Bali dikenal sebagai daerah pariwisata bebas penyakit rabies.
Kondisi Bali berubah setelah dua tahun lalu di Desa Ungasan, Kabupaten Badung terjadi kasus rabies. Kasus rabies kemudian menyebar di beberapa kabupaten di Bali. Akibatnya, kasus ini sulit untuk ditanggulangi secara lokal.
Pemerintah berupaya melakukan vaksinasi pada anjing. Namun, karena jumlahnya banyak maka pemerintah kewalahan. Apalagi begitu banyak anjing liar di Bali. Menangkapnya sulit. Cerobohnya yang divaksin juga tidak diisi tanda sehingga kurang tahu mana yang divaksin mana yang tidak.
Kasus gigitan anjing terus bertambah. Jumlahnya bahkan mencapai ribuan. Padahal, stok vaksin untuk manusia terbatas. Parahnya lagi kasus bertambah karena tidak semua korban mendapatkan vaksin.
Itulah sekelumit masalah saat Provinsi Bali baru pertama kali disebut daerah kejadian luar biasa (KLB) rabies. Setelah itu dilakukan eliminasi anjing liar, anjing yang tidak jelas kepemilikannya. Jumlah anjing liar di Bali ini sangat banyak.
Upaya eliminasi ini dianggap tidak efektif. Mulailah ribut dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pecinta hewan. Mereka menyalahkan langkah ini.
Kondisi masyarakat Bali itu unik. Bali berbeda dengan daerah rawan rabies lainnya. Masyarakat Bali sudah terbiasa memelihara anjing karena anjing dianggap penjaga rumah. Anjing mendapatkan makanan sisa sehari-hari. Selain itu juga ada cerita Hindu yang mengganggap anjing ini binatang suci. Akibatnya, hampir setiap rumah ada anjing. Bahkan bisa jadi lebih banyak anjing daripada anggota keluarganya.
Tumpul
Anjing di desa tidaklah dipelihara secara khusus melainkan di biarkan bebas begitu saja tanpa kurungan. Mereka tidak seperti masyarakat pecinta anjing yang membeli makanan di Petshop, memandikan anjingnya dengan shampoo khusus, dan memeriksa kesehatan anjingnya secara rutin. Warga desa membiarkan anjingnya bebas. Kadang anjingnya makan, kadang juga dibiarka mencari makan sendiri saja.
Kondisi seperti ini sudah lama terjadi namun baru kali ini penyakit rabies masuk Bali. Ada apa ini?
Kemungkinan besar ada hewan penular rabies (HPR) yang masuk ke Provinsi Bali. Setelah kejadian itu barulah kita panik apa yang mesti dilakukan. Sekarang ini penanggulangan masih setengah-setengah karena memang dana terbatas, kegiatan lintas sektoral masih tumpul, dan anjing liar masih banyak tidak terkontrol.
Menurut saya, ada beberapa solusi penanggulangan rabies di Bali. Pertama, lakukan promosi kesehatan mulai dari sekolah, masyarakat, hingga perkantoran. Media massa, baik cetak maupun elektronik, juga berperan penting untuk melakukan promosi mengenai pencegahan rabies.
Kedua, lakukan pendataan kepemilikan anjing di setiap banjar. Jadi, kepala lingkungan setempat bertanggung jawab untuk melakukan pendataan kepemilikan anjing. Berapa jumlah anjing yang ada, siapa pemiliknya, berapa yang liar, berapa yang sudah divaksin.
Ketiga, melakukan vaksinasi pada anjing di seluruh Bali secara serentak dan tercatat. Apabila anjing liar tidak jelas siapa yang merawat, lakukan eliminasi. Keempat, melakukan pengawasan ketat pada binatang yang masuk dan keluar dari Bali terutama di pelabuhan-pelabuhan.
Langkah-langkah ini apabila dilaksanakan dengan baik maka rabies dapat diberantas. Masyarakat Bali bisa terbebas dari penyakit rabies. [b]