Pemilu Legislatif atau biasa disebut Pileg sudah semakin dekat, kalau tidak salah sekitar bulan April 2014.
Yang paling terlihat adalah semakin maraknya atribut kampanye seperti baliho dan bendera parpol yang ukurannya sangat besar. Biasanya dipasang di pinggir jalan khususnya di tempat strategis seperti perempatan dan pertigaan. Pemasangan atribut kampanye yang terlalu banyak itu membuat pemandangan menjadi kurang sedap. Tidak sedikit masyarakat yang merasa terganggu dengan pemandangan seperti itu, walaupun sebagian besar hanya bisa pasrah dan mungkin mengumpat dalam hati.
Lucunya, penampilan para Caleg di baliho-baliho pada umumnya seirama dengan ciri sebagai berikut :
- Menggunakan foto setengah badan super besar
- Mimik wajah dalam foto sedang tersenyum (atau terpaksa senyum)
- Kedua telapak tangan dicakupkan seolah mengucapkan salam
- Terdapat tulisan besar “Mohon doa restu dan dukungnnya” *entah ‘nya’ siapa yang dimaksud
- Tidak lupa, ditambah tulisan “Mohon coblos nomor xxx“
- Lambang partai tidak terlalu menonjol seperti jaman dulu
- Kadang ditambah jargon “Ajeg Bali”, “Mensejahterakan rakyat”, “bla..bla..bla..”
- Dan seterusnya, silahkan tambahkan sendiri
Yang membuat miris adalah, tidak satu pun diantara baliho yang tersebut bisa memberikan gambaran tentang apa yang ditawarkan oleh si caleg. Intinya, mereka hanya berlomba memasang baliho sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya dengan harapan masyarakat bisa tertarik untuk memilih mereka.
Belum ada yang berani memasang janji yang riil jika masyarakat memilih mereka, misalnya dengan tulisan “Jika anda mau memilih saya, saya berjanji akan membuat perda agar pembangunan hotel di Bali Selatan di stop!“. Atau yang yang lain misalnya “Pilih saya menjadi DPR, saya berjanji akan membuat angkutan umum murah tersedia sampai ke pelosok Bali“.
Jadi bukan hanya kalimat standar dan muluk-muluk seperti yang ada selama ini. Dan jika memang merasa tidak bisa berbuat apa-apa setelah menjadi anggota DPR ya sebaiknya urungkan saja niat menjadi Caleg. Apalagi menjadi DPR seharusnya bukan sebuah harga mati, bukan target yang harus diperjuangkan mati-matian dengan mengorbankan segalanya khususnya ekonomi.
Sebab menjadi DPR sebenarnya merupakan sebuah mandat dari masyarakat. Mandat dalam arti sebenarnya, artinya DPR ditugaskan mewakili sekian ribu masyarakat sehingga bisa membuat sebuah aturan, keputusan, kebijakan dan lainnya yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Jadi jika seorang Caleg pada akhirnya gagal, seharusnya mereka tidak perlu kecewa, tidak perlu stress, karena itu artinya kita belum dipercaya untuk menjalankan tugas.
Yang menjadi masalah adalah jika menjadi DPR adalah “keinginan menggebu” seorang Caleg, dan celakanya dia menggunakan berbagai macam cara untuk menarik minat masyarakat agar memilihnya. Tentunya dengan melakukan berbagai macam pencitraan seperti mengadakan kunjungan ke tempat/komunitas tertentu, memberikan bantuan baik berupa uang dan barang serta berbagai hal lainnya. Cara-cara ini mungkin tidak salah, tetapi merupakan cara yang keliru, tidak mendidik.
Yang lebih bijak, seorang Caleg harusnya cukup melakukan sosialisasi saja, tidak perlu memberikan bantun ini itu. Sosialiasasi ini tujuan untuk memperkenalkan diri serta menjabarkan rencana / program kerja / ide / gagasan serta janji di Caleg jika masyarakat mau memilihnya. Sosialisasi bisa dilakukan dengan cara tatap muka langsung ataupun menggunakan media lain seperti alat peraga (baliho, bendera, spanduk), media massa (koran, televisi, dll), dan juga internet. Media yang paling murah tentu saja internet, yang media inilah yang harusnya lebih banyak dimaksimalkan karena memungkinkan adanya komunikasi dua arah.
Internet memungkinkan adanya interaksi antara Caleg dan masyarakat calon pemilih. Berbeda dengan media lain seperti baliho, bendera, spanduk, iklan koran dan televisi dimana komunikasi hanya satu arah yaitu dari Caleg ke masyarakat / calon pemilih. Masyarakat seperti dipaksa untuk menerima apapun yang dikatakan oleh si Caleh tanpa bisa membantah, mengomentari atau pun memberikan masukan.
