Rektor Universitas Udayana (Unud) mengatakan hasil riset studi kelayakan rencana reklamasi di Teluk Benoa tidak layak dan tidak bisa diimplementasikan. Namun, pada hari yang sama di sejumlah media, berita dari Jakarta malah menulis kepastian investasi ini.
Tak hanya soal substansi berita yang bertolak belakang. Namun keputusan final yang dibacakan Rektor Unud I Ketut Suastika juga bertolak belakang dengan presentasi tim 15, tim riset LPPM Unud ini yang dipaparkan saat simakarma Gubernur khusus mengenai rencana reklamasi ini.
Menurut saya ada dua hal yang coba dipisahkan. Keputusan rektor dan keputusan tim 15. Padahal substansi keduanya sama, yakni studi kelayakan itu. Ada apakah ini?
Mari kita cek, apa yang diyakini tim 15 saat konsultasi publik beberapa bulan lalu. Presentasi Ketua tim studi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Unud mengatakan dari aspek teknis layak dibuat pulau penyangga di sekitar Teluk Benoa.
Dalam presentasinya saat konsultasi publik di Kantor Gubernur akhir pekan lalu, tim ini memperlihatkan gambar rencana pembuatan pulau-pulau baru dengan cara reklamasi. Sedikitnya ada delapan pulau kecil yang terlihat dalam gambar presentasi tersebut.
“Kita sudah membuat model saat air pasang dan surut. Kecepatan arus sesudah reklamasi tidak berubah signifikan, dan dengan reklamasi menambah jaringan dan jalan pintas,” kata Ida Bagus Putu Adnyana, Kepala Tim.
Kondisi geoteknik memungkinkan reklamasi karena ada pasir. Dengan reklamasi menurutnya menambah jaringan dan jalan pintas untuk beberapa asal tujuan perjalanan.
Takut
Ia mengatakan sudah membuat kajian 3 dari 4 aspek yang ditinjau yaitu sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi. Sementara finansial, belum selesai. “Dalam kajian aspek finansial belum selesai, takutnya investor tak mundur karena biaya terlalu besar. Investor kan perlu keuntungan, agar mereka tak mundur. Kalau mundur minimal kita tahu pernah ada studi di area itu,” paparnya.
Sesuai metodelogi riset, Ia menyampaikan akan diputuskan dari kesimpulan studi kelayakan, pilihannya layak atau layak bersyarat, atau stop.
Adnyana menyebut sejumlah syarat yang harus dipenuhi antara lain, Jarak pulau penyangga minimal 100m dengan jalan di atas perairan, lebar alur air kurang dari 200 meter, tak boleh menyingguang daerah pelabuhan, dan tak menyebabkan pendangkalan alur.
Ia mengatakan aka nada studi kelayakan sumber pengambilan material. “Habis ini ada studi lagi untuk sumber material jika layak bersyarat,” katanya.
Menurutnya dari aspek lingkungan layak dibangun pulau penyangga. “Belum sampai positif dan negative penanganan, nanti dilakukan saat Amdal,” tambahnya.
Adnyana menambahkan di lokasi, tidak ditemukan flora dan fauna dilindungi kecuali di mangrove. Air melimpah di perairan teluk sehingga tak terjadi kelangkaan. “Selain itu plasma nuftah dan flora fauna yang hilang mudah kembali,” tuturnya.
Syarat aspek lingkungan lainnya adalah harus menyiapkan ruang teruka hijau, pulau penyangga berjarak minimal 200 meter dari hutan mangrove sehingga tak mengganggu.
Sementara dari aspek Sosbud, tim studi sudah FGD tiga kali ke Tanjung. “Dari rambu sosbud, masyarakat sudah pernah mengusulkan revitalisasi Pulau pudut dengan reklamasi. Masyarakat setuju sesuai FGD asal sesuai Tri Hita Karana,” lanjutnya. Pembuatan pulau penyangga disetujui karena besar manfaatnya untuk lokasi asal jangan mengabaikan aspirasi masayarakat.
Adnyana menyebut bahwa ada 15 keahlian yang sudah meneliti lokasi reklamasi. Pulau penyangga juga menurutnya bisa jadi jalur evakuasi bila terjadi bencana tsunami.
Penelitian tahun 1996 oleh Bappeda kerjasama dengan PPLH, menurutnya potensi tsunami tinggi di Tanjung Benoa, Sanur, Kuta sehingga sudah dipasang alarm tsunami. “Pernah alarm ini korslet dan berbunyi, mereka lari ector bahaya yakni BTDC,” sebutnya.
Dalam waktu 30 menit ada gempa di tenggara, menurutnya kawasan BTDC bisa kena. “Kami menguji sebuah ide, bisa jalan atau tidak. Banyak yang membangun tak membuat studi kelayakan, diam-diam. Kami tugasnya meneliti, tak boleh menolak penelitian,” kata Adnyana.
Gubernur Bali Mangku Pastika mengatakan rekomendasi belum cukup untuk melakukan reklamasi tapi sebagai dasar dalam proses kajian selanjutnya.
“Proses ini perlu diawasi sehingga kajian feasible dari berbagai aspek. Publik perlu mengawasi untuk dilanjutkan tahap berikutnya,” sebutnya dalam konsultasi publik ini. Beberapa peraturan perundangan perlu disinkronisasi, antara lain Perpres tentang kawasan Sarbagita, Ranperda arahan zoonasi provinsi, dan zonasi wilayah pulau kecil dan pesisir yang sedang disusun pemprov.
