Oleh Luh De Suriyani
Pesan perdamaian terus digaungkan sejumlah kelompok warga di Bali jelang eksekusi pelaku bom Bali. Kelompok lintas iman, National Integration Movement (NIM) mengundang publik untuk turut dalam doa perdamaian dan menyuarakan pesan agar kekerasan atas nama agama dihentikan.
“Doa bersama ini akan dilaksanakan sesaat setelah eksekusi. Doa-doa akan dilantunkan sesuai dengan keyakinan agama-agama di Indonesia untuk mendoakan arwah pelaku bom Bali agar tidak membawa kemarahan,” ujar Eksekutif Direktur NIM Wayan Sayoga, Selasa kemarin.
Doa ini rencananya akan dilaksanakan di markas NIM, Anand Krishna Centre, Jalan Pura Mertasari no. 27, Sunset Road Area, Kuta. NIM adalah komunitas yang terdiri dari beragama keyakinan dan agama, etnis, dan golongan. Mereka kerap turun ke jalan untuk mengkampanyekan kerukunan dan toleransi.
“Kami tidak membenci para pelaku bom Bali, tetapi kami juga tidak menghargai tindakan-tindakan yang kejam. Karena alasan inilah kami merasa bahwa hukuman mati bagi para pelaku bom Bali dalam waktu dekat ini akan mengirimkan pesan yang jelas bagi para pendukung mereka bahwa kekerasan bukanlah suatu jalan keluar. Namun, kami menerima perlunya hukuman mati tersebut untuk menegakkan hukum dalam kehidupan bermasyarakat,” urai pesan perdamaian NIM.
Sayoga meminta kepada masyarakat Indonesia dan dunia untuk turut menyuarakan pesan perdamaian.
Sementara itu, janda korban bom, Nyoman Rancini mengatakan eksekusi tidak akan mampu mengobati kepedihakan semua korban bom dan keluarganya. “Saya hanya sedikit lega jika eksekusi telah usai karena jejak kebencian hilang,” katanya.
Rancini yang ditinggalkan Ketut Sumerawat saat ini harus menghidupi tiga anak perempuannya dengan berdagang acung, menawarkan kopi atau rokok pada pembeli di Pelabuhan Benoa.
Ia mengaku mulai risau dengan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan keluarga Amrozy dan Ali Ghufron kemarin di Pengadilan Negeri Denpasar. “Saya ingin semuanya cepat berlalu,” pintanya.
Hal yang sama diharapkan seorang ibu rumah tangga, Ayu Adi. “Televisi mestinya jangan terlalu memberitakan gerak-gerik pelaku berlebihan. Ini membuat keresahan. Biarkan pelaku mendapat hukumannya dengan tenang dan kita doakan saja,” pinta Ayu, ditemui di warungnya, daerah Denpasar Utara.
Sebagai umat Hindu, ia mempercayai adanya karmaphala dan kelahiran kembali. Karena itu ia tidak terlalu peduli kapan eksekusi dilakukan. “Seseorang yang melakukan perbuatan buruk pasti mendapat buahnya di kehidupan lain,” ujar perempuan dua anak ini.
Gema perdamaian memang mengisi peristiwa peringatan bom Bali tiap tahunnya pada 12 Oktober. Tahun ini, gema perdamaian yang dihadiri lebih dari 5000 warga Bali mengkampanyekan sikap toleransi dan menghormati keragaman di Indonesia dan dunia. [b]