“Sang gunung menyerahkan jejaknya ke laut”, pameran seni yang menyajikan bentuk alternatif dari pengarsipan sejarah mengenai sejarah tragedi, perkembangan pariwisata, dan kolonialisme di Bali telah dibuka
11 Agustus 2023, Denpasar, CushCush Gallery Bali secara resmi membuka pameran seni tunggal “Sang gunung menyerahkan jejaknya ke laut” karya seniman berdarah Bali-Australia, Leyla Stevens bersama dengan kurator Indonesia berbasis di Melbourne, Bianca Winataputri. Pameran tunggal ini merupakan wujud kontestasi terhadap sejarah Bali yang menyajikan bentuk alternatif dari pengarsipan sejarah dengan menghubungkan berbagai trayektori dan lanskap pulau Bali sebagai pulau pesisir.
Menggunakan pendekatan eksplorasi antara dokumenter dan fiksi, tiga karya berbasis audio visual seniman Leyla Stevens berjudul “Kidung/Lament”, “Our Sea is Always Hungry”, dan “A Line in the Sea” menjadi sorotan dalam pameran. Ketiganya menghadirkan sebuah bentuk kesaksian atas sejarah kelam tahun 1965 dari para penyintas, baik manusia, alam, hingga roh-roh penghuni alam. Pameran ini juga menyajikan pandangan atas situasi Bali saat ini dengan melihat bagaimana pariwisata dan kolonialisme telah membentuk pesisir Bali Selatan.
“Pameran ini adalah tentang Bali dan untuk Bali, oleh seniman berdarah Bali-Australia yang berkarya melalui multimedia, sesuatu yang boleh dibilang sebuah media yang masih belum sering ditemui dalam skena seni rupa Indonesia. Jika di masa lalu ada banyak cerita mengenai Bali yang diceritakan oleh orang luar (non-Bali), maka Leyla sebagai seniman berdarah Bali menyampaikan karya tentang Bali dengan lebih sensitif dan dengan sudut pandang lokal. Dengan sudut pandang tersebut, pameran ini menawarkan perspektif yang segar dan mendobrak banyak hal. Kami berharap pameran ini bisa menjadi pemicu diskusi dan diskursus penting di Bali dan luar (Bali).” Suriawati Qiu, pendiri CushCush Gallery
“Sang gunung menyerahkan jejaknya ke laut” mengajak kita untuk merefleksikan hubungan manusia dengan alam secara lokal, regional, dan global, dan mengingatkan bahwa kita semua, dengan satu atau lain cara, saling terhubung satu sama lain. Terlebih, pameran ini mengajak kita untuk meninjau kembali sejarah dan merekonstruksi masa depan bersama.
Sebagai upaya untuk menyediakan ruang diskusi dan meningkatkan kesadaran kolektif, CushCush Gallery Bali bersama seniman dan kurator merancang serangkaian acara yang terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya (gratis) yang akan berlangsung selama periode pameran. Kegiatan ini termasuk wisata sejarah Sanur yang akan dipandu oleh sejarawan urban Gede Maha Putra dan tiga rangkaian diskusi pada tanggal 13, 16, dan 19 Agustus 2023 yang mengundang seniman Leyla Stevens, filmmaker dan founder Niskala Studio Wayan Martino, kurator dan penulis Savitri Sastrawan, seniman Made Bayak, antropolog Ngurah Suryawan, penulis dan periset Juli Sastrawan, dan kurator Sidhi Vhisatya.
Pameran terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya. Pameran buka setiap hari Senin sampai Minggu, pukul 09.00 – 17.00 WITA dan tutup pada hari libur nasional. Periode pameran 11 Agustus – 10 September 2023.
Setiap sesi program akan disampaikan dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Proyek ini didukung oleh Australia Council for the Arts, dan bekerja sama dengan Goethe-Institut Indonesien.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang pameran ini dan untuk jadwal acara, silakan kunjungi website https://cushcushgallery.com/ccg/ atau Instagram @cushcushgallery_bali.
Informasi lebih lanjut, hubungi email info@cushcushgallery.com.