Dua bulan setelah dirilis pada 29 Mei 2020, single anyar Nosstress-Saling Bantu ini sudah disimak hampir 160 ribu kali. Barangkali ini saat tepat untuk mendengarkannya lagi. Karena tiap baitnya merangkum suka duka corona di Indonesia.
Jika dibuatkan garis waktu, perjalanan menghadapi bencana ini bisa diramalkan trio personilnya Man Angga-Kupit Gunawarma-Tjok Gus, namun tak seromantis yang diharapkan lagu “Saling Bantu” ini.
Kita sedang alami bencana yang sama
Namun derita yang terasa jauh berbeda
Banyak yang terlunta tengah berjuang untuk bertahan
Video musiknya membawa pada tangkapan layar berita-berita kasus pertama pandemi di Indonesia. Breaking news dua kasus pertama pada Maret. Pada diskusi di live IG Balebengong dengan RSUP Sanglah, pada akhir Januari sudah ada suspek Covid-19 yang dirawat di Bali. Mungkin juga di Jakarta dan kota lain di Indonesia. Saat itu, para pejabat seperti Menteri Kesehatan, Menko Polhukam, sampai Kemenko Maritim defensif dengan pernyataan-pernyataan blunder seputar Covid-19.
Presiden Joko Widodo pun merespon dengan jurus promosi ekonomi seperti ceruk paket meeting dibanding mitigasi kesehatannya pada sidang kabinet 29 Februari. Saat itu Indonesia diklaim belum ada kasus Covid-19.
Pemprov Bali saat itu malah sempat buat rencana kampanye mendatangkan wisata di tengah pandemi. Pemerintah pusat juga berhasil mencari perhatian dengan rencana penanganan Covid-19 dengan influencer dan diskon pesawat.
Pasien pertama dengan Covid-19 akhirnya meninggal di Bali. Video klip Slaing Bantu beralih menayangkan arsip-arsip berita tentang tenaga medis kekurangan APD, dokter meninggal, dampak PHK 65 ribu pekerja di Bali, dan imbauan nyejer daksina.
Manusia memang sedang terpuruk
Tetapi tidak kemanusiaan
Manusia memang sedang terpuruk
Tapi bumi sedang membaik
Manusia selalu berusaha menemukan asa di tengah krisis, misalnya mencari hal baik dari drastisnya penurunan aktivitas. Salah satunya dengan berita-berita terkait penurunan emisi dan kualitas udara lebih baik. Membuat pilikiran lebih rileks.
Di sisi lain emosi juga meninggi saat kesibukan menghadapi pandemi terjadi. Klip yang dibuat pembuat film muda Hadhi Kusuma ini melanjutkan dengan arsip berita DPR tak peduli rakyat, di tengah pandemi bahas Omnibus Law, UU Minerba, dan pat gulipat politisi lainnya.
Di Bali, media sosial mulai ramai dengan aksi-aksi menggalang bantuan. Misalnya ada mobilisasi penggalian dana dari sejumlah pihak misal Tim Hijau Putih menggalang bantuan Alat Pelindung Diri (APD) untuk Tenaga Kesehatan. Dilakukan dengan konser-konser dari rumah, sampai jamming seniman mural Slinat dan WD di dua lokasi berbeda.
Kita tak mampu menerkakan berapa lama
Sembunyi dari bencana mampukah bertahan
Saling bantu manusia
Usaikan harap pada kuasa
Setelah beberapa bulan karantina, mulai ada kebutuhan untuk membantu warga yang tidak memiliki kecukupan logistik dalam pembatasan kegiatan ini. Beberapa gerakan berbagi makanan hadir. Teman Baik Indonesia yang berkegiatan dari Rumah Sanur menggalang sembako dan sarana sanitasi dalam goodie bag dari kolaborasi sejumlah donatur dan suplier produk.
