur Bali yang termuat di media massa maka ForBALI meminta Gubernur Bali untuk konsisten dan memenuhi janjinya. Hal ini seperti dilontarkan pada saat setelah pertemuan di Wiswa Sabha tanggal 3 Agustus 2013 dan termuat di media massa (Pos Bali, 4/8/13, hal 1). Saat itu Gubernur menyatakan jika hasil studi kelayakan menyatakan tidak layak dilakukan reklamasi maka dengan secara tegas akan menolak reklamasi.
Demikian surat terbuka ini kami sampaikan. Surat ini kami sampaikan sebagai bentuk rasa kasih sayang kepada Gubernur Bali dengan cara mengingatkan Gubernur Bali yang telah banyak melakukan tindakan inkonsistensi dalam kebijakan reklamasi Teluk Benoa sehingga tindakan Beliau tidak sesuasi dengan asas-asas pemerintahan yang baik.
Oleh karenanya di hari Kasih sayang ini sekaligus kami meminta agar Gubernur Bali kembali bertindak satya wacana dan konsisten dengan segala ucapannya. Gubernur Bali agar segera mencabut SK 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan Pemanfaatan, Pengembangan Dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa dan menghentikan seluruh upaya-upaya mereklamasi Teluk Benoa.
Menyayangi tidak selalu dengan menyanjung dan memuji namun mengingatkan agar tidak terjerumus justru adalah wujud kecintaan yang murni. Akhir kata kami ucapkan selamat hari kasih sayang.
ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi)
a/n. Koordinator
SURIADI D.
(Divisi Politik)