Mari melihat seni yang berbeda di mata anak-anak muda.
Para seniman yang bergabung dalam Komunitas Pojok ini menggelar kegiatan bertajuk Bali yang Binal. Kegiatan ini diadkaan pada 14 – 20 Juli 2013 di Maha Art Gallery, Denpasar.
Komunitas Pojok bias disebut sebagai komunitas seni alternatif. Anak-anak muda berumur 20-30an tahun ini menggunakan media-media tak biasa dalam khazanah seni rupa Bali yang telanjur identic dengan harmonisasi, keserasian, plus tetek bengek yang melenakan lainnya.
Maka, media untuk berekspresi tersebut tak terjebak pada kanvas, galeri, dan semacamnya. Anak-anak Komunitas Pojok menggunakan media seperti tembok di jalan atau baliho sebagai alat untuk berekspresi.
Karya-karya seni alternatif ini kemudian dipamerkan di Maha Art Gallery dan jalan-jalan di sekitarnya.
Bali yang Binal pertama pada 2001 berhasil menarik perhatian masyarakat dan seniman ketika dihelat di Lapangan Puputan Badung. Saat itu dipamerkan sejumlah karya, sebagian lukisan yang sangat jelas menunjuk sejumlah seniman dan kurator yang dianggap terlibat mengajegkan seni kapitalistik di Bali.
Kenapa pakai nama binal?
Binal dalam bahasa Indonesia berarti bengal atau tidak menurut. “Keadaan seni begitu mengabdi pada turisme. Idelanya seni untuk semua,” kata Dewa Nyoman Keta Sudiatmika, aktivis Pojok.
Mahasiswa lulusan filsafat yang juga gemar melukis ini mengatakan Bali yang Binal tahun ini bertajuk “95% tourism, 5% arts”. Semangatnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya yang mengampanyekan seni untuk publik.
“Di Bali, karya seni lebih mengarah menjual ke turis. Misalnya pameran di galeri pasarnya siapa? Makelar, kolektor, dan turis kaya,” kata Dewa Keta. Selain seniman Bali, tahun ini Bali Binal juga diikuti seniman dari Jogja, Bandung, dan Surabaya.
Pria muda berkacamata ini mengatakan Bali Binal tak menetapkan sasaran tembak khusus untuk memprotes industri seni di Bali. “Kami bersenang-senang saja. Kadang orang lupa cara bersenang, terlalu banyak kerja,” Dewa terkekeh.
Namun dia memastikan, komunitas ini tetap subversif pada negara, dengan kritik-kritiknya pada perusakan alam, pariwisata yang eksploitatif, dan kemiskinan sebagai objek. Semuanya akan terekam dalam sejumlah karya selama Bali yang Binal.
Selain Dewa Keta, sejumlah seniman Pojok adalah Jesna, Rai Astrawan, Jono, Gung Ama, Made Bambang, Datux, Manggen, dan Sangut. Sebagian adalah mahasiswa Insititute Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Terus dari mana modalnya?
Nah, untuk mengadakan Bali yang Binal ini, Komunitas Pojok menggelar pula Saweran Night akhir Mei lalu. Seperti namanya, Saweran Night adalah acara penggalangan dana ala Komunitas Pojok.
Pengisi acara nyawer band-band indie Bali yang bekerja pro bono. Misalnya seperti Nosstress, Afternoontalk, dan Pygmos. Ada juga penyair Pranita Dewi, Teater Orok, dan lainnya.
Sawer atau saweran adalah bahasa Indonesia yang berarti penonton memberi uang pada pengisi acara. Penonton mengeluarkan recehan atau lembar ribuan rupiah pada seniman yang mengisi acara malam itu.
Selain saweran, fundrising juga dilakukan dengan lelang karya seni seperti lukisan anggota Komunitas Pojok dan beberapa seni keramik dan kaca. Ada 12 seniman Pojok yang menyumbangkan karyanya untuk dilelang. Sedikitnya sumbangan dan dana yang terkumpul Rp 2 juta.
Sawer Night dipertahankan menjadi malam fundrising oleh komunitas yang konsisten membuat pameran seni alternative di Bali ini. Bali Binal ke-5 memamerkan karya seni rupa, baliho, mural, dan instalasi di sejumlah tempat public seperti Jl Merdeka dan kawasan parkir Lapangan Renon.
Awalnya ide “Sawer Night” tercetus ketika komunitas Pojok mendapat tawaran untuk ikut dalam sebuah festival baliho di depan kampus ISI Denpasar, beberapa saat sebelum hajatan dua tahunan Bali yang Binal #3.
Bermodal nekat dan jaringan pertemanan, Sawer Night pertama diizinkan menggunakan Seamens Bar di Sanur, dibantu sejumlah musisi dan komunitas transgender. Dana yang terkumpul sebesar Rp 600 ribu. Hasil terpenting menurut Pojok adalah menguat serta meluasnya jaringan pertemanan.
Dari saweran dan pertemanan itu lahirlah karya-karya seni perlawanan ala anak-anak Komunitas Pojok. [b]
Semua foto diambil dari akun Facebook Komunitas Pojok.