Salah satu jurnalis senior di Bali berpulang. Pagar Manurung, wartawan Harian NusaBali, tersebut meninggal Minggu kemarin di Denpasar. Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar ini menghembuskan napas terakhir setelah mengalami kanker otak.
NusaBali, media tempat mantan aktivis tersebut, menulis bagaimana profil wartawan yang dikenal suka bercanda ini. Berikut adalah tulisan yang diambil dari catatan NusaBali di Facebook. Kami ambil untuk menghormati salah satu kawan kami di Bali.
—
NusaBali berduka menyusul meninggalnya Pagar Manurung, 38, salah satu wartawan senior di harian ini, meninggal dunia. Sososk jurnalis yang dikenal sebagai wartawan ‘segala medan’ ini menghembuskan napas terakhir di Ruang ICU RS Sanglah, Denpasar, Minggu (20/5) pukul 15.00 Wita, akibat digerogoti penyakit kanker otak.
Sebebum menghembuskan napas terakhir, Pagar Manurung lebih dari sebulan dirawat di RS Sanglah. Bahkan, wartawan yang terakhir kali bertugas di Kabupaten Jembrana ini sempat menjalani tindakan operasi, dua pekan lalu. Namun, nyawanya tetap tak tertolong, karena menurut dokter yang menanganinya di RS Sanglah, penyakit sudah menjalar ke seluruh tubuhnya.
Wartawan yang dikenal kocak namun serius dalam menjalankan tugas ini berpulang buat selamanya dengan meninggalkan seorang istri, Ida Pidada bin Tata Sukarta, 31, serta dua anak perempuan yang masih balita: Ratu, 3, dan Rani, 1,5.
Jenazah Pagar Manurung telah dibawa dari RS Sanglah ke rumah duka di Kota Negara, kemarin petang sekitar pukul 18.15 Wita. Pemberangkatan jenazah almarhum dari RS Sanglah ke rumah duka didamping sang istri yang menangis terus, manajemen NusaBali, serta beberapa jurnalis dari media lain yang tergabung di AJI. Rencananya, jenazah almarhum akan dimakamkan di Makam Kuburan Asallam, Desa Loloan Timur, Kecamatan Negara, Jembrana, Senin (21/5) ini.
Jauh sebelum masuk rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia, Pagar Manurung tidak pernah mengeluhkan penyakit apa pun. Sampai akhirnya alumnus Undiksha Singaraja ini mengajukan cuti panjang ke manajemen NusaBali per 28 Oktober 2012 lalu. Alasan cutinya kala itu, untuk kepentingan berobat.
Dari situ, rekan-rekan di NusaBali dan media lain kemudian tahu kalau Pagar Manurung menderita penyakit yang sangat berbahaya yakni kanker otak. Awalnya, sekitar empat bulan lalu, almarhum diminta pihak manajemen untuk opname saja di RS Sanglah. Almarhum pun menurut.
Namun, hanya sepekan dirawat di RS Sanglah, Pagar Manurung memilih untuk pulang paksa. Dia kemudian pilih dirawat di rumah saja, sambil beruaha pula menempuh pengobatan alternatif. “Tiba-tiba, Pagar Manurung bersama istri dan anaknya sudah di kantor malam-malam, mengaku pulang sendiri karena tidak kerasan di rumah sakit,” kenang Pemimpin Redaksi NusaBali, I Ketut Naria.
Namun, karena penyakitnya semakin parah, Pagar Manurung akhirnya kembali di¬bawa ke RS Sanglah untuk kedua kalinya sekitar akhir Maret 2012 lalu. Selama dirawat di sini, Pagar Manurung selalu berusaha untuk menampakkan kesan sehat, agar istri dan kedua anaknya yang masih balita tidak khawatir.
“Dia (Pagar Manurung) memang orangnya begitu, tidak pernah mengeluh tentang sakitnya,” ujar sang istri, Ida Pidana bin Tata Sukarta. Hal senada juga diakui salah satu perawat yang menangani almarhum di RS Sanglah. “Dia memang tidak pernah mengeluh. Kalau kita tanya sakitnya, dia selalu bilang tidak ada yang sakit,” kata perawat tadi.
Pagar Manurung sendiri gabung ke NusaBali sejak tahun 2000, memulai karier dari calon reporter. Bakatnya sebagai jurnalis langsung kelihatan beberapa bulan setelah rekrutmen, hingga kemudian diangkat menjadi karyawan organik.
Almarhum dikenal sebagai wartawan segala medan dan semua situasi. Dia sempat berpindah-pindah pos penugasan. Pagar Manurung sempat lama ditugasi di Kabupaten Buleleng, kemudian di Kabupaten Bangli, dan terakhir di Kabupaten Jembrana.
“Selama 12 tahun bekerja sebagai jurnalis NusaBali, almarhum Pagar Manurung menjalankan betul empat komitmen wartawan Indonesia,” jelas Ketut Naria. Empat komitmen dimaksud: kepentingan profesi nomor satu, siap kerja 24 jam sehari dan 7 hari dalam sebulan, siap ditempatkan di mana saja, serta setia kepada nurani.
Bahkan, sedang ambil cuti sekalipun, jika ada kejadian penting di wilayah yang jadi tanggung jawab tugasnya, Pagar Manurung berusaha mencovernya. Tak jarang, almarhum mampu bikin berita headline tatkala sedang izin tidak kerja. Itu semua dilakukan karena panggilan sebagai seorang jurnalis.
“Kami sangat kehilangan salah satu tenaga yang paling andal,” imbuh Peimpin Umum NusaBali, Gede Muliarsana. Di mata Gede Muliarsana, Pagar Manurung merupakan wartawan yang tangguh, tulisannya tajam dan cerdas. “Dia tidak pernah menolak tugas. Bahkan, setahun lalu, dia sempat mengcover tiga wilayah sekaligus,” lanjut Muliarsana.
Kini, setelah Pagar Manurung berpulang buat selamanya karena serangan kanker otak, kita semua hanya bisa mengenang kerja keras, komitmen, dedikasi, dan loyalitas almarhum terhadap institusi dan profesinya. Hanya satu kalimat yang bisa kita antarkan buat almarhum: Selamat Jalan, Kawan! [b]
Keterangan: foto diambil dari Facebook Mbak Mari Mar.
Selamat jalan papa