Sangging merupakan seseorang seniman pembuat topeng, arca, lukisan dan sebagainya. Sedangkan undagi adalah sebutan bagi arsitek tradisional Bali.
Tegallalang merupakan desa yang masyur akan keindahan objek pariwisatanya. Namun sedikit yang mengetahui bahwa Tegallalang mempunyai seniman-seniman yang berdedikasi dibidang seni dan budaya. Bali khususnya profesi seni sangging dan undagi. Sangging merupakan seseorang seniman pembuat topeng, arca, lukisan dan sebagainya. Sedangkan undagi adalah sebutan bagi arsitek tradisional Bali.
Kedua profesi ini menyatu dalam diri I Ketut Degdeg yang akrab dipanggil Pekak Pasek. Beliau merupakan salah satu sangging dan undagi asal Desa Tegallalang yang kehidupannya bergantung dalam dunia seni. Banyak karya seni dalam bentuk patung, topeng, bangunan sanggah dan Bade yang telah dibuatnya.
Keseharian pekak (kakek) kelahiran tahun 1935 ini adalah sebagai pematung garuda, singa, dewa-dewi termasuk garuda wisnu yang dibuat dengan kayu nangka. Patung hasil karyanya sangat diminati oleh turis mancanegara sehingga banyak di ekspor ke luar negari.
Selain untuk dijual dan diekspor, banyak juga masyarakat meminta untuk dibuatkan arca untuk kepentingan di Pura. Dalam kesempatan ini beliau sebagai seniman memanfaatkannya sebagai “ngayah” yang pada intinya mewujudkan rasa baktinya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya yang berstana di pura-pura tempatnya menghaturkan hasil karyanya.
Adapun patung dan hasil ukiran yang masih bisa dilihat di pura sampai saat ini adalah patung celuluk di aling-aling pemedal agung (pintu utama) Pura Dalem Kangin Tegallalang dan Ukiran Padmasana di Pura Dalem Batur Tegallalang.
Tidak hanya didesanya sendiri Pekak Pasek juga ngaturan ngayah mengukir dan mematung hingga ke desa-desa lain. Mengukir dan Mematung di Pura Dalem Bonjaka dan mengukir patung wisnu di Pura Pemuus. Beliau juga membuat arca pratima (benda suci) berupa menjangan dan pundi manik bedawang nala (berbentuk naga dan penyu) di Pura Penataran Pasek Desa Kedisan. Kesempatan ngayah sebagai seorang seniman adalah penting menurut pendapat bapak dari empat orang anak ini. Selain kesempatan ngayah kedesa-desa beliau juga mengukir sanggah di rumah-rumah warga yang meminta untuk agar sanggah pemerajan (tempat suci keluarga) diukir dengan corak ukiran gayanya.
Mengenai perundagian Bali beliau mulai dari mengukur, masang bata hingga mengukir beliau ahlinya. Bangunan pura yang masih kokoh berdiri dan dapat kita lihat adalah Bale Kulkul Pura Dalem Pakudui. Selain pembangunan pura, hasil-hasil pembangunan sanggah banyak beliau buat di rumah-rumah warga masyarakat sekitar desa Tegallalang itu sendiri.
Selain bekerja keseharian membuat patung dan ngaturan ayah ke desa-desa sebagai sangging dan undagi pura dan sanggah. Pada saat mendekati hari baik untuk melakukan upacara Ngaben, Kakek delapan cucu ini membuat berbagi macam petulangan (wadah pembakaran mayat) seperti lembu, singa, gajahmina, tabla, dll. Selain membuat petulangan beliau juga membuat Bade (sebagai wadah pengiriman mayat). Mayat seseorang yang meninggal akan digotong ke kuburan dengan menggunakan Bade atau Wadah.
Pekak Pasek membuat bade mulai yang paling dekat yaitu Ubud dan yang paling Jauh adalah di Pupuan Tabanan. Bade yang paling besar yang pernah beliau buat adalah Bade di Pupuan Tabanan dengan tinggi 27 meter dan dengan Tumpang 7 (tujuh) lengkap bedawang nala dengan berbagai macam kepala bintang. Dalam dunia perundagian bade beliau tidak hanya membuat saja namun beliau juga mampu “mlaspas” atau mengupacarai bade yang dibuanya. Jadi beliau mulai dari membuat gegulak (ukuran), memangun, hingga melaspas dapat dilakoninya sebagai undagi.
Dihari tuanya beliau masih mampu berkarya untuk membuat beberapa tapel topeng untuk memenuhi permintaan cucunya yang gemar ngayah nopeng wali (topeng upacara). Tapel topeng yang beliau buat adalah Topeng Keras, Topeng Tua, Topeng Bujuh, Topeng Penasar, Topeng Dukuh dan Bondres. Selain Itu Topeng Wayang Wong Juga dibuatnya seperti Delem, Sangut, Mredah, Tualen dan Rahwana. Dalam Punggalan Barong beliau membuat barong bangkal dan macan. Semua keahlian yang beliau miliki merupakan turunan dari bapaknya bernama I Wayan Lemon.
Dalam penuturannya Pekak Pasek menyatakan tidak pernah merahasiakan ilmunya bagi orang-orang yang datang untuk belajar. “Karena semakin banyak orang yang mempelajari kesenian yang dimilikinya, saya akan bertambah kaya dan budaya kita akan tetap ajeg,” urai Pekak Pasek. Karena ada pemikiran seorang seniman itu pelit akan ilmu karena takut tersaingi kealiannya. Beliau juga berpesan untuk anak muda. “Menjadi apapun pemuda-pemudi jaman sekarang kejarlah cita-cita sesuai zaman ini namun tetap ingat dan belajar selalu akan budaya yang kita miliki.”
Pekak Pasek kini sudah pensiun, karya terakhirnya topeng yang dibuat sekitar 2010. Saat ini sejumlah penerus Pekak Pasek di Tegallalang misalnya I Wayan Rajeg (sangging) dan I Nyoman Nengah Sukanda (undagi).