Luh De Suriyani
Penanggulangan rabies di Bali dinilai belum optimal karena ancaman wabah makin meningkat. Kasus gigitan anjing terus bertambah sementara vaksinasi massal berjalan lamban untuk memenuhi target.
Hal ini diulas secara mendalam oleh para pakar dan pengambil kebijakan dalam Diskusi Ilmiah Percepatan penanggulangan rabies di Bali, Selasa. Diskusi ini dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, bertempat di Aula Gedung Pasca Sarjana Unud, Denpasar.
Sejumlah kendala penanggulangan rabies di Bali di antaranya vaksinasi massal kurang memeberikan hasil optimal karena informasi tidak sampai masyarakat dan rendahnya cakupan vaksinasi.
Kepala Sub Bagian Dinas Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Bali Ni Wayan Sukanadi menguraikan, cakupan vaksinasi massal secara intens di lokasi wabah Kabupaten Badung pada Desember-Januari ini hanya 35% yakni 16.776 ekor.
Sementara di Denpasar cakupannya kurang dari 40% yakni 19 ribu ekor.
Diperkirakan jumlah anjing di Bali sebanyak 540 ribu ekor atau 96 ekor per km2. Data ini berdasarkan ratio populasi anjing yang dihimpun Yayasan Yudisthira Swarga.
Eliminasi anjing liar masih sulit karena hambatan geografis dan ada protes dari pegiat kesejahteraan hewan. “Satu hari kemampuannya cuma 20-30 ekor per hari,” kata doktor drh.IGN Mahardika, juru bicara tim ahli penanggulangan rabies Bali yang memaparkan tinjauan kritis wabah rabies di Bali.
Selain itu penggunaan vaksin rabies yang dibooster (vaksin kedua) setelah tiga bulan sangat melelahkan karena sulit menemukan anjing yang telah divaksin sebelumnya.
Tidak semua strategi penanggulangan yang ditetapkan berjalan. Misalnya mekanisme pengendalian rabies melalui penutupan wilayah dan pengawasan Check points seperti pelabuhan darat, laut, dan udara belum berjalan karen masih ada kasus penyelundupan.
Juga ketidaksiagaan perawatan gigitan anjing hanya dengan pemberian Vaksin anti rabies (VAR) tanpa pemberian serum anti rabies (SAR) atau rabies immunoglobulin (RIG) pada kasus gigitan anjing berisiko tinggi seperti luka dalam dan lokasi gigitan dari lengan ke atas. Pemberian SAR dan VAR adalah standar baku internasional.
Sanksi atau tanggung jawab moral pada pemilik anjing yang menggigit orang belum nampak. Sehingga masyarakat merasa tidak terlibat dalam pencegahan rabies.
Core team diharapkan jangan birokratis tapi bekerja teknis. Tim penanggulangan rabis desa. “Desa adalah simpul saraf yang bekerja melakukan identifikasi pada hewan pembawa rabies dan pencegahan,” ujar Mahardika.
IGN Badiwangsa, Ketua Ikatan Dokter Hewan Cabang Bali meminta vaksinasi anjing di seluruh Bali. Tapi hal ini menurut tim sangat sulit dilakukan karena keterbatasan dana dan teknis pemberian VAR pada puluhan ribu anjing yang sebagian besar diliarkan.
Sedangkan juru bicara Bali Rabies Forum, drh Wita Wahyu menilai desa tanggap rabies sangat penting namun perlu skill. “Warga perlu trainning menangkap anjing secara humane untuk divaksin. Kami sanggup memberikan trainning”.
Wita meminta semua pihak mendapat travel warning karena wabah rabies. “Saatnya mencoba vaksin lain yang umurnya lebih panjang, karena sulit menangkap kembali anjing jalanan Bali untuk booster.”
Diskusi juga diwarnai tarik menarik antara kepentingan pariwisata karena behubungan dengan rasa aman dan image Bali.
Balai Besar Veteriner (BBV) Bali saat ini sedang melakukan penelusuran masuknya virus rabies ke Bali. Diduga disebarkan oleh wondering dog. Dicurigai sumbernya dari wilayah endemik rabies di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
Pendekatan molukuler akan dapat mengetahui jenis virus rabies di Bali.
Sementara itu dokter Ketut Subrata, Kepala Bagian Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Bali mengatakan telah berkoordinasi pada seluruh petugas medis rumah sakit dan Puskesmas di Bali untuk mewaspadai risiko penularan rabies antar manusia. Paparan virus ini bisa terjadi lewat kontak langsung melalui cairan air liur atau luka terbuka yang menjadi sumber virus.
“Sudah ada kasus penularan rabies antara pasien dan petugas medis di Indonesia. Jadi harus waspada, dan yang terpapar langsung harus segera mendapat vaksin,” ujar Subrata.
Ia meminta warga yang digigit anjing sejak Mei 2008 harus mendapat VAR. Subrata mengatakan angka gigitan anjing meningkat hingga Januari ini.
Di RS Sanglah saja, yang menjadi rabies center, tiap hari melayani vaksinasi sekitar 50 warga. Hingga kemarin, 534 orang minta vaksin ke RS Sanglah. Terbanyak warga Denpasar, disusul warga dari kabupaten lain di Bali.
Mudah mudahan keluarga saya aman dari gigitan anjing. 🙂
Banyak anjing buduk di Bali, kadang kesian juga lihat mereka.
pagi2 jam 10 saya dikejar anjing . padahal saya jauh tapi dikejar juga,,,kayaknya sih anjing gila…
hati2 aja ya kalau masuk perumahan graha liva muding tengah ,kerobokan ,,,ada anjing gila….mohon pihak terkait menindak lanjutinya… suksme