Oleh Luh De Suriyani
Sedikitnya 15 peer educator perempuan di Pasar Badung, pasar tradisional terbesar di Bali bahu membahu mengajak rekannya sesama pedagang dan buruh mengenal kesehatan reproduksi. Tak hanya memahami pentingnya kespro tapi menumbuhkan keberanian untuk memeriksakan diri di klinik pasar.
Jero Sandat, perempuan pedagang kelontong 56 tahun, pintar merayu rekannya sesama pedagang untuk memeriksakan kesehatan reproduksinya. “Kespro itu istilah yang asing buat kami. Padahal paling penting buat perempuan,” ujarnya.
Saat ini, penyakit paling mengerikan buat dirinya dan pedagang lain adalah kanker leher rahim. “Gejalanya keputihan, dan ini kan sering tidak dihiraukan oleh perempuan,” kata Sandat yang telah berjualan hampir 30 tahun di pasar yang berlokasi di Jalan Gajah Mada Denpasar ini.
Hal senada diungkapkan Siti Fatimah Sahid (39 tahun), peer educator Yayasan Rama Sesana (YRS) lainnya.
“Sekarang banyak pedagang dan buruh yang sudah kenal papsmear. Awalnya memang susah. Saya kasi tahu, baru mau periksa. Di klinik pasar murah, di dokter mahal sekali. Di sini cuma 35 ribu,” katanya.
Ia mengaku sukarela menjadi peer educator karena fungsinya hanya fasilitator tanpa target kerja. “ Dulu saya tahunya IMS itu penyakit menular. Itu saja. Sekarang tahunya menular itu karena apa. Kan macam-macam. Karena ganti-ganti pasangan, dan lainnya,” tuturnya sambil berjualan.
Siti mengatakan hampir semua perempuan mengalami keputihan, ada yang perlu diobati ada yang tidak. Misalnya saat menstruasi keputihan. Selain itu banyak yang karena kekerasan rumah tangga.
Yang paling penting dari pengalaman menjadi pendidik sebaya menurut Siti adalah mandiri dalam pemeriksaan kesehatan diri. “Saya dulu sangat tergantung pada suami. Kini semua perempuan bisa dengan mudah cek kesehatan sambil berjualan,” tambahnya.
Peer educator ini bekerja sama dengan paramedis dan petugas penjangkau YRS memberikan pemahaman kespro dan dukungan pada pedagang dan pengunjung pasar.
Yayasan Rama Sesana adalah LSM bidang kespro yang melakukan penjangkauan dan edukasi kespro ke penghuni Pasar Badung. Berdiri sejak 2004, YRS juga mendirikan klinik kesehatan di lantai IV pasar. Pasar ini buka 24 jam dengan sedikitnya 3500 orang pedagang. Untuk menjangkau pedagang malam, klinik buka malam sekali dalam seminggu.
Pendirinya, dr. Luh Putu Upadisari mengatakan pemeriksaan Pap Smear disediakan untuk 50 pasien per bulan. “Rata-rata sekitar 2.5 persen menunjukan gejala-gejala kanker rahim. Mereka diminta melakukan pemeriksaan lanjutan dan diberikan dukungan kesehatan,” katanya.
Selama 2008 ini, lebih dari 900 penghuni pasar, sebagian besar perempuan yang mendapat penjangkauan. Namun kurang dari 30% yang melakukan pemeriksaan ke klinik dengan sukarela.
Sari mengatakan hasil ini tidak menunjukkan bahwa penghuni pasar paling rentan dengan gangguan kespro. “Saya rasa tidak berbeda dengan tempat lain. Masalahnya tidak ada data perbandingan mengenai kondisi perempuan bekerja di tempat lain. Tidak ada program yang sama seperti ini di Bali,” ujarnya.
Pasar tradisional sebagai tempat berkumpulnya orang dari berbagai kalangan menurut Sari menunjukkan populasi masyarakat umum. “Sangat heterogen. Semua perempuan mempunyai potensi gangguan kespro,” tambahnya.
Pap smear adalah suatu tes sederhana untuk memeriksa kesehatan leher rahim (cervix). Leher rahim adalah bagian yang menjulur ke liang vagina.
Tes ini cara termudah untuk mendeteksi dan mencegah kanker leher rahim. Biasanya dokter akan mengambil sedikit contoh sel-sel di leher rahim dengan alat tertentu. Setelah diperiksa di laboratorium, hasil tes akan memperlihatkan tanda-tanda peringatan dini adanya kanker di leher rahim yang terdapat di dalam vagina. Tes ini juga dapat menjadi pendeteksi adanya infeksi alat reproduksi perempuan.
Kadang-kadang sel-sel kecil leher rahim yang sehat dapat berubah menjadi tidak sehat (abnormal). Hal ini terjadi tanpa disadari. Kanker leher rahim baru menampakkan gejalanya pada stadium sudah lanjut. Gejalanya seperti keputihan yang berbau busuk, pendarahan saat atau setelah melakukan senggama, pendarahan spontan di luar haid, dan nyeri perut bagian bawah. Karena itulah diperlukan pemeriksaan sedini mungkin.
Penyebab kanker leher rahim ini belum diketahui secara pasti. Sejumlah potensi yang berisiko menginfeksi, di antaranya akibat hubungan seks dengan pasangan yang sering ganti-ganti pasangan, dan melahirkan pada usia muda. Bisa juga karena kebersihan di daerah vagina kurang terjaga. Walau belum pernah berhubungan seks, seseorang bisa mengidap kanker leher rahim jika membawa hormon ibunya yang mengidap penyakit sama.
Dokter Sari, panggilan akrabnya, mengatakan selain pap smear, keluhan kespro lain di klinik adalah gangguan kesehatan organ reproduksi seperti keputihan, ketidakcocokan alat kontrasepsi, dan infeksi alat kelamin misalnya gonorrhea (kencing nanah) dan clamydia.
Sayangnya, hingga lima tahun klinik ini berdiri dengan sekitar 5000 orang pedagang yang dijangkau, pengalaman YRS belum menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan kespro perempuan oleh Pemerintah Provinsi maupun kota Denpasar. “Pemerintah tidak menganggap penting temuan dan pengalaman kami. Mungkin karena kami LSM kecil,” ujar Sari.
Ia mengaku belum pernah diajak bekerja sama dalam pembuatan kebijakan publik soal kespro dan pemberdayaan perempuan. Tak heran, menurutnya edukasi kespro berjalan sangat lambat di Bali. [b]
Versi Bahasa Inggris dimuat di http://www.thejakartapost.com/news/2009/05/14/peer-educators-teach-traders-about-reproductive-health.html
Di tivi ada iklan tentang ini, tapi bagi orang awam yang saya tanya mengenai iklan tersebut (ibu, saudara, dan tetangga saya) mereka malah jadi takut dan malas memeriksakan diri karena kesan dari iklan itu menyeramkan kata mereka. Mungkin publikasinya perlu dikemas ulang.. 🙂