Soundrenaline 2017 awalnya hanya sebatas kemungkinan.
Keputusan untuk akhirnya mendatangi even yang digadang-gadang sebagai festival musik terbesar dalam tingkat nasional Indonesia ini pun baru tercetus di H-1. Kali ini yang menguatkan keinginan saya adalah menonton Float dan Homogenic.
Float tampil untuk pertama kali di Bali sekaligus membuka Soundrenaline hari pertama. Homogenic di hari kedua. Sesungguhnya menonton Float secara langsung bukan sesuatu yang baru bagi saya. Tidak bisa dikatakan sering juga, mungkin ini kali kelima saya menonton mereka secara langsung.
Menonton Float dengan masa teramai pun ternyata saya alami tahun lalu di Folk Music Festival (FMF) Malang. Lalu bagaimana di Soundrenaline?
Suasana area amphiteater atau yang dinamai Refine Slim Stage selama dua hari perhelatan Soundrenaline 2017 cukup ramai dan terus bertambah hingga pengujung penampilan mereka. Namun, tidak penuh sesak seperti saat saya menonton mereka di Malang.
Bisa jadi karena Float hadir di jam awal, 16.00 Wita, bersamaan dengan Efek Rumah Kaca yang tampil di Burst Stage. Tampil di panggung amphiteater dengan, dua gitar, bass dan drum menjadi set sederhana band yang digadang-gadang sebagai raksasa folknya Indonesia.
Total 10 lagu yang mereka bawakan. Lagu-lagu dari soundtrack film 3 Hari Untuk Selamanya, album “10”, hingga single paling baru mereka Keruh (2016) Indah Hari Ini (I.H.I) menjadi penutup band yang sudah 13 tahun malang melintang di industri musik indie tanah air pun berhasil mengobati rindu. Saya dan seisi amphiteater semakin kompak bernyanyi bersama Meng pada lagu Pulang.
Namun, perlu diakui bahwa repertoar dari band yang kini hadir dengan formasi baru, setelah Bontel hengkang yang kemudian disusul oleh Raymond, Float Reborn, begitu mereka menyebutnya pun masih menampilkan lagu-lagu lama. Memang kerap menjadi pertanyaan apa yang menjadi materi band yang kini diperkuat Timur Segara, Binsar H. Tobing dan David Lintang, menemani vokal dan gitar Meng. Apalagi tahun ini sudah menjadi tahun ke-13 bagi Float.
Hingga ada celetukan, “Benar-benar lewat sudah nih 3 Hari untuk Selamanya…”
Is “Payung Teduh” sempat berseloroh bahwa musisi dan karyanya adalah sebuah KTP yang memiliki batas waktu berlaku. Karena itu, saat lewat masa berlaku dan tidak diperpanjang, maka bukan tidak mungkin kena razia. Semacam simbol eksistensi. Jika lewat dari batas tersebut maka tidak diakui, yang kemudian mau tak mau mendorong mereka kembali mengumbar janji akan kelahiran album anyar mereka di November mendatang.
Tentu kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, langsung pada Float juga. Tadinya.
Hingga kemudian, jadwal jumpa pers band ini batal. Dan pertanyaan tersebut kembali mengapung atau mungkin Float memilih menggunakan KTP seumur hidup.
Dimensi Lain
Namun, patah hati sedikit terobati dengan penampilan kolaborasi Stars and Rabbit dengan Bottle Smoker. Kolaborasi yang mereka namai dengan SRXBS ini menurut saya adalah yang paling berhasil di antara total 9 kolaborasi yang dihadirkan di Soundrenaline 2017.
Menyaksikan Stars and Rabbit sendiri saja sudah mampu menghipnotis para audiensnya. Setidaknya itu yang tampak pada Soundrenaline 2016 yang lalu di tempat yang sama yang disesaki penonton. Itu yang kembali terjadi tahun ini.
Bukan lagi suasana magis yang kerap saya rasakan saat menonton perform Elda dan Adi, sebagai Stars and Rabbit. Kali ini lewat kolaborasi SRXBS, saya seperti dibawa ke dimensi lain.
Lagu-lagu milik Stars and Rabbit hadir berbeda. Begitu juga Bottle Smoker, dengan karya-karya nir lirik, yang kemudian diisi vokal dan lirik oleh Elda, pada lagu Frozen Scratch Cerulean. Tak hanya itu, sebagai bentuk kolaborasi seutuhnya, mereka pun menelurkan dua lagu baru dalam penampilannya tersebut.
Kali ini dua lagu milik proyek SRxBS, yang sesungguhnya sudah digagas bahkan sejak 2013 yang lalu, bukan lagi secara pribadi Stars and Rabbit ataupun Bottle Smoker.
Di sini, baik Stars and Rabbit dan Bottle Smoker melepaskan atribut mereka masing-masing dan mencoba melebur bersama. Tidak hanya di antara keduanya. Bahkan dalam penampilannya malam itu, seluruh penonton bangkit dari tempat duduknya menyanyi bersama menutup penampilan mereka lewat lagu Man Upon The Hill.
Kematangan ini mungkin lahir dari kebersamaan SRxBS yang akhirnya sudah dimulai sejak akhir tahun 2016 yang lalu. Panggung Soundrenaline 2017 ini pun sesungguhnya menjadi yang kesekian, namun untuk kedua lagu barunya, penonton di Bali mendapatkan kesempatan pertama mendengarkannya secara langsung.
“Di sini kami berusaha melepaskan atribut kami masing-masing. And its quite refreshing, di saat saya tengah jenuh mengerjakan album kedua Stars and Rabbit, di sini saya justru seperti menemukan jalan,” kata Elda di kesempatan berbeda.
