“Milik Negara, Tidak Diperdagangkan“.
Demikian tertulis di sudut atas salah satu buku fiksi untuk Sekolah Dasar (SD). Buku tersebut karangan seorang “Oemar Bakrie” yang kini masih aktif mengabdikan diri sebagai guru agama Islam di Sekolah Dasar Negeri 4 Medewi, Jembrana. Dialah Sholikan, 50 tahun.
Ayah tiga anak, yaitu Putunda Al Arif Hidayatullah, Khairunnisa’ Nur Arifita dan Zaituninda Nur Arifina ini mulai aktif menulis sejak tahun 1981 dalam bentuk puisi, cerpen dan artikel. Tulisan-tulisan tersebut banyak dimuat di berbagai majalah dan surat kabar.
Hasil karya fiksinya yang lain antara lain Nyoman Tangkas (Pahlawan Cilik Di Lubang Perlindungan), Lelaki Pulang Petang, Singgasana Berdarah, Nyoman Tembang Anak Belandang, Penyamar dan Penyemir, Peluru Terakhir, Basur Calon Pemasyhur, Putri Gandawangi (Kumpulan Naskah Drama), KIBAR (Kumpulan Puisi), serta SULUH (Kumpulan Pantun).
Minggu pekan lalu, saya menemuinya di rumah model semi finishingnya. Ketika saya datang hanya nampak kedua putrinya tengah asik bermain mengisi liburan akhir pekan.
“Bapak sedang keluar rumah bersama ibu. Tunggu sebentar dia pasti datang,” ujar salah satu putrinya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Tidak nunggu lama akhirnya Sholikan bersama istri datang dengan mengendarai sepeda motor.
Dengan ramah ia mempersilahkan saya duduk di ruang tamu yang tertata rapi. Ada tanaman bambu hias di pojok ruang tamu. Di ruang itu ia berkisah perihal kesuksesannya menciptakan puluhan buku fiksi yang bisa ditemui di Perpustakaan seluruh Indonesia.
Juara
“Saya menulis sejak kelas empat SD,” tuturnya. Logat Jawanya masih sangat kental. Menurut Sholikan, tiap hari dia menulis di buku harian. Selain gemar menulis, dia juga dulunya aktif di remaja teater.
Di saat sibuk mengenyam Pendidikan Guru Agama (PGA) di Mojokerto, Jawa Timur pada tahun 1977 pun, dia masih rajin menulis. Kala itu ia membuat tulisan-tulisan dalam bentuk cerpen.
“Awalnya saya mengirim cerpen ke salah satu media ternama di Surabaya. Ternyata, waktu itu saya juara satu,” kenangnya.
Di sela-sela kesibukannya menulis cerpen sambil aktif di dunia teater ia juga pernah menjadi wartawan lepas di berbagai media cetak.
Setelah tamat di PGA tahun 1980, ia kembali melanjutkan kuliahnya di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang namun tidak sampai tamat. Tawaran menjadi guru Agama Islam di Bali adalah penghalangnya. Akhirnya cukup satu semester kuliah ia tinggalkan dan memilih bersama teman-temannya hijrah ke Bali.
“Sejak di Bali saya sempat vakum menulis”, ungkapnya.
Setelah Surat Keputusan (SK) diterimanya pada tahun 1981, maka dia sah menjadi seorang guru agama Islam. Sekolah Dasar Negeri 4 Pekutatan, Jembrana adalah sekolah pertama tempat dia mengajar sejak 1981.
Ni Luh Mahoni
Beberapa tahun kemudian kemenangan kembali ia raih dari berbagi perlombaan buku nasional. Dalam sebuah sayembara penulisan naskah buku dan bacaan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan ia kembali menjagokan salah satu bukunya yang berjudul Ni Luh Mahoni.
Kendati seleksi daerah menyatakan bukunya tidak lolos ia lantas merevisi judul tersebut menjadi Pertemuan yang Mengharukan. Alhasil di tingkat Nasional akhirnya berhasil lolos dan berhasil menjadi juara Harapan I.
Cita-citanya kembali bergejolak agar nantinya kembali merampungkan sebuah novel.
“Dalam waktu dekat, saya akan merampungkan sebuah novel yang kini masih tahap penyelesaian,” tambahnya.
Berkat dukungan istri dan teman-temannya ia tetap menekuni bidang tulis menulis selain juga mencerdaskan anak didiknya di sekolah yang ia bimbing. Sebagai wujud apresiasi dari Pusat Perbukuan ia telah menerima beberapa piagam.
Potensi yang ia miliki juga turut dibagi terhadap rekan-rekannya yang memiliki kemampuan menulis. Ia pun turut mengajak rekan-rekannya khususnya guru yang memiliki bakat menulis agar ikut menjembatani dan berpartisipasi dalam sebuah proyek Buku Pengayaan Provinsi Bali nanti. [b]
Bos saya ini tidak bertugas di SDN 4 Medewi tetapi di SDN 1 Medewi. dan buku-bukunya lebih banyak dari itu. bagi yang di SMA/MA atau SMP/MTs bisa baca buku karangan beliau yang judulnya Lelaki Pulang Petang.Trims.
Pak Guru, setahu saya Pak Guru ini musisi beken, apa tidak sebaiknya menyusun buku tentang musik saja khususnya piano?
Setahu saya Pak Guru ini juga seorang musisi beken, kapan menyusun buku tentang musik khususnya piano,Pak Guru?
wah, pa kabar pakde? sudah jadi artis ya, sampe ada yg mewawancarai segala…hehehehe! oya, bisa main piano juga to, pakde? lah, kok sy ndak tau ya meski kita beberapa kali ketemu di lomba mengarang pusbuk..bukan main! oya, gmn thn ini? ikut sayembara pusbuk lagi nggak? kpn ya pengumumannya? iki wis septrember lho tp kok gak ono kabare lan undangane ya…katanya sih memang blm diumumkan krn tmn2 yg lain jg blm pd dipanggili tuh! ok deh, mdh2 an kita bisa ketemu n silaturahmi lg ya pakde, entah di pusbuk, entah di forum lain, amiiin…. monggooooo….
pak resensi bukunya mna?