Ternyata, kopi kintamani itu produk unik.
Kopi yang dihasilkan dari kawasan dingin Kintamani, Kabupaten Bangli ini termasuk salah satu dari tiga kopi Indonesia yang mendapat sertifikat Indikasi Geografis Unik, lebih dikenal dengan nama Indikasi Geografis. Dua kopi lain adalah kopi gayo di Aceh dan kopi flores di Nusa Tenggara (NTT).
Saya baru mengetahui ikhwal sertifikat bernama lengkap Sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual dengan Indikasi Geografis ini Senin lalu. Ketua Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKI) Sri Mulato menyampaikannya dalam pertemuan nasional VECO Indonesia, tempat saya bekerja paruh waktu.
Meski sudah beberapa kali menulis tentang kopi kintamani, saya baru tahu soal sertifikasi ini. Makanya, bagi saya, ini topik menarik.
Menurut Sri Mulato kopi kintamani dilindungi Undang-undang karena sudah mendaftarkan dan mendapat hak atas kekayaan intelektual tersebut. Sertifikasi ini dikeluarkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman Indonesia.
Kopi kintamani merupakan produk yang pertama kali mendapatkan sertifikat HAKI dengan Indikasi Geografis ini.
Pakaian Dalam
Karena penasaran, saya kemudian mencari informasi lebih lanjut tentang sertifikat HAKI dengan Indikasi Geografis untuk kopi kintamani. Saya simpulkan ada beberapa poin terkait HAKI untuk kopi kintamani ini.
Pertama, dia diatur oleh UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang HAKI yang termasuk di dalamnya tentang Indikasi Geografis. Indikasi Geografis sebenarnya sama dengan HAKI lain, seperti paten, hak cipta, atau merek. Namun dia tak terlalu populer karena memang belum ada yang mendapatkan sebelumnya.
Kedua, pemegang sertifikat HAKI ini akan dilindungi sehingga pihak lain tak bisa memakai nama kopi kintamani untuk produk komoditas kopi di daerah lain. Ini sih penting agar nama kopi kintamani tak digunakan, misalnya, oleh salah satu perusahaan kopi.
Ya, siapa tahu. Kan bisa saja ada pengusaha yang punya perkebunan kopi di Bali atau daerah lain yang dengan mudahnya menggunakan nama kopi kintamani sebagai mereknya. Ini sama dengan nama Bali yang digunakan sebagai merek salah satu produsen pakaian dalam.
Ketiga, sertifikat HAKI untuk kopi kintamani ini serupa sertifikat produk organik. Dia bisa menaikkan gengsi sekaligus harga kopi kintamani di mata pembeli internasional.
Lalu, bagaimana kopi kintamani bisa mendapatkan sertifikat HAKI ini? Menurut Mulato, kopi kintamani justru proyek percontohan untuk program HAKI dengan Indikasi Geografis ini.
Sebabnya, selain karena namanya sudah terkenal juga karena model pertanian di Kintamani ini memang memenuhi persyaratan untuk menerima sertifikat HAKI. Misalnya, kebun kopi terintegrasi antara aneka tanaman alias tidak monokultur, bisa membuat produk-produk lain memanfaatkan sumber daya terbarukan, dan melakukan perbaikan kualitas lingkungan.
Syarat lainnya adalah pertanian tersebut bisa mendukung pertumbuhan ekonomi petaninya dan membangun hubungan sosial budaya yang harmonis.
Sanksi
Kintamani merupakan salah satu sentra produksi kopi selain Plaga, Kabupaten Badung dan Banyuatis, Kabupaten Buleleng. Kopi yang dihasilkan ini terutama arabica, yang sering dianggap lebih bermutu dibanding kopi robusta.
Salah satu kelompok tani yang bertani kopi adalah Subak Sukamaju, Desa Landih, Kintamani. Sekitar 150 petani anggota subak ini menanam kopi menggunakan sistem tumpang sari dengan tanaman lain, seperti sayur, kakao, dan jeruk.
Karena tumpang sari dengan jeruk itulah maka kopi kintamani juga punya ciri khas, rasanya agak asam karena bercampur dengan rasa jeruk. Ini kekayaan alami kopi kintamani.
Subak Sukamaju ini punya kesepakatan bahwa anggotanya harus bertani secara organik. Tak boleh ada anggota yang menggunakan bahan kimia dalam bertaninya. Mereka hanya boleh menggunakan pupuk dan pestisida organik. Selain untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan produksi juga agar memenuhi standar produk organik plus itu tadi, sertifikat HAKI.
Aturan lainnya adalah anggota tak boleh panen kopi jika belum berwarna merah. Tujuannya agar kualitas kopi mereka masih bagus. Jika ada anggota yang melanggar, maka dia akan mendapat sanksi adat.
I Wayan Jamin, Ketua Kelompok, pernah berdiskusi dengan saya sekitar empat tahun silam ketika saya liputan ke sana. “Kalau sampai tiga kali melanggar peraturan adat, maka dia tidak akan diajak di subak atau bahkan dikucilkan secara adat (kasepekang). Akibatnya tidak boleh ikut sembahyang. Sampai mati pun tidak boleh,” kata Wayan Jamin waktu itu.
Ketatnya petani melaksanakan aturan tersebut kini berbuah. Selain kopi mereka terkenal juga kini mendapatkan sertifikat organik dan HAKI. [b]
Di mana bisa beli kopi Kintamani ini (di Denpasar)?