Sayangnya, hal tersebut tak saya rasakan ketika menyaksikan Homogenic X Neonomora pada hari kedua. Di tempat yang sama, amphitheater, seluruh seat memang terisi penuh. Set panggung sendiri bahkan menghadirkan 3 synthesizer untuk mengiringi kolaborasi.
Saya sendiri awalnya sangat penasaran, segawat apa kolaborasi mereka. Pertunjukkan ini dibuka oleh HMGNC, trio elektronik ini hadir dengan lagu-lagu baru mereka. Secara bergiliran dengan Neonomora. Setelah itu barulah keduanya tampil bersama.
Neonomora identik dengan karakter vokal kuatnya, mengingatkan saya pada Adele. Dan yang saya rasakan dalam kolaborasi ini justru Amandia Syachridar ikut tertarik ke sana. Secara pribadi, saya tidak mendapatkan “blend” keduanya.
Namun kembali, musik adalah masalah selera. Walaupun saya kurang menikmatinya, bukan berarti itu jelek. Nyatanya penonton tetap bertahan hingga akhir dan memberikan applause untuk kolaborasi kental elektronik ini.
Lebih Rapi
Secara keseluruhan Soundrenaline tahun ini tampak dan terasa lebih rapi dibandingkan sebelumnya. Walau permasalahan teknis tetap terjadi namun dengan tanggap segera diatasi. Antrean berdesak-desakan yang terjadi di tahun lalu, tidak terjadi lagi sekarang.
Relaxing area atau tempat bersantai pun tampak lebih banyak di tahun ini. Sehingga penonton bisa melipir sejenak, untuk sekadar rehat atau melakukan fun activity yang disediakan pihak penyelenggara.
Untuk konten pengisi acara, kembali lagi pada selera. Pandangan akan band-band jalur mainstream yang absen tahun ini menjadi sorotan. Walau sebenarnya nama-nama seperti Sheila on 7, NAIF, /RIF, Andra and The Backbone masih bertahan. Namun bagi penikmat band indie, nama besar seperti ERK, Float, Payung Teduh, Stars and Rabbit hingga pendatang baru, Barasuara yang memiliki massa tersendiri, tentu menjadi magnet.
Dan untuk musisi internasional, kali ini Soundrenaline menggaet 4 musisi, JET, MEW, Cults, Dashboard Confessional.
Yang cukup menarik, musisi dengan balutan elektronik cukup meramaikan line up Soundrenaline 2017. Sebut saja Bottle Smoker, Goodnight Electric, Diskopantera, HMGNC, Kimokal hingga Dipha Barus yang kerap hadir di berbagai panggung electronic dance musik (EDM) Indonesia.
Namun pihak Soundrenaline sendiri membantah bahwa mereka mengikuti pasar EDM yang memang tengah naik daun. Mengembalikan pada tema United We Loud yang diusung untuk Soundrenaline 2017, di mana event ini sebagai bentuk perayaan keberagaman musik di Indonesia.
“Kalau melihat pasar EDM, tidak ada arah ke sana. Jadi seperti tema, Soundrenaline ini benar-benar sebagai showcase musik Indonesia dengan beragam genre di dalamnya,” kata Novrial Rustam, Managing Director KILAU Indonesia.
Sesungguhnya, perubahan konsep secara signifikan sendiri sudah terasa sejak tahun 2015 yang lalu. Dengan tema “Change The Ordinary”, Soundrenaline hadir dengan suguhan musik multi-genre termasuk musisi internasional sebagai headliner, selama dua hari di GWK. Jika di tahun-tahun sebelumnya Soundrenaline digelar di beberapa kota, sejak tahun 2015 lalu secara tetap, puncak acara dihelat di Bali.
Adapun Road to Soundrenaline, pra-event yang menjadi rangkaiannya yang digelar sebelumnya di beberapa kota. Road to Soundrenaline 2017 sendiri hadir di 50 titik di berbagai kota di Indonesia.
“Di tahun 2017 ini musisi multi genre semakin bermunculan. Ini sebagai pesan untuk menyuarakan keberagaman lewat musik dan ruang kreatif,” ujar Rustam.
Gaet Pariwisata
Festival musik sesungguhnya menjadi bagian tersendiri dalam perkembangan skena musik di satu daerah dan seiring perkembangannya menjadi gaya hidup bagi masyarakat urban.
Di Bali setiap tahunnya, festival musik seolah menjadi satu kalender event yang tak hanya ditargetkan untuk memberikan wadah bagi musisi, seniman dan penikmatnya dalam hal ini audiens, namun juga menjadi gaya hidup hingga gaet pariwisata yang memang diamini oleh beberapa penggagasnya.
Untuk tahun 2017 ini, berdasarkan data yang diberikan panitia Soundrenaline 2017, ada sekitar 83.151 penikmat musik yang hadir di Soundrenaline 2017. Tidak hanya dari lokal Bali, namun penonton yang hadir dalam dua hari perhelatannya tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia hingga para turis dari luar negeri yang ingin menikmati sajian musik di tanah eksotis dengan branding pariwisatanya ini.
Soundrenaline pun hanya satu di antaranya. Masih banyak deretan festival yang hadir dari awal hingga penghujung tahun. Tidak hanya yang digelar oleh lokal Bali sendiri, festival musik bertaraf nasional hingga internasional hadir. Sebut saja Jazz Market By The Sea, Bali Blues Festival, Sanur Mostly Jazz, Pacha Festival, Ubud Village Jazz Festival, Ultra Beach Bali, Bestival, Bali Reggae Festival dan pelbagai festival lainnya, belum termasuk yang digelar oleh kalangan pelajar maupun mahasiswa. [b]
Evennya menarik sekali ya, hmm mudah”an ada lagi acaranya