Oleh Luh De Suriyani
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali akan merencanakan proyek percontohan pelaksanaan supervisi ketat lokasi risiko tinggi penularan HIV di sejumlah kabupaten. Supervisi ketat ini berupa pengawasan kesehatan pekerja seks dan pelanggannya secara rutin, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, LSM, dan desa pekraman setempat.
Supervisi ketat dilakukan di lokasi transaksi seks yang telah ada. Bukan upaya legalisasi atau malah membuat lokasi baru. Data yang dimiliki Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dari sekitar 4000 orang pelanggan seks, sekitar 2500 orang yang berisiko terinfeksi HIV.
“Ada dua opsi yang saya tawarkan untuk bersama dipikirkan. Pertama, selesaikan persoalan prostitusi sampai tuntas. Kedua, kita lakukan pendekatan kemanusiaan karena persoalan dibalik ini adalah kemiskinan, kebodohan, dan lapangan kerja,” jelas Ketua Harian KPA Bali Kesuma Kelakan di hadapan wartawan dan aktivis HIV/AIDS pada konferensi pers di Hotel Santhi, Jumat (16/11) lalu.
Penularan HIV yang makin tak terkontrol lewat hubungan seks sangat meresahkan, karena berdampak sangat cepat. ”Di Tabanan, ada suami istri yang meninggal karena AIDS secara beruntun. Mulai dari suami, lalu istri, kemudian anaknya yang berumur 10 tahun. Sekarang tinggal anaknya yang usia 12 tahun,” ujar Kelakan yang juga Wagub Bali ini.
Hal yang serupa juga terjadi di sebuah desa yang terpencil di Buleleng, Karangasem, dan daerah lainnya di pedesaan. Kenapa banyak warga desa yang terinfeksi HIV? Salah satunya, berdasarkan sejumlah kasus yang terjadi adalah karena transaksi seks di lokasi prostitusi. Tanpa disadari, suami mereka kerap melakukan hubungan seks tanpa kondom di lokasi prostitusi yang sangat banyak tersebar di pelosok desa di Bali.
Karena gejala menjadi AIDS sangat panjang, sekitar 5-10 tahun, banyak yang telah menularkan virusnya ke keluarganya. Mereka sama sekali tidak tahu telah terinfeksi HIV, lalu meninggal tanpa pengobatan rutin. Akhirnya HIV diwariskan ke anak-anak mereka.
”Desa Pekraman dan lembaga adat tidak boleh angkat tangan dan tidak peduli oleh akibat lokasi transaksi seks di daerahnya,” pinta Kelakan.
Sementara Pokja Humas dan Informasi KPA Bali Dokter Pradnya Paramita Duarsa mengatakan supervisi ketat dengan mengawasi kesehatan pekerja seks dan pelanggannya harus cepat dilaksanakan. ”Pengawasan kesehatan dilakukan di lokasi atau kompleks yang sudah ada. Bukan membuat atau melegalisasi lokasi itu,” kata Dokter Mita yang juga dosen di Fakultas Kedokteran Unud.
Saat ini, tanpa pengawasan ketat, para pekerja seks dan pelanggan sangat sulit dipantau. Mereka menyebar dan dengan mudah menulari HIV ke orang lain. Dokter Mita memaparkan program ini akan memberikan pondasi dasar untuk membentuk sistem penanggulangan AIDS lewat hubungan seks di Bali. Berikut data-data yang dipaparkan dokter Mita soal jumlah estimasi infeksi HIV dari hubungan seksual. Ahli epidemologi, Prof. Dr. Dewa Nyoman Wirawan yang menghitung kasus HIV/AIDS di Bali, menyatakan jumlah pekerja seks yang positif HIV adalah 14% dari jumlah pekerja seks di Bali.
Berdasarkan penghitungan di bawah ini, perkiraan jumlah pelanggan seks yang terinfeksi HIV per tahun 840 orang. Bayangkan, berapa ribu perempuan dan anak-anak yang bisa tertular dari laki-laki pelanggan seks.
Kontak lebih lanjut:
- dr. Pradanya Paramita Duarsa: 081 8357777
- Prof. Dr DN Wirawan: 081 1394306
- Mercya Soesanto (Media Relation KPA Bali): 081 23847964