Sekitar dua tahun lalu saya sudah pernah menuliskan curahan hati dan pendapat ini.
Curhat tersebut adalah tentang apa yang terjadi beberapa waktu lalu yaitu ramainya keluhan soal rombongan peserta lomba layang-layang yang membawa layangan mereka ke lokasi lomba.
Keluhannya pun sama yaitu soal macet yang diakibatkan dan juga perilaku tidak santun (arogan) beberapa oknum dalam rombongan yang membawa layang-layang itu. Pro dan kontra pun seperti bermunculan, ada yang menyalahkan lomba layang-layang, ada yang membela dan seterusnya.
Kejadian dan keluhan yang terus berulang, sepertinya belum ada pihak yang mengambil hikmah dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah lewat aparat seperti menganggap angin lalu keluhan masyarakat (pengguna jalan). “Toh hanya beberapa hari,” mungkin begitu pikiran mereka. Kalau pun mau bertindak, aparat mungkin bingung mau berbuat apa. Karena sepertinya tidak mungkin aparat menindak atau menilang peserta lomba layang-layang itu walaupun jelas-jelas mereka melanggar lalu lintas.
Panitia lomba pun sepertinya belum mengambil langkah khusus untuk meminimalkan keluhan masyarakat. Padahal bisa saja panitia berbuat sesuatu. Misalnya dengan membuat aturan bahwa layang-layang sudah harus tiba di lokasi lomba paling lambat pukul 06.00 pagi.
Jadi peserta bisa membawa layangan mereka dini hari sehingga mungkin bisa meminimalkan “gesekan” dengan pengguna jalan yang lain.
Ide ini tentu saja sekadar ide. Belum tentu berhasil tetapi mungkin perlu dipertimbangkan. Atau kalau mau lebih repot lagi, panitia bisa memasukkan faktor etika dan sopan santun peserta ketika di jalan raya dalam penilaian dan penentuan pemenang lomba.
Dari pihak peserta lomba juga seharusnya bisa berbuat sesuatu. Para pemimpin rombongan peserta atau mereka yang dituakan harus bisa memberikan panutan yang baik kepada anggotanya agar bisa berperilaku santun di jalan raya.
Mereka juga harus berani menegur langsung anggota mereka sendiri yang berbuat arogan. Ini harus dilakukan oleh “orang dalam” sehingga tidak memicu perselisihan seperti ricuh yang terjadi beberapa waktu lalu. Ini juga dilakukan untuk memperbaiki citra “rare angon” hanya karena ulah beberapa orang.
Saya yakin semua orang sebenarnya suka dengan layang-layang, walaupun mereka tidak secara langsung bermain layang-layang. Apalagi orang Bali yang laki-laki, sebagian besar pada masa kecilnya mungkin juga suka bermain layang-layang. Bahkan tidak jarang yang sudah dewasa dan tua pun masih suka bermain layang-layang.
Tidak ada yang salah dengan bermain layang-layang, dan tidak pernah ada larangan bermain layang-layang selama tidak membahayakan orang lain dan juga diri sendiri.
Jadi rasanya terlalu lebar kalau kita sampai membawa-bawa soal budaya dan warisan leluhur di Bali, karena semua pasti sudah mengakui itu. Keluhan yang disampaikan para pengguna jalan sebenarnya hanya sederhana yaitu sikap arogan oknum tertentu ketika berada dalam rombongan yang membawa layang-layang, itu saja. Bukan soal macet atau layang-layang, sama sekali bukan itu.
Sikap arogan dan selalu terlihat menantang itu sebenarnya sama sekali tidak perlu kalau hanya ingin lewat membawa layangan. Saya yakin pengguna jalan cukup maklum jika ada sedikit macet disebabkan karena ada layang-layang yang mau lewat dan dibawa ke lokasi lomba. Bahkan tidak jarang yang malah asik menonton layang-layang yang lewat, seperti sebuah atraksi yang menarik. Tanpa diintimidasi pun pengguna jalan akan mau minggir atau berhenti sebentar karena ada layangan yang mau lewat. Alangkah indahnya kalau semua sama-sama saling mengerti.
Semoga saja semua pihak mau berbenah demi kedamaian bersama. Jadi, yuk melayangan lagi.. [b]
setuju… sikap arogan dan nantangin itu sepertinya membuat pengendara lain kesal… tidak ada tertib atau sopannya sehingga dengan demikian tidak terlihat seni dan budayanya…
setuju… gerombolan bermotor tidak ada sopan dan tertibnya, tidak terlihat seperti orang yang seni dan berbudaya…
Setuju, seenaknya aja tutup jalan sembarangan, trobos lampu merah , ga pake helm (yang tidak berpakaian adat)
apakah ini cerminan masyarkat bali yang sekarang?
ga ada seni nya yang kliatan, cuma arogan aja, Walaupun tidak semuanya seperti itu , tapi bakal kena imbas ke smuanya.
kita tinggal di bali suka tidak suka kita memang harus berbagi “jalan” dengan hal2 seperti ini.. biarkanlah mereka “menguasai” jalan dan pasrahkan juga apabila kita terjebak kemacetan didalamnya.. mengesalkan memang tapi.. toh mereka cuman melakukannya cuman setahun sekali.. biarkanlah mereka gembira dengan permainan mereka.. biarkan mereka lepas saat mengudarakan layang2 mereka..
walaupun muncul sosok2 yang terkesan arogan.. yaahh.. biarkanlah.. kan memang sifat manusia yang beraninya cuman rame2 hehehe…
kalau seandainya layang2 nanti di larang.. gimana dengan ogoh2 ya?? kan keduanya bukan termasuk budaya bali..melainkan sebuah tradisi di bali.. yaah tiang nak belog niki.. tiang cuman penikmat mainan tradisional bali kemanten.. ampure yening wenten iwang..
Men sing demen , de hidup dibali ??