Regulasi terakhir yang dibuat Gubernur adalah SK untuk melanjutkan feasibility study (FS) LPPM Unud sebagai tindak lanjut pencabutan pemberian izin pemanfaatan Teluk Benoa. Entah bagaimana nasib SK ini setelah Rektor Unud secara resmi menyebut hasil FS tidak layak.
Bertolak Belakang
Nah, sekarang ke sejumlah isi berita yang bertolak belakang itu. Pertama, mari kita cek kutipan Bali Post.
Denpasar (Bali Post) – Hasil final feasibility study (FS) Unud menyatakan reklamasi Teluk Benoa tidak layak. Ada empat aspek kajian dalam studi kelayakan ini, yakni aspek teknis, lingkungan, ocial-budaya dan ekonomi-finansial. Adapun hasil kajian dari keempat aspek itu seluruhnya dinyatakan tidak layak.
Untuk merumuskan hasil final FS yang dipesan PT TWBI ini, Senat Unud menggelar pertemuan di ruang rapat Gedung Rektorat Kampus Bukit Jimbaran, Senin (2/9) kemarin. Pertemuan dihadiri para guru besar, dekan fakultas dan perwakilan dosen di lingkungan Unud. Rapat yang berlangsung empat jam itu akhirnya berkesimpulan, reklamasi Teluk Benoa tidak layak dilakukan.
Kedua, berita di Bisnis.com.
Bisnis.com, JAKARTA— Artha Graha Network melalui anak usahanya PT Tirta Wahana Bali Internasional menyiapkan Rp30 triliun untuk proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali.
Direktur Utama Artha Graha Network Wisnu Tjandra mengatakan rencana reklamasi kawasan seluas 838 ha tetap berjalan dan pihaknya akan mempersiapkan kajian analisis dampak lingkungan untuk memperoleh izin reklamasi dari gubernur setempat.
“Harus ada sesuatu yang baru di Bali, seperti pengembangan Sentosa Island di Singapura. Dasarnya itu. Proyek ini dikembangkan di atas lahan tidak produktif. Besaran investasi reklamasi dan lain-lain sekitar Rp30 triliun,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (3/9/2013).
Ini kutipan berita di www.tender-indonesia.com yang menyediakan info proyek terbaru di sector migas, tambang, kelistrikan, infrastruktur, kapal laut, manufaktur, petrochemical, telekomunikasi, keuangan, dan lain-lain.
Kajian akademis Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana menyatakan rencana pemanfaatan dan pengembangan kawasan Perairan Teluk Benoa, Bali dengan membangun pulau melalui teknik reklamasi, dapat diteruskan dan layak bersyarat.
Lalu, publik harus meyakini yang mana? Skenario apa yang sedang dipertontonkan pada masyarakat yang sangat ingin tahu dan terlibat dalam pengambilan keputusan menyangkut alam Bali ini? [b]
Dipertontonkan kpada masyarakat??
Ironi kalau masyarakat cuma bisa menonton, hnya rakyat yg tak cerdas yg hnya menonton, tp yg tau bgaimana negara demokrasi bisa memposisikan dirinya..
Intinya simpel, pihak yg berkepentingan dengan adanya reklamasi dengan seribu alasan yg mengada ngada VS rakyat yg berjuang dengan tujuan kelestarian Lingkungan, mencegah laju pengembengan pariwisata yang gila..
Saya kira tidak ada yang bertentangan dalam fakta berita yang disebutkan karena sumber beritanya memang tidak berkaitan. Feasibility Study Unud dilakukan oleh Unud, salah satu universitas di Indonesia. Itu berarti sangat mungkin tim ahli lain akan melakukan kajian FS dan hasilnya bisa jadi sangat berbeda. Adapun pernyataan yang disampaikan di Public Hearing dgn komponen masyarakat oleh tim 15 merupakan hasil kajian dari LPPM Unud yang secara struktur berada di bawah Rektorat. Meski secara keilmuan, tim 15 bisa saja telah melakukan kajian secara ilmiah dan merasa diri sudah obyektif. Tetapi keputusan akhir secara resmi tentunya ada dilembaga Universitas dimana LPPM itu berada.
Sementara disisi lain pernyataan dari pihak PT. TWBI yang merupakan bagian dari Artha Graha mendasarkan pernyataannya atas SK Gubernur yang mempersilahkan adanya kajian terhadap reklamasi di Teluk Benoa. Artinya bahwa pernyataan tersebut tidak memiliki kaitan dengan hasil FS yang dilakukan oleh pihak Unud. Sangat mungkin PT. TWBI–jika SK Gubernur yang kedua tidak dicabut– akan menggunakan konsultan FS yang bukan dari Unud. Dan sangat mungkin hasilnya akan berbeda. Perbedaan hasil kajian ilmiah itu sangat wajar terjadi. Dan perbedaannya akan memiliki dasar argumentasi masing-masing. Semuanya akan merasa benar dan telah ilmiah.
eng perlu ade REKLAMASI DIBALI!!
MAII TOLAK REKLAMASI!!!!!!!
BALI MEREKA!!!!!!!
terima kasih atas informasinya..
semoga dapat bermanfaat bagi kita semua 🙂 Mobil Murah Toyota
Jangan berhenti untuk terus berkarya, semoga
kesuksesan senantiasa menyertai kita semua.
keep update! mobil baru honda