Pendidikan. Secara konstitusional ini adalah kewajiban negara. Namun, secara moral, mendidik adalah kewajiban setiap orang terdidik (Anies Baswedan)
“SD 2 Kayubihi, bisa!” teriak anak-anak SD 2 Kayubihi sambil mengepalkan tangannya ke atas. Persis seperti gerakan meneriakan kata merdeka. Mereka meneriakkan kalimat tersebut setiap kali para relawan kelas inspirasi menyerukan “Salam Inspirasi!”. Ya, begitulah yel-yel yang kelompok 6 Kelas Inspirasi Bali. Saya adalah salah satu anggota kelompoknya.
Kelas Inspirasi adalah suatu gerakan dari Indonesia Mengajar. Dalam gerakan ini mereka yang sudah bekerja diundang untuk berbagi cerita tentang pengalaman kerja selama sehari di Hari Inspirasi. Kelas Inspirasi sudah diadakan di beberapa kota di Indonesia, dan kali ini diadakan di Bali, tepatnya di Kabupaten Bangli. Ada 7 sekolah tempat diadakannya Kelas Inspirasi Bali, yaitu SDN 1 Pengotan, SDN 2 Pengotan, SDN 3 Pengotan, SDN 2 Kayubihi, SDN 3 Kayubihi, SDN 1 Landih dan SDN 2 Landih.
“Target dari Kelas Inspirasi ini adalah sekolah-sekolah yang termarginal atau jauh dari perkotaan,” kata A. A. Muninjaya, koordinator Kelas Inspirasi Bali.
Saya mendapat kesempatan berbagi cerita di SDN 2 Kayubihi. Saya adalah seorang bankir, dan 7 teman kelompok saya masing- masing berprofesi sebagai guru, arsitek, pengacara, psikolog, dan tentara. Di SDN 1 Pengotan bahkan salah satu relawannya berprofesi sebagai bupati. Ya, bupati Bangli, I Made Gianyar, sangat mendukung gerakan ini, sampai-sampai ikut cuti di Hari Inspirasi untuk berbagi cerita.
Hari Inspirasi pun tiba. Selasa (11/6), pukul 7 pagi, saya dan teman sekelompok tiba di halaman SDN 2 Kayubihi. Kami disambut antusias oleh anak-anak yang sedang bermain di halaman sekolah. Ketika kami mendekat mereka langsung mencakupkan tangan mereka dan mengucapkan “Om Swastiastu”. Lalu sambil takut-takut mendekati kami sambil penasaran dengan barang-barang yang kami bawa.
Kami membuka acara dengan sambutan dari kepala sekolah, dewan pengawas, perkenalan para relawan, dan penanaman pohon inspirasi. Pohon inspirasi ini kami jadikan simbol dan saksi tumbuhnya mimpi-mimpi besar anak-anak SD 2 Kayubihi.
Saya memulai pengalaman mengajar saya di kelas III. Deg-degan tentu saja saya rasakan mengingat ini adalah kali pertama saya mengajar kelas sendirian. Saya menerangkan pekerjaan saya menggunakan media wayang. Mata anak-anak ini langsung berbinar dan tersenyum ketika saya mengeluarkan wayang pak Kumis dan ibu teller yang saya buat sendiri. Senyum dan sorot mata mereka membuat gugup saya hilang. Saya jadi lebih menikmati peran saya membagi cerita tentang pekerjaan sebagai seorang teller bank.
Di kelas lain, teman saya, Nancy yang lain masuk kelas dengan menggunakan jubah pengacara dan meminta anak-anak menebak profesinya. Relawan asal Jakarta ini kemudian mengajak anak-anak bermain peran menjadi hakim, pembela, dan terdakwa. Lain lagi dengan Widiastuti yang mengajak anak-anak kelasnya untuk belajar di luar kelas. Dosen Arsitektur Universitas Udayana ini memperlihatkan salah satu maket Puranya. Selain itu, ia juga mengajak anak-anak untuk mencoba menjadi arsitek dengan menggambar salah satu bangunan yang ada di sekolahnya.
