Klungkung termasuk ketinggalan dalam pariwisata di Bali.
Dibandingkan daerah-daerah lain di Bali selatan, kabupaten ini tak terlalu terdengar suaranya. Klungkung kurang dikenal sebagai tujuan wisata. Dari 10 obyek wisata paling populer di Bali, tak satu pun dari Kabupaten Klungkung.
Padahal, Klungkung juga memiliki sesuatu yang tidak dimiliki daerah lain di Bali, sejarah sebagai pusat kerajaan di Bali. Pada abad ke-14 hingga ke-17, Klungkung adalah pusat kerajaan dari semua kerajaan di Bali. Kekuasaannya bahkan mencapai Lombok di Nusa Tenggara Barat dan Blambangan di Jawa Timur.
Klungkung juga terkenal sebagai lokasi di mana terjadi perang besar antara Belanda dengan rakyat Bali pada zaman kolonial. Peristiwa Puputan Klungkung pada 28 April 1908 ini diingat sebagai salah satu perang heroik sejarah rakyat Bali melawan kolonialisme.
Pemerintah Kabupaten Klungkung berusaha meramu nilai historis dan heroisme itu dalam paket wisata Semarapura City Tour. Akhir bulan lalu, bersamaan dengan Festival Klungkung 2016, Bupati Klungkung I Nyoman Suwitra meluncurkan paket wisata di kota Semarapura tersebut.
“Kami ingin mengenalkan kekayaan sejarah di kota kami,” kata I Wayan Sujana, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Klungkung.
Kegiatan wisata kota yang baru diluncurkan ini berpusat di Semarapura, ibu kota Kabupaten Klungkung. Obyek wisata sejarah di kota ini antara lain Monumen Puputan Klungkung, Puri Klungkung, Kertha Gosa, Balai Budaya, dan Pasar Seni. Semuanya berada di pusat kota yang lebih dikenal dengan nama kawasan Catus Pata.
Jarak antar obyek dengan obyek lain termasuk dekat, hanya sekitar 500 meter. Karena itu pengunjung cukup berjalan kaki untuk bisa menikmati semua obyek wisata sejarah Klungkung tersebut.
Obyek pertama Monumen Puputan Klungkung di mana pengunjung bisa melihat sejarah perjuangan rakyat Klungkung melawan penjajah Belanda. Monumen ini menjulang setinggi 28 meter dengan bentuk lingga yoni khas arsitektur Bali. bahkan dari arsitekturnya, monumen ini sudah melambangkan waktu perang besar lebih dari 100 tahun lalu: tinggi 28 meter, 4 pintu masuk, 19 bunga teratai di puncak kubah bersegi 8 atau 28-04-1908.
Diorama di dalam museum disertai penjelasan singkat bisa memberikan informasi lebih tentang perang besar yang diperingati tiap tahun di Klungkung itu. Diorama-diorama dengan patung-patung mini itu juga menceritakan sejarah Klungkung dari zaman prasejarah hingga zaman Orde Baru. Monumen sendiri diresmikan pada 28 April 1992.
Pusat Bali
Dari Monumen Klungkung, pengunjung bisa mengunjungi lokasi kedua yaitu Puri Klungkung. Istana raja yang juga dikenal dengan nama Puri Agung Semarapura ini pernah hancur pada zaman kolonial namun dibangun kembali dengan sedikit bergeser dari lokasi lamanya.
Sekarang, puri ini masih menjadi tempat tinggal Raja Klungkung yang bergelar Dewa Agung Cokorda Gede Agung Semaraputra dan keluarganya. Dengan pakaian adat madya Bali sederhana menemui, Sang Raja menemui kami dan menjelaskan sejarah puri termasuk bagaimana peran-perannya saat ini.
Sejak dari pintu masuknya besar yang biasa disebut Kori Agung, sudah terlihat detail ukiran Bali yang memperlihat pengaruh Belanda pada zaman kolonial dan Majapahit, kerajaan yang pernah menguasai seluruh Nusantara. Hingga saat ini, Puri Klungkung masih menjadi semacam puri paling tinggi secara hierarkis dan historis di antara puri-puri lain di Bali.
Menyeberang jalan dari Puri Klungkung, kita bisa berkunjung ke Lapangan Puputan Klungkung yang sekarang sedang dipermak menjadi sebuah taman bermain bagi tiap warga lokal maupun para turis. Di antara makin hilangnya ruang-ruang terbuka akibat masifnya pembangunan di Bali, taman terbuka seluas kira-kira lapangan sepak bola ini menjadi titik kumpul (melting point) warga. Alat-alat permainan dan sarana olah raga baru dibangun di lapangan ini.
Berjalan ke arah timur, persis di sampingnya, kita bisa melihat Kerta Gosha salah satu kompleks taman para raja yang pernah menjadi tempat upacara Manusa Yadnya oleh keluarga raja. Di antara lokasi-lokasi Semarapura City Tour lain, Kerta Gosha ini bisa disebut yang paling terkenal.
Ada dua balai terpisah, Bale Kerta Gosha dan Bale Kambang. Keduanya menyajikan daya tarik lukisan-lukisan tradisional khas Kamasan yang menceritakan nilai hidup dalam Bali seperti karma, reinkarnasi, dan semacamnya.
Kerta Gosha juga pernah menjadi tempat pengadilan pada zaman kolonial Belanda. Kursi-kursi sidang bahkan masih ada di Bale Kerta Gosa. Dia melengkapi lukisan-lukisan tradisional Kamasan tentang bagaimana sistem hukum pernah berjalan di kerajaan ini.
Bagian terakhir dari Semarapura City Tour adalah Pasar Seni. Di pasar ini, kita bisa membeli kain-kain khas Klungkung yang termasyhur dengan hasil halus dan warna-warna cerah. Bagus sebagai kenang-kenangan setelah menikmati sejarah Klungkung. [b]