Ada juga Solidaritas Pangan Denpasar yang meluas menjadi Solidaritas Pangan Bali (SPB). Kisahnya ditulis dan didaftarkan dalam Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) 2020 bertajuk Urun Daya Warga Menghadapi Corona. Akhirnya terpilih sebagai terbaik pertama karya warga lewat ini di kategori artikel. Salah satu perintisnya, Kholik Mawardi, menuliskan pengalamannya dan warga lain dalam gerakan ini.
‘Kini dapur kami sudah dua puluh dan berada di seantero Bali. Kami bergerak lalu tumbuh, berkolaborasi dengan siapa saja yang sevisi. Berbagi dengan saudara di tengah Covid-19 ini. Semboyan kami memasak dengan gembira dan berbagi dengan ceria. Kami bukan lembaga dengan struktur semua bergerak dengan koordinasi yang rapi.
Dapur mempunyai inisiatif, memasak apa, dan memasak berapa. Tanpa memaksakan harus setara restoran bintang 5 atau menghindari rasa kaki 5.
Semua tumbuh dari personal-personal yang ada di dapur. Umumnya keluarga. Ada juga dapur personal jomblo yang selalu konsisten menyajikan 10 bungkus nasi hingga hari ini. Dapur Panjer II namanya. Konsisten menggunakan kertas kotak sebagai pembungkus nasinya. Ia anti plastik. Dia baru membuka warung di Panjer sebulan sebelum kasus positif Covid-19 pertama diumumkan. Dapurnya nyaris tak ada pembeli, lalu dia berbalik, menghidupkan kompornya dan mengusahakan keahliannya memasak untuk berbagi.
Ada lagi dapur Jimbaran, dia adalah teman Playstation seorang teman relawan Solidaritas Pangan. Dia bersemangat membuka dapur setelah warungnya di Kampial sana tutup. Dia memasak di depan kos di jalan menuju Universitas Udayana. Sering banjir jika hujan. Bli Putu namanya, dengan semangat berapi api adalah ahli bumbu Bali.”
Syukurlah gerakan ini ada arsipnya, karena akun SPB di IG sudah tidak ada dampak kesalahpahaman yang terjadi. Padahal akun ini cukup komprehensif mengisahkan kolaborasi luar biasa ini secara visual ditambah laporan keuangan lengkap tiap bulannya. Bahkan Kholik menyumbangkan hadiah uang dari AJW Rp 3 juta untuk aksi lanjutan SPB. Ada juga Punk Pangan, kolektif punk yang berbagi sayur, tempe, dan bahan pangan lain. Aliansi Tanam Saja yang membagi bibit dan benih ke komunitas yang mulai berkebun di rumah atau lahan terbengkalai.
Tiba saatnya manusia kembali membaik
Semoga bumi tak merana lagi
Mari belajar membaik bersama
Usaikan harap pada kuasa
Mari saling membantu, manusia
Babak terbaru kini adalah menggairahkan ekonomi di tengah pandemi, saat beberapa tim medis-paramedis masih ditemukan terpapar Corona. Program ini berlangsung struktural dari pusat sampai daerah. Bali jadi percontohan, sejumlah pejabat pusat memimpin deklarasi menyambut turis. Gubernur Koster seringkali satu jalur dengan pusat. Padahal pengelolaan pulau kecil ini termasuk penanganan Covid-19 tak bisa sama, karena ketergantungannya yang luar biasa pada pariwisata.
Apakah dengan deklarasi Tatanan Hidup Era Baru di Pura Besakih, disusul penyambutan turis domestik pada 31 Juli, kemudian turis asing pada September nanti industri pariwisata kembali berdetak? Bukankah statistik penanganan kasus yang akan jadi patokan?
Kenapa fokus pada turis? Kenapa tak fokus membantu petani, peternak yang masih kesulitan distribusi hasil panen, pada petani pemula yang sedang mengolah kebun tak produktif? Usaikan harap pada penguasa.