Senja semakin terbenam. Sekelompok orang tua membuat lingkaran kecil di pojok dermaga Pantai Lovina. Mereka melantunkan lagu pop bali.
Cuaca Pantai Lovina kala itu sedang bersahabat. Sedikit demi sedikit aktivitas di sekitar pantai berangsur berjalan pada November 2020 lalu. Ada 2-3 warung yang mulai buka di tengah pandemi covid-19.
Ada sekitar 10 orang di lingkaran itu. Menikmati sepiring ikan laut yang baru saja selesai dibakar oleh ibu pedagang pesisir pantai. Pengisi waktu rehat yang sederhana, namun hangat.
Captain Cobra adalah salah satu nelayan yang bergabung di lingkaran sore kemarin. Warga sekitar pun menyebut namanya Captain Cobra. Captain adalah sebutan untuk para nelayan yang mengantar wisatawan melihat lumba-lumba di laut.
Kondisi berubah ketika pandemi menimpa. Sebelum pandemi, tanpa ditawarkan, bookingan wisatawan untuk melihat lumba-lumba di pantai Lovina selalu penuh. Namun, ketika pandemi para captain dolphin harus rajin menjajakan jasa boatnya ke pengunjung yang datang pada sore hari untuk melihat lumba-lumba jelang matahari terbit.
Satu boat nelayan dolphin mampu muat maksimal 7 orang dewasa. Dengan tarif Rp100 ribu per orang untuk sekali berangkat. Nelayan Dolphin rata-rata berangkat sekali dalam satu hari untuk mengantar wisatawan melihat dolphin. Sehingga setiap nelayan dolphin akan mengumpulkan muatannya agar boatnya penuh.
Namun, harapan nelayan dolphin tidak bisa lagi terpenuhi. Sejak pandemi, walau hanya 2 orang atau 3 orang, ia akan berangkat. “Nggak apa-apa muatan 2 orang tetap berangkat. Daripada tidak berangkat sama sekali,” tambah Captain Cobra.
Karena ia pernah merasakan ketika awal-awal pandemi, selama 2 bulan ia tidak berangkat sama sekali karena memang tidak ada tamu atau pengunjung di Pantai Lovina. Untuk mengakali kondisi itu, Captain Cobra memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan berjualan nasi jinggo bersama anaknya di depan LP Kayuamba.
“Malam jualan nasi jinggo, paginya ke pantai nyari tamu,” tuturnya. Saat ini wisatawan luar negeri sudah tidak ada sama sekali. Sehingga yang menjadi harapannya melaut adalah kunjungan wisatawan lokal saja.
Lagi-lagi ia adaptasi dengan menggunakan strategi yang sesuai dengan pasar lokal. Dengan menurunkan tarif boatnya menjadi Rp50-60 ribu per orang. Kalau dulu tarifnya Rp100 ribu per orang untuk bisa melihat lumba-lumba menggunakan boat. Tapi sejak pandemi tarif diturunkan.
Sebagai pelaku nelayan pariwisata, penghasilan captain Cobra sebelum pandemi terhitung rata-rata pemasukan kotor Rp600-700 ribu per hari. Namun, saat ini ia harus menggunakan strategi lain untuk beradaptasi dengan kondisi, karena dalam satu bulan pun terkadang tidak mendapatkan muatan.
Captain Cobra tergabung dalam organisasi kelompok nelayan di Pantai Lovina sejak tahun 1989. Dengan nama kelompok Catur Karya Batur Segara (CKBS). CKBS kegiatan biasanya bersih-bersih pantai dan terumbu karang. Organisasi nelayan ini juga memiliki peran menetapkan tarif untuk wisatawan dolphin. Ada peraturan bahwa tarif yang disepakati tahun sekarang tidak boleh lebih rendah dari tarif tahun sebelumnya. Apabila tarif untuk berwisata dolphin tahun 2019 sekitar Rp60 ribu, pada tahun 2020 tarif adalah Rp100 ribu, tidak boleh diturunkan.
Namun, sejak pandemi menyerang, peraturan dalam kelompok nelayan pun harus menyesuaikan. Meskipun mengubah kesepakatan dengan menurunkan tarif wisata dolphin. Di tengah pandemi ini, kegiatan CKBS lebih banyak mancing bersama. Jika ikan yang didapatkan banyak akan dijual sehingga dapat menambahkan penghasilan para nelayan dolphin. Kalau sedikit, mereka masak untuk makan bersama-sama.
