Polda Bali menggelar simakrama bersama warga.
Pertemuan di ruangan Kemala Hikmah Markas Polda Bali Jl WR Supratman Denpasar itu dihadiri 63 lembaga beserta individu pada Rabu kemarin. Hadir juga desa adat anggota Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Sepanjang berlangsungnya pertemuan tersebut, tampak jelas ada upaya moderator untuk memojokkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa.
Sepanjang pertemuan tampak sekali upaya moderator memojokkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa, baik melalui penggiringan opini sampai dengan pemutaran video. Moderator juga beberapa kali memotong pembicaraan Bendesa Adat dan organisasi masyarakat yang menolak reklamasi teluk Teluk Benoa.
Upaya mendiskreditkan gerakan tolak reklamasi juga terlihat di pemberitaan massa baik cetak maupun online. Mereka menyebut Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) dipanggil Polda sebagai buntut aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa pada 25 Agustus 2016.
Padahal senyatanya ForBALI di bawah pimpinan Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa datang ke Polda Bali untuk memenuhi undangan Polda yang menggelar simakrama.
Pertemuan yang diatur sedemikian rupa untuk memojokkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa mendapatkan reaksi keras dari Bendesa Adat yang memenuhi undangan tersebut.
Mendiskreditkan Gerakan
Bendesa Adat Kuta, I Wayan Swarsa menilai pertemuan itu hanya bertendensi untuk mendiskreditkan gerakan. Padahal, pembakaran ban oleh massa di bebeberapa titik tersebut adalah akibat, sehingga menurutnya harus dicari sebabnya.
“Puluhan ribu masyarakat adat Bali turun ke jalan dengan kemarahan. Mengapa mereka marah, karena ada pengabaian-pengabaian terhadap harga diri masyarakat adat,” kata Swarsa.
Koordinator Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa itu menambahkan, Bendesa Adat mengambil peran mengawal massa dan hasil rapat adat yang menyatakan penolakan reklamasi Teluk Benoa.
“Itu yang kita kawal dan kami perjuangkan selam bertahun-tahun,” ujarnya.
Swarsa menyatakan hanya satu kali kejadian yang tidak bisa dipegang, tapi polisi dan media memblow up seakan-seakan pasubayan dan masyarakat adat sudah menodai Bali dengan membakar ban.
“Kenapa tidak bertanya kepada rakyat, mengapa rakyat sampai membakar ban?“ tanya Swarsa.
Kapolda Bali, Irjen. Pol. Drs. Sugeng Priyanto, S.H., M.H dalam sambutan pembukaannya menyatakan, polisi berhak menggunakan peraturan perundangan dan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjaga keamanan Bali.
Mempertahankan Harga Diri
Menanggapi itu, Bendesa Adat Buduk Ida Bagus Ketut Purbanegara menyampaikan, masyarakat adat Bali punya cara sendiri untuk mempertahankan harga dirinya.
“Bapak berhak menggunakan aturan itu. Silakan saja. Tapi kami masyarakat adat Bali juga punya cara. Pada saat kedua tangan Bendesa Adat ini tidak bisa lagi membendung masyarakat adat dengan segala kemarahannya, maka kami akan masuk ke dalam masyarakat adat kami dan membiarkan masyarakat mencari jalannya sendiri,” ujar Purbanegara.
Koordinator Jalak Sidakarya Made Ariel Suardana mengapresiasi simakrama Polda Bali. Apresiasi tersebut diberikan mengingat seharusnya yang mengadakan pertemuan seperti itu adalah DPRD Bali sebagai wakil rakyat.
“Pertemuan untuk penyerapan aspirasi berkaitan erat dengan peran dan fungsi DPRD. Seharunya DPRD yang melakukan. Tapi tidak jelas kapan DPRD Bali akan melakukan,” ujar Ariel.
Made Ariel memaparkan realitas sampai hari ini tidak ada Desa Adat yang mendeklarasikan diri mendukung rencana reklamasi Teluk Benoa. Sebanyak 39 Desa Adat dan puluhan ribu rakyat Bali telah menyatakan penolakan reklamasi itu artinya mayoritas rakyat Bali telah menolak reklamasi.
“Menyikapi gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa mencapai puluhan ribu ini, produk hukum apa yang akan dikeluarkan DPRD Bali dalam upaya menjaga Bali dan memenuhi aspirasi rakyat,” tanya Ariel.
“Berani tidak DPRD Bali mengeluarkan rekomendasi penolakan reklamasi Teluk Benoa dan memanggil Gubernur Bali menandatangani itu bersama rakyat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa,” tantang Made Ariel kepada anggota DPRD Bali yang hadir di pertemuan tersebut.
Menjaga Demokrasi
Dalam pertemuan yang juga dihadiri jajaran Kepolisian dan TNI, Made Ariel juga menyerukan kepada semua pihak untuk berkomitmen menjaga demokrasi agar tidak ada lagi upaya-upaya pelarangan menggunakan baju tolak reklamasi bahkan sweeping dan perusakan baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa. Karena selama ini, pihak yang menolak reklamasi saja yang terus dipersoalkan.
“Jika kita berkomitmen menjaga demokrasi, saya minta dengan hormat pihak TNI dan Polri menjaga kawan-kawan kita. Tidak memaksa bahkan sampai melakukan pemukulan. Tidak melakukan sweeping terhadap setiap orang yang menggunakan kaos tolak reklamasi. Tidak ada perusakan baliho aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa,” kata Ariel.
“Lihatlah mereka yang pro reklamasi Teluk Benoa. Tidak pernah disweeping. Tidak pernah dipersoalkan. Hanya rakyat yang menyatakan tolak reklamasi Teluk Benoa ini yang terus dipermasalahkan,” ujar pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut.
Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Kory, memberikan pernyataan penutup sekaligus respon tidak langsung atas desakan terhadap DPRD Bali agarsegera bersikap dan menyatakan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Menurutnya, DPRD Bali tidak mungkin menganulir rekomendasi dari DPRD periode sebelumnya.
Tidak hanya itu, politisi Partai Golkar tersebut juga membantah Perpres nomor 51 tahun 2014 itu berlaku secara nasional, bukan hanya di Teluk Benoa.
“Itu Perpres kan secara nasional. Bukan hanya soal Teluk Benoa,” kilahnya.
Gagal Paham
Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana membantah keras pernyataan Sugawa Korry. Gendo menuding Sugawa Korry gagal paham terkait persoalan reklamasi Teluk Benoa, baik mengenai Perpres 51 tahun 2014 maupun rekomendesi yang pernah dikeluarkan DPRD Bali.
“Saat ini, DPRD tidak punya produk politik atau rekomendasi apa pun terkait reklamasi Teluk Benoa karena produk hukum sebelumnya telah dicabut. Jadi jika DPRD periode saat ini mengeluarkan rekomendasi untuk memenuhi aspirasi rakyat yang menolak reklamasi Teluk Benoa, maka tidak ada satu pun rekomendasi yang dianulir,” ujar Gendo.
“Wakil Ketua DPRD juga tidak memahami soal Perpres 51 tahun 2014. Dia menyebutkan Perpres 51 tahun 2014 berlaku secara nasional dan bukan hanya di Teluk Benoa. Di situlah letak kegagalan Sugawa Korry memahami Perpres 51 tahun 2014,” Gendo menambahkan.
“Sejatinya Perpres No 51 Th 2014 sebagai perubahan Perpres 45 tahun 2011 itu diterbitkan khusus untuk mengatur Teluk Benoa. Sugawa Korry gagal paham dalam urusan reklamasi Teluk Benoa,” tandas Gendo. [b]