Tahap sosialisasi atau yang lebih dikenal dengan kampanye harusnya memungkinkan komunikasi dua arah. Jika melakukan tatap muka langsung, tentu membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Masyarakat juga harus berkumpul di suatu tempat, si Caleg juga harus melakukan banyak kunjungan serta dana yang tidak sedikit. Sedangkan komunikasi dua arah melalui internet bisa menjangkau semuanya tanpa harus berkumpul di satu tempat dan di satu waktu yang sama.
Satu-satunya kekurangan media internet adalah belum meratanya kemampuan masyarakat menggunakan internet. Benar ini adalah sebuah masalah. Ya ini adalah masalah, sekali lagi masalah. Nah, bagi seorang Caleg, sebuah masalah harusnya bisa dicarikan solusi. Jadi di baliho yang super besar itu Caleg harusnya berani menampilkan janji “Pilih saya menjadi DPR dan saya akan sediakan koneksi internet gratis di setiap balai banjar“.
Gimana, berani….?? [b]
Foto dari Media Srikandi.
Tulisan yg bagus dan cukup mengena…sayangnya menurut saya, seorang anggota DPR bukanlah eksekutif yg bs bikin program2 spt yg di tulis di atas….legislatif hanya memiliki fungsi legislasi/usulan dan anggaran…jadi gimana mereka berani janji?? Yah yang bisa mereka janjikan paling jauh bahwa dirinya akan jujur, sungguh2 bekerja, tidak korupsi dan cerdas mengawal/mengawasi eksekutif 🙂
Betul, jalanan jadi penuh baliho yang bahkan sering terlihat saling tumpang tindih,
Terus terang jeg inguh sajan ningalin baliho caleg. semoga satpol pp tegas menindak baliho yang tidak ber ijin.. pasti banyak yang ga ada ijin nya..
Kalo boleh, saya pesen tulisan dengan maksud sejenis satu lagi… tapi ditujukan untuk para Ormas *uhuk *bosen melihat baliho ormas ngucapin hari raya *mengotori lingkungan *uhuk
Jujur, tulisan ini cukup mewakili apa yang selama ini saya rasakan saat melihat baliho dan spanduk2 yang tampak rame di pinggiran jalan. Mungkin banyak juga dari masyarakat awam yang merasakan hal yang sama selama ini, tetapi bingung hendak berbuat apa. Saya pribadi,sesering apapun melihat baliho caleg seperti ini, belum tentu mau memilih si caleg tersebut. Karena kita tidak dapat menilai apa apa dari kinerja si caleg dari sekedar baliho/spanduk seperti ini. Intinya, ini hanya mengotori lingkungan dan perlunya perubahan cara kampanye yg lebih ‘mendidik” rakyat dan “dekat” dengan rakyat.
coba skrng saya tanya balik. jika anda berada di posisi menjadi seorang caleg, apa yg terlintas pertama di pikiran anda. apakah anda yakin tidak akan memasang baliho ? (cob4 j4w4b jUju12 REALISTIS d4n 6ak mun4fik eaa)
saya setuju dengan tulisan di atas…
dan, satu lagi, sebaiknya di dalam DPR atau jajaranya sebaiknya fraksi fraksi partainya di hapuskan, karena jika sudah masuk DPR (DEWAN PERWAKILAN RAKYAT) mereka adalah wakil rakyat, bukan WAKIL PARTAI..
1 hal lagi, orang2 yang duduk di Eksekutif dan legislatif, harus memiliki pemikiran dan gagasan gagasan hebat dan masuk akal sehingga mereka bisa mempertanggungjawabkan pengabdian mereka..
namun sayang sekali baliho kampanye mereka malah hanya mengkomunikasikan kenarsisan mereka belaka, ataupun kenarsisan partai, tidak ada tulisan pemikiran yang benar2 matang dituliskan,, jadi apa bedanya baliho seperti itu dengan baliho iklan brand2 materiil.?
“Pilih saya menjadi DPR dan saya akan sediakan koneksi internet gratis di setiap balai banjar“.
hahahaha ada yang berani gak yaa??
Tulisan yg bagus dan cukup mengena…sayangnya menurut saya, seorang anggota DPR bukanlah eksekutif yg bs bikin program2 spt yg di tulis di atas….legislatif hanya memiliki fungsi legislasi/usulan dan anggaran…jadi gimana mereka berani janji?? Yah yang bisa mereka janjikan paling jauh bahwa dirinya akan jujur, sungguh2 bekerja, tidak korupsi dan cerdas mengawal/mengawasi eksekutif, dan mengusulkan apa yang di harapkan….jangan hanya bengong…..terima gaji selesai