“Kalau dapat banyak (ikan) dijual, kalau sedikit dapat ikan, dimasak untuk dimakan bareng-bareng,” kata Captain Cobra seperti yang dilakukan kemarin sore di tengah lingkaran nelayan dolphin sembari bernyanyi ria.
Beralih jadi nelayan
Siang semakin terik, dari tengah laut tampak sebuah kapal mulai menepi di Pantai Lovina. Sugeng Ariawan yang akrab dipanggil Wawan bersama kakaknya pulang melaut setelah sau hari di laut. Wawan dan kakaknya menjadi nelayan yang beruntung hari ini, ia mendapat hasil tangkapan yang mewah. Setelah berlayar lebih dari 30 km dari rumahnya di Desa Kalibukbuk, Wawan membawa sekitar 90 kg ikan tuna dan jenis lainnya.
Sebelum pandemi, Wawan adalah salah satu nelayan dolphin. Namun, sejak pandemi pengunjung semakin sepi. Terhitung sejak Bulan Maret, sudah 9 bulan Wawan berhenti menjadi nelayan dolphin. Sejak Bulan Juni Wawan memutuskan melaut untuk memancing ikan.
Perubahan jelas ia rasakan ketika menjadi nelayan dolphin dan kini sebagai nelayan ikan. Sejak melaut untuk memancing ikan, dalam sebulan hanya 1-3 kali melaut. Hasilnya juga tidak menentu karena tergantung arus gelombang laut.
Hasil melaut yang tidak menentu, ia siasati dengan sesekali mencari tamu yang berwisata dolphin di setiap hari sabtu dan minggu. “Kalau sabtu minggu ada tamu, saya antar tamu berwisata dolphin. Kalau hari-hari kerja, saya mancing,” katanya.
Ini kebalikan dari biasanya, sebelum Pandemi. Biasanya Januari-April tamu sepi. Bulan Mei biasanya baru ada peningkatan. Kalau Bulan Juni-Agustus sudah lumayan ramai. “Kalau sekarang, sepanjang bulan, tamu sepi. Boat-boat banyakan nongkrong. Biasanya kalau Desember nanti, bule-bule sudah ramai. Tapi sekarang saja sudah sepi,” keluhnya.
Sebelum pandemi, Wawan dalam satu hari bisa mengantar sampai 5 orang dengan boatnya. Dapat penghasilan 500 ribu. Dalam seminggu bisa 4 kali berangkat dan 3 hari lainnya untuk istirahat.
Meski mengeluhkan mengeluhkan penghasilannya saat ini, tapi Wawan merasa bersyukur karena ia masih memiliki skill melaut.
Ketika tidak bisa menjadi nelayan dolphin, ia bisa melaut memancing ikan. “Tidak semua nelayan pariwisata bisa melaut memancing ikan,” ungkapnya.
Namun sekarang, harga ikan murah. Karena tidak ada lagi ekspor. Walau hasil memancingnya banyak, ia masih kebingungan menjual ikannya.
Bertahan jadi pedagang
Kadek Purnami sejak menggeluti pekerjaan sebagai dagang telah menggantungkan hidupnya dengan berjualan di pesisir pantai lovina. Berjualan di Pantai Lovina bisa mendapatkan dua pekerjaan sekaligus. Sembari berjualan, Kadek bisa mendapatkan penghasilan tambahan melalui wisatawan dolphin, istilah bagi turis yang hendak tur dolphin watching.
“Biasanya yang duduk di dekat dagangan saya menanyakan tentang wisata dolphin, nanti saya ajak ke kapten. Nanti saya mendapatkan komisi,” tutur Kadek menceritakan pekerjaannya sebelum pandemi.
Namun, sejak pandemi datang, ia pun menyiasati pekerjaannya. Di awal pandemi ia dibantu oleh teman bulenya yang sudah langganan berwisata dolphin. Sesekali dalam sebulan ia diberikan sembako yang hanya menutup kebutuhan dapurnya beberapa hari.
Meski setiap hari maih buka dagangan sejak pandemi, tapi Kadek memilih membereskan pekerjaan di rumahnya dibanding berjualan lebih pagi. Pantai yang sepi juga membuat Kadek tidak banyak membeli bahan-bahan dagangan. Sehingga ia hanya menjual kopi, jus, dan dagangan kemasan yang bisa bertahan beberapa waktu.
Ia membuka dagangan sekitar jam 10 atau 11 siang. Buka sampai jam 5, tapi jika pengunjung sepi, Kadek akan menutup warungnya lebih awal.