Ada 4 kelas yang saya ajak berbagi ceirta hari itu. Kelas II, III, IV, dan VI. Secara umum mereka adalah anak-anak yang aktif dan tidak malu mengungkapkan pendapat mereka. Hal ini membuat kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Satu lagi, mereka sangat suka difoto. Beberapa kali saya juga meminta salah satu dari mereka untuk memotret saya dan teman-temannya. Saya pikir jika kelas inspirasi diadakan lagi di Bali, profesi fotografer bisa menjadi profesi favorit anak-anak.
Di akhir setiap kelas saya mengajak anak-anak menuliskan cita-cita mereka. Anak-anak tersenyum simpul saat saya bagikan kertas kecil. Di kertas itu anak-anak bisa menuliskan nama dan cita-cita mereka. Lucu sekali melihat ekspresi mereka saat menuliskan cita-citanya. Ada yang segera menuliskan cita-citanya, lalu tersenyum puas dan menunjukkan hasilnya pada saya. Ada juga yang kebingungan mau menulis apa. Mungkin belum menentukan cita-citanya.
“Nanti ini digantung di pohon inspirasi ya, Bu,” Cetus Komang, salah satu siswa kelas III. Ah, isi kepala saya tertebak. Senyum Komang semakin lebar ketika saya mengiyakan keinginannya.
Setelah semuanya selesai menuliskan cita-citanya, saya ajak mereka menuju pohon inspirasi. Awalnya anak-anak keluar kelas dengan tertib. Tapi, ketika melihat pohon inspirasi, mereka langsung berlari dengan semangat. “Berlarilah, nak. Kejar cita-citamu dengan bersemangat. Seperti ini. Ya, seperti ini,” ucap saya dalam hati.
“Saya mau taruh cita-cita saya di tempat yang paling tinggi,” teriak salah seorang anak. Ia lalu menggantungkan kertasnya di pucuk paling atas pohon inspirasi. Ia membuktikan perkataannya.
“Ayo, Bu, kita foto. Ayo, Bu, foto di pohon inspirasi,” cetus beberapa anak kelas III itu. Ya, mereka tetap suka difoto. 🙂
Kami mengakhiri hari isprirasi hari itu dengan kembali berkumpul di lapangan dan mengucapkan janji inspirasi. Intinya, bahwa mereka akan terus berusaha mencapai cita-cita mereka demi kejayaan Indonesia, dan berjanji akan kembali sepuluh sampai empat belas tahun lagi untuk menginspirasi adik-adik mereka di SD 2 Kayubihi.
Terakhir, kami kembali meneriakan yel-yel. “Salam inspirasi,” teriak Yasid, relawan asal Malang yang berprofesi sebagai guru SMP. Anak-anak dengan bersemangat melanjutkan,”SD 2 Kayubihi, bisa!” sambil mengepalkan tangannya ke atas dan melompat setinggi-tingginya.
Ya, kalian pasti bisa anak-anak. Kalian pasti bisa menjadi seorang dokter, polisi, penari, pelukis, guru, memiliki bengkel, bahkan menjadi koki yang sukses. Dengan bekerja keras, jujur, dan rajin menabung, anak-anak cerdas dan berani mengungkapkan pendapat seperti kalian pasti bisa.
Untuk saya, kelas inspirasi ini adalah pengalaman sangat berharga. Dalam sehari saya mendapat banyak hal. Teman-teman baru dari berbagai profesi dan anak-anak yang secara otomatis menyalurkan semangatnya kepada saya.
Mengapa saya membagi tulisan ini di sini? Karena saya punya harapan Kelas Inspirasi Bali tidak hanya diadakan di Bangli. Saya berharap kaum muda Bali bisa membuat gerakan-gerakan sejenis di lingkungannya. Menginspirasi anak-anak dari hal yang paling sederhana, menceritakan bagaimana nikmatnya bekerja dan proses menuju kenikmatan kerja tersebut. [b]