Pilkada Bali memasuki babak paling menentukan, masa kampanye.
Seperti kita telah ketahui bersama, ada dua pasangan calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur Bali (Cawagub) di Pilkada Bali kali ini yaitu pasangan nomor urut 1 I Wayan Koster – Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau (KBS-Ace) serta nomor urut 2 Ida Bagus Rai Dharmawijaya dan Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta).
Masing-masing calon telah mengeluarkan jurus dan strategi untuk menarik minat pemilih. Strategi itu di antaranya adalah dengan mempopulerkan slogan politik, yang menjadi semacan tagline, atau Bahasa ringkas menggambarkan secara singkat program yang diusung.
Paket KBS-Ace, yang mendapatkan kepastian pencalonan diri lebih awal, yakni pada 11 November 2017, menggunakan tagline politik “Satu Jalur”. Ia diusung partai PDIP, HANURA, PKPI, PAN, dan PKB.
Pasangan kedua Mantra-Kerta dengan jargon “Mesuryak” dideklarasikan beberapa minggu kemudian, tepatnya 9 Januari 2018. Mereka diusung partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Bali, yang terdiri dari Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat, Perindo, PKS, dan PBB.
Menjadi menarik jika kita mengupas tagline para kandidat tersebut. Bukan bermaksud apa, sekadar hendak meramaikan pesta demokrasi kali ini, yang memang seharusnya semarak. Sayangnya kesemarakan itu berhenti hanya pada sebatas Bahasa politik, atau slogan. Sewajarnya orang banyak tahu juga, ada apa dibalik pemilihan slogan politik dan tagline itu?
Mari kita kupas sisi positif dan negatif dari kedua tagline para kandidiat tersebut. Mari..
Satu Jalur, rupa-rupanya dipilih pasangan KBS-Ace, beranjak dari keresahan tata kelola Bali sebagai sebuah kesatuan geografis, yang mana komunikasi dan kordinasi dari pemangku kebijakan yang tidak sejalan. Kebijakan gubernur sering seringkali tidak seiya sekata dengan para bupati.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa kali rapat penentuan kebijakan pemerintah Provinsi Bali yang tidak dihadiri para bupati di Bali. Beberapa kali pula, Gubernur Bali mengalami miskomunikasi dengan para bupati dalam mengimplikasikan kebijakannya.
Satu Jalur, dalam pandangan KBS–Ace menjadi solusi mengatasi situasi yang kurang harmonis itu. Hal ini dipertegas dengan pernyataan one island one management atau rencana sistem pembangunan tata kelola Bali dalam satu pola manajemen pembangunan, yang dikenal dengan pola pembangunan nasional semesta berencana (PPSB).
Program PPSB adalah program eksperimen pengurus pusat PDIP yang telah diujicobakan pertama kali di Kabupaten Badung. Rupanya konsep ini akan diterapkan juga di tingkat Provinsi Bali sebelum diterapkan di tingkat nasional atau kabupaten dan provinsi lain.
Setelah mendapat rekomendasi dari partai pusat, pasangan calon KBS-Ace melakukan deklarasi massif, di tingkat provinsi, kabupaten, kota, bahkan hingga tingkat desa. Tak heran karena partai PDIP, adalah mayoritas di Bali. Banyak kadernya yang duduk di pemerintahan, baik eksekutif maupun legeslatif. Mereka juga menjadi tim pemenangan pasangan ini.
Dari deklarasi yang masif ditambah belum adanya pasangan calon yang resmi menjadi lawan, pasangan ini melenggang sendiri. Banyak yang terkesima dan takjub dari akbar serta gegap gempita tiap deklarasi yang dilakukan.
Akibatnya, muncul kesan kembalinya budaya suryak siu atau ikut-ikutan saja.
Memang, tagline Satu Jalur, jika kita kritis mencermatinya, ia terkesan mengabaikan yang liyan atau the other. Ia seperti hendak mengatakan bahwa yang liyan adalah berbeda dan tidak sepaham dengan kita. Oleh karena itu ia bukan teman kita. Dia akan mekenten dan harus dikucilkan atau dikasepekang.
Padahal sejatinya tidak begitu. Jika program satu jalur disampaikan dengan benar, ia bisa benar-benar menjadi solusi bagi Bali dalam memperjuangkan Bali sebagai daerah otonomi khusus di tingkat 1.
Siapa tahu?
Nah, melihat situasi semarak dalam tiap deklarasi pasangaan KBS-Ace itu, pasangan kedua Mantra-Kerta yang memang deklarasi belakangan, mengeluarkan tagline “Yuk Mesuryak”. Entah ini disengaja atau memang alam yang mengatur. Entah karena alam bawah sadar masyarakat Bali atau hanya dalam pikiran saya saja. Mesuryak seperti jawaban atas budaya suryak siu yang seolah-olah mulai muncul lagi.
Mesuryak, asal katanya Suryak. Dalam Bahasa Indonesia artinya bersorak atau berteriak.
Pasangan MANTRA KERTA ini hendak mengatakan, “Jangan ikut-ikutan tanpa berpikir rasional“. Wajar saja karena ia hadir belakangan sebagai penantang. Sosok Mantra-Kerta hendak memposisikan dirinya sebagai sosok yang rasional, cerdas, dan kekinian.
Bali harus dibangun dengan kecerdasan, kretif, dan dengan cara-cara kekinian yang bersih dan berwibawa, bukan cara-cara serampangan, kebersamaan dan merangkul semua orang.
Kekurangan dari tagline ini, sejauh ini belum terpaparkan dengan baik. Ia belum mampu menjangkau wilayah akar rumput di daerah dan desa-desa nun jauh di utara atau di barat sana. Tagline ini masih sulit dicerna orang banyak dan belum mewakili usungan program Mantra-Kerta secara keseluruhan.
Perlu sosialisasi yang lebih massif, mungkin? [b]