Oleh Anton Muhajir
Ketika air di selat antara Pulau Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan makin surut, puluhan petani rumput laut dua pulau kecil di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung ini segera turun ke laut. Petani laki-laki membawa dua keranjang yang dipikul. Petani perempuan membawa satu keranjang yang diseret dengan bekas ban hitam sebagai alas.
Tak sedikit pula petani rumput laut yang mendayung sampan dengan galah bambu menuju areal pertanian rumput laut mereka yang terletak agak di tengah pantai. Rabu siang, sekitar pukul 1, pekan lalu air masih tersisa sekitar 30 cm sehingga mereka masih bisa mendayung sampannya.
Sampai di lahan pertanian rumput lautnya, para petani itu segera memeriksa tanaman tersebut. Bulan ini suhu air tidak terlalu bagus untuk rumput laut. Ini siklus yang terjadi tiap enam bulan sekali. Antara bulan Desember hingga Mei adalah musim hujan di mana suhu air laut jadi lebih panas sehingga merusak rumput laut.
Namun pada enam bulan lainnya adalah musim di mana petani setempat bisa mendapatkan hasil pertanian rumput laut yang jauh berlimpah. “Hidup kami bisa berbuah jauh lebih baik setelah kami bertani rumput laut,” kata I Gede Lama, petani rumput laut di Dusun Nusa Ceningan.
Perubahan yang paling jelas, menurut kelian adat Banjar Ceningan Tengah, ini adalah dari rumah warga yang sekarang sudah berdinding tembok. “Sebelum bertani rumput laut, rumah kami semua hanya berdinding batu dengan lantai tanah dan atap dari daun kelapa,” kata bapak satu anak yang akrab dipanggil Pak Bagas ini.
“Bukan hanya rumah yang sekarang bagus. Warga sini juga makin banyak yang sekolah. Sepeda motor pun jadi sesuatu yang biasa bagi kami dari yang sebelumnya adalah barang mewah,” tambahnya.
Dengan perubahan ekonomi yang makin baik, kini dari sekitar 300 kepala keluarga di Nusa Ceningan pun hampir semuanya bertani rumput laut. Jagung dan singkong di kebun kering mereka hanya jadi sampingan saat ini. Padahal sebelumnya semua warga bergantung pada pertanian lahan kering tersebut.
Meski demikian, menurut Kadek Sukadana, petani lain di Ceningan, warga setempat pada awalnya apatis pertanian rumput laut. Ketika pada 1983 ada pendatang bernama Bambang mengenalkan rumput laut jenis spinosum (Eucheuma spinosum) pada warga setempat, banyak warga yang tidak mau ikut. “Apalagi yang mengenalkan adalah orang Jawa,” tambah Lama.
Pada awalnya diperkenalkan itu hanya ada satu dua warga yang bersedia mau belajar bersama Bambang. “Kami belajar menanam rumput laut yang diikat pada tali menggunakan patok dari pohon gamal. Ketika hasilnya makin bagus, warga makin banyak yang tertarik,” ujar Sukadana.
Saat itu rumput laut spinosum dijual dengan harga Rp 1000 per kilogram kering. Meski pendapatan masih sedikit warga mulai tertarik.
Tak lama setelah itu datang lagi pendatang lain bernama Sumarso yang mengenalkan rumput laut jenis lain yaitu katoni (Eucheuma cottonii). Jenis baru ini, menurut Lama, lebih mahal dibanding jenis spinosum yang hanya dipakai sebagai bahan baku es. Sedangkan jenis katoni biasa dipakai sebagai bahan baku produk kosmetik dan obat-obatan.
Dibanding Bambang yang tinggal hanya sekitar enam bulan, Sumarso tinggal lebih lama bahkan sampai bertahun-tahun di dusun tersebut. Tak hanya mengajarkan cara budidaya, Sumarso juga mengenalkan cara pengeringan rumput laut sampai siap dijual. Warga pun semakin banyak yang bisa belajar apalagi harga rumput laut juga makin mahal. Per kilogram jenis katoni ini bisa sampai Rp 15 ribu per kilogram kering.
Makin banyaknya warga yang bertani rumput laut memunculkan masalah kepemilikan lahan. Sebab sistem kepemilikan lahan di sini, meminjam ungkapan Gede Lama, memang seperti hukum rimba. Siapa kuat dan cepat dia yang dapat. Petani yang pertama kali mengkapling lahan di pantai tersebut langsung diakui sebagai pemilik lahan tersebut meski tanpa adanya sertifikat kepemilikan layaknya lahan pertanian pada umumnya.
“Toh kami tidak pernah sampai rebutan lahan meski sistemnya kepemilikannya demikian,” tambahnya.
Menurut Lama ada dua kali masa keemasan rumput laut di Nusa Ceningan yaitu pada 1987. Karena harga dan kebutuhan rumput laut jenis katoni sangat tinggi pada saat itu maka warga pun ibarat kejatuhan durian runtuh. “Tiap hari sampai ada warga yang beli motor saking banyaknya penghasilan dari jual rumput laut,” katanya.
Masa keemasan yang kedua adalah pada Juli tahun lalu ketika harga rumput laut bisa sampai Rp 15 ribu per kilogram kering dengan kadar air sekitar 6 persen. Dengan lahan sekitar 4 are, satu petani bisa sampai mendapat Rp 100 juta per bulan. “Makanya sama seperti pada tahun 1987, tahun lalu juga tiap hari ada saja warga yang bisa beli motor dari rumput laut,” tambahnya.
Namun, akibat krisis ekonomi global, harga rumput laut kemudian jatuh hingga Rp 3000 per kilogram kering. Saat ini harga rata-rata adalah Rp 4000 per kilogram kering. Selain akibat krisis global, petani lokal juga terkena dampak siklus enam bulanan, ketika musim hujan jumlah panen pun jauh berkurang hingga hanya sepertiga pada masa puncak panen.
Selain tergantung pada situasi ekonomi global petani rumput laut di Nusa Ceningan juga tergantung pada pengepul alias tengkulak. Menurut Sukadana, harga pembelian rumput laut hanya ditentukan sepihak oleh tengkulak.
“Kami tidak bisa menjual ke tempat lain karena kami juga berhutang pada pengepul ketika kami tidak memperoleh pendapatan yang bagus. Kami kan juga butuh uang untuk makan dan sekolah anak-anak ketika musim sedang tidak bagus. Jadi ya kami berhutang ke pengepul,” kata Sukadana.
Koperasi Sarining Segara, milik warga setempat pun belum bisa dipakai untuk tempat menjual hasil pertanian rumput laut secara kolektif. “Kami tidak mungkin bisa melawan pengepul yang sudah punya modal jauh lebih besar dan jaringan pemasaran lebih luas,” ujar Lama.
“Kami sadar kami dipermainkan. Tapi kami tidak lepas dari pengepul,” tambahnya. [b]
dengan hormat, andai ada, mohon saya dikirimi teknis budi daya dan foto2 budi daya rumput laut di sana ya… Saya koq tertarik mengembangkan juga untuk bawean. terima kasih sebelumnya
bli tolong tanya …! beda rumput laut cottoni dengan spinosum gimana ,,,
wit regrad , martin ntt
bagi anda yang ingin menjual rumput laut bisa langsung hubungi saya di 087881881211
(Ely Badri)
harganya brp /kilo pak
dan brp kdr grmnya?
daerah mana Prsnya pak?
Kami suplier rumput laut euchema cottoni dari berbagai daerah.
Situbondo 12500/kg
Nusa dua bali 12.500?kg
Singamaraja 13.00/kg
flores 15.000/kg (ukuran 2 hingga 3 x lebih besar dr ukur yg lainnya)
U/ ready stock digudang kami saat ini u/ barang dri situbondo dan flores.
Kami bisa meakukan pengiriman rutin 1 hingga 2 minggu 8 ton
Apablia anda serius membutuhkannya.
Hubngi kami
031 77552335, 0882 1071 5400
terima kasih.
saya mau bertanya, kalau surabaya brapa per kg nya? kering berapa, dan basahnya berapa ya?
Sya memproduksi Rumput Laut utk kebutuhan Lokal, sperti :
-Kotoni putih lembab (asin/tawar)
-Kotoni tawar kering kawat
-Spinosum kering putih kawat
-Spinosum putih lembab
Kami jg dpt memproduksi sesuai permintaan/ request dr anda, berikan kami contoh rumput laut yg anda inginkan, kami siap memproduksinya.
CALL/SMS 08123190108/PIN 214044C4.
kami mau jual rumput laut silahkan hub saya di nomer 03617481266.
brp harga pasaran rumput laut untuk wilayah Nusa Penida ya ?
kami suplier.. rumput laut jenis spinosum merah / spinosum putih tanpa proses fermentasi dan spinosum proses fermentasi kering putih kawat dan putih lembab, bangi teman-teman yang berminat.. silakan hub. kami ke. 082131336625.(Andy Marlon. Ba)
kami cari petany rumput laut untuk kami ajak kembangkan barang tersebut ke pasar luar negeri hub> kami sekarang hp 08175146446, 081331893113
Selamat siang….
saya kisma lisdianty. bapak saya seorang rumpul laut dan Di daerah kami Kebanyakan warga mmpunyai usaha rumput laut.
untuk itu saya ingin menjul rumput laut le luar negri.krna di desa saya Per kgnya sanga murah